Pembatasan Aktivitas Perlu Diiringi Dukungan Stimulus
Pengusaha berharap pemerintah memperpanjang stimulus keringanan pajak, relaksasi kredit, dan program subsidi gaji pekerja untuk meringankan beban kas perusahaan. Vaksinasi bagi pekerja juga diharapkan lebih gencar.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha siap mengikuti arah kebijakan pemerintah untuk menekan angka penularan Covid-19 secara efektif. Jika pembatasan sosial yang lebih ketat diperlukan, pengusaha terdampak berharap mendapat dukungan stimulus agar tetap bisa menjalankan roda usaha dan menghindari pemutusan hubungan kerja.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Shinta Kamdani, Selasa (22/6/2021), mengatakan, pengusaha tidak punya banyak pilihan selain mengikuti arah kebijakan pemerintah untuk menekan penularan Covid-19. Menurut dia, saat ini ada urgensi untuk menekan tren penyebaran pandemi secara permanen.
Jika pandemi tidak segera dikendalikan, kondisi seperti ini bisa terulang kembali di kemudian hari. ”Jadi, meski sebenarnya tidak ideal bagi pelaku usaha, kami akan mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah semaksimal mungkin,” kata Shinta saat dihubungi di Jakarta.
Menurut dia, pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diterapkan pemerintah pada 22 Juni-5 Juli 2021 tidak masalah. Namun, jika ternyata kebijakan itu kurang efektif untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, restriksi yang lebih ketat seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diperlukan.
”Kalau PPKM tidak bisa mengendalikan keadaan, bisa saja kita kembali ke kondisi PSBB seperti dulu,” kata Shinta.
Namun, pemerintah perlu mengimbanginya dengan dukungan stimulus yang bisa membantu likuiditas usaha, khususnya bagi sektor tertentu yang belum pulih betul dari dampak pandemi sejak tahun lalu, seperti ritel, perdagangan, pariwisata, dan horeka (hotel, restoran, kafe).
Menurut dia, stimulus bagi dunia usaha perlu diarahkan secara khusus dan spesifik ke sektor yang memang membutuhkan. Sebab, tidak semua sektor terdampak dan terpuruk dengan adanya lonjakan kasus Covid-19 dan pembatasan kegiatan saat ini.
”Kami berharap pemerintah memberi dukungan dalam bentuk relaksasi kredit atau suntikan modal untuk pelaku usaha di sektor yang memang terkena dampak paling besar dari kebijakan pengetatan. Insentif kali ini harus targeted ke sektor yang membutuhkan,” ujarnya.
Arah kebijakan pemerintah memberikan stimulus bagi dunia usaha selama pandemi ini dinilai sudah tepat, tetapi kebijakannya tidak berdampak konkret di lapangan. Sebagai contoh, arus likuiditas ke sektor riil masih tersendat karena tidak semua bank mau menanggung risiko penyaluran kredit di tengah kondisi bisnis yang buruk.
Shinta berharap, kebijakan pembatasan tidak berkepanjangan. Sebab, jika sudah terdesak, pelaku usaha mau tidak mau akan melakukan lebih banyak pemutusan hubungan kerja, khususnya untuk pekerja kontrak dan alih daya (outsource).
”Yang kami amati dari pengetatan sebelumnya, risikonya akan demikian karena perusahaan akan jauh lebih sulit bertahan jika tidak meningkatkan efisiensi biaya operasional. Sementara biaya tenaga kerja umumnya menjadi komponen biaya terbesar,” ujarnya.
Perpanjangan stimulus
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy Mandey menerima kebijakan pemerintah untuk membatasi jam operasional dan memperketat protokol kesehatan bagi gerai ritel dan pusat perbelanjaan. Namun, jika kapasitas beroperasi dibatasi di bawah 100 persen dan berlaku hingga lebih dari dua bulan, pengusaha akan kesulitan.
Saat ini saja sejumlah perusahaan ritel sudah menutup gerainya karena terdampak pandemi. ”Strategi gas dan rem tetap dibutuhkan, tetapi yang direm cukup sektor-sektor yang memang menimbulkan kerumunan dan keramaian. Kalau ritel dan mal relatif masih bisa dikendalikan,” ujarnya.
Terkait stimulus, ia berharap pemerintah dapat memperpanjang kebijakan stimulus seperti relaksasi Pajak Penghasilan Pribadi (PPh 21) dan badan (PPh 25). Selain itu, mengeluarkan stimulus khusus bagi sektor ritel. Sebab, selama ini, peritel kesulitan mengakses stimulus dan insentif korporasi seperti relaksasi kredit dan insentif listrik.
Bentuk stimulus yang diharapkan, antara lain, stimulus fiskal berupa keringanan pajak, insentif moneter berupa suku bunga khusus ritel, relaksasi dan restrukturisasi kredit, serta stimulus operasional berupa subsidi upah bagi pekerja dan tarif listrik khusus. ”Mudah-mudahan dalam 2-3 bulan ini kondisi sudah mulai melandai lagi,” kata Roy.
Vaksinasi
Adapun sektor alas kaki membutuhkan dukungan dalam bentuk lain, yaitu vaksinasi. Hal itu karena pekerja di beberapa daerah zona kritis mulai terjangkit Covid-19 dan terpaksa melakukan isolasi mandiri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan, pabrik alas kaki banyak terpusat di sekitar episentrum penularan di Kudus, Jawa Tengah. Di Rembang, Pati, dan Jepara, pabrik sepatu mengalami penurunan tingkat absensi sampai 20 persen karena pekerjanya yang terkena Covid-19 mengajukan izin sakit.
Ia berharap pabrik tetap diperbolehkan beroperasi dengan kapasitas normal dengan protokol kesehatan yang ketat. Kegiatan produksi tidak bisa berhenti karena perusahaan masih harus memenuhi permintaan ekspor berdasarkan kontrak.
”Kontribusi ekspor kita tahun ini terhitung cukup besar. Kalau benar-benar ditutup, risikonya akan besar, buyer bisa mengalihkan produksi ke negara lain,” kata Firman.
Untuk itu, ia berharap pemerintah memberikan dukungan vaksinasi gratis bagi pekerja industri alas kaki dan sektor padat karya lainnya, agar tetap bisa berproduksi secara normal. ”Masih banyak pekerja kami yang belum divaksin karena vaksinasi gotong royong terlalu mahal. Kami berharap dengan kondisi seperti ini, ada slot vaksin gratis dari program pemerintah,” ujarnya.