Peluncuran satelit multifungsi Satria diharapkan tetap sesuai rencana, yakni triwulan III-2023.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses konstruksi satelit multifungsi Satria saat ini baru mencapai 11,5 persen. Penyelesaian konstruksi diharapkan bisa tepat waktu sebelum peluncuran pada triwulan III-2023. Satelit Satria untuk memberikan askes internet bagi 150.000 titik layanan publik di Indonesia.
Proyek satelit Satria menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Badan usaha yang menjalankan adalah PT Satelit Nusantara Tiga (SNT), perusahaan yang dibentuk hasil pemenang tender yang terdiri dari PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera. Tahap pemenuhan pembiayaan proyek diumumkan pemerintah pada akhir Februari 2021.
Presiden Direktur PT Pasifik Satelit Nusantara Adi Rahman Adiwongso, Selasa (22/6/2021), di Jakarta, menyampaikan, proses kontruksi dilakukan oleh pabrikan satelit asal Perancis, Thales Alenia Space. Peluncurannya tetap sesuai rencana, yakni memakai roket Falcon 9 milik SpaceX.
Sesuai rencana semula, keberadaan satelit Satria akan dipakai pemerintah untuk menyediakan akses internet bagi 150.000 titik layanan publik yang belum tersentuh ataupun kurang maksimal mendapat jangkauan internet. Sebanyak 150.000 titik layanan publik meliputi 3.700 fasilitas kesehatan, 93.900 sekolah dan pesantren, 47.900 kantor desa dan kelurahan, serta 4.500 titik layanan publik lainnya.
Satelit Satria akan dipakai pemerintah untuk menyediakan akses internet bagi 150.000 titik layanan publik yang belum tersentuh ataupun kurang maksimal mendapat jangkauan internet.
”Kapasitas data internet untuk 150.000 titik layanan publik nantinya akan diambil semuanya oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) seusai peluncuran satelit. Tidak ada peruntukan bagi swasta. Kami pun cuma menjadi operator selama masa konsesi yang sudah diperjanjikan,” tutur Adi.
Mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, lanjut Adi, layanan publik menggunakan internet dari satelit akan selalu dibutuhkan. Sebagai operator, SNT harus bisa memastikan 150.000 titik sasaran terpenuhi kebutuhan akses internetnya.
Satelit Satria berjenis high throughput satellite (HTS) atau satelit memiliki kapasitas data internet yang besar. Nilai proyek satelit Satria sebesar 545 juta dollar AS. Nilai proyek ini terdiri dari porsi ekuitas sebesar 114 juta dollar AS atau setara Rp 1,61 triliun dan porsi utang 431 juta dollar AS atau sekitar Rp 6,07 triliun.
Untuk pinjaman sebesar 431 juta dollar AS, pendanaannya bersifat sindikasi dari BPI France serta didukung oleh Banco Santander, HSBC Continental Europe, dan The Korea Development Bank (KDB). Di antara utang itu terdapat porsi pinjaman komersial yang didanai oleh KDB bersama Asian Infrastructure Investment Bank.
Nilai proyek satelit Satria sebesar 545 juta dollar AS. Nilai proyek ini terdiri dari porsi ekuitas sebesar 114 juta dollar AS atau setara Rp 1,61 triliun dan porsi utang 431 juta dollar AS atau sekitar Rp 6,07 triliun.
Managing Director and Head of Global Banking HSBC di Indonesia Riko Tasmaya menyampaikan, melalui dukungan jaringan global serta keahlian HSBC dalam strukturisasi pembiayaan, HSBC tetap berkomitmen mendukung realisasi proyek satelit Satria. Sebagai contoh dukungan, HSBC berperan sebagai konsultan keuangan dan bank pelindung nilai pada proyek satelit Satria.
Pinjaman komersial terhadap proyek satelit Satria dari KDB dan Asian Infrastructure Investment Bank berhasil memperoleh predikat pinjaman sosial. Predikat ini dilatarbelakangi dengan penilaian terhadap tujuan proyek satelit Satria. Mengenai besaran bunga pinjaman, dia enggan menyebut.
”HSBC juga sebelumnya telah memberikan fasilitas bank penjamin untuk proyek jaringan tulang punggung telekomunikasi Palapa Ring. Hal yang pasti, kami selalu akan mendukung pembiayaan atas proyek yang membawa dampak luas,” kata Riko.
Jaminan
Direktur Infrastruktur Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Bambang Noegroho mengatakan, pemerintah tetap menjamin biaya ketersediaan layanan sekitar Rp 1,4 triliun per tahun selama masa konsesi 15 tahun setelah satelit Satria selesai diluncurkan. Biaya ketersediaan layanan itu akan dibayarkan pemerintah kepada badan usaha.
Dia menekankan, besarnya nilai proyek satelit Satria sejalan dengan potensi manfaat yang akan dihasilkan. Dia mengklaim, Bakti Kemkominfo telah memetakan potensi manfaat bersama dengan IIGF Institute bagian dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia. Misalnya, implementasi layanan pemerintahan secara elektronik atau e-government memakai akses internet dari satelit Satria dapat menghemat anggaran negara Rp 4 triliun.
Menurut Bambang, kebutuhan akses internet melalui satelit akan membesar dalam jangka panjang. Oleh karena itu, setelah proyek Satria yang sekarang, akan ada proyek sejenis pada tahun-tahun mendatang. Dia belum mendetailkan rencana eksekusi proyek satelit beserta strategi menggaet pendanaannya.