Kolaborasi antarindustri semakin diperlukan untuk menghadapi era perubahan akibat pandemi Covid-19. Demi bertahan, pola-pola kerja sama yang saling menguntungkan adalah pilihan tepat.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kolaborasi antar-industri semakin diperlukan untuk menghadapi era perubahan akibat pandemi Covid-19. Tak hanya jalinan kerja sama antara industri besar dan kecil yang diperkuat, tetapi juga kolaborasi yang perlu ditumbuhkan antara lembaga pembiayaan perbankan dan usaha.
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, kolaborasi itu lebih ditegaskan dalam bentuk kewajiban pengusaha besar bermitra dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bahkan, kemitraan itu juga perlu didorong untuk peningkatan inovasi teknologi pada UMKM agar bisa masuk sebagai salah satu rantai pasok industri besar.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam kunjungan kerja ke Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) di Jakarta, Selasa (22/6/2021), mengatakan, ”Dalam UU Cipta Kerja, kita sudah membuat ekosistemnya, pengusaha besar diwajibkan bermitra dengan UMKM dan kita berikan juga stimulus untuk mereka.”
Teten mencontohkan, pelaku usaha mikro banyak yang bergerak di sektor pangan. Kini, mereka semakin bersaing dengan industri pangan skala besar. Jika harus bersaing dengan usaha skala industri, tentu akan kalah kualitasnya. Karena itu, daya saing dan kapasitasnya harus diperkuat.
”Kita hubungkan ke dalam rantai pasok. Saya mengajak Astra dan YDBA bersama-sama membuat perencanaan untuk memperkuat UMKM agar masuk ke dalam rantai pasok, seperti industri otomotif, manufaktur, industri makanan, dan furnitur,” kata Teten.
Selain pendampingan teknologi, tantangan lain adalah meningkatkan transformasi digital bagi UMKM. Saat ini baru sekitar 21 persen atau sekitar 13,5 juta pelaku UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital. Pemerintah menargetkan 30 juta UMKM pada akhir tahun 2024.
Ketua Pengurus YDBA Sigit P Kumala mengatakan, semangat YDBA selalu ingin mendorong UMKM agar terus berinovasi dan berkolaborasi mencapai kemandirian, naik kelas, dan berkelanjutan. Salah satu kolaborasi yang dilakukan YDBA bersama Kementerian Koperasi dan UKM adalah pengembangan usaha pandai besi di Klaten dan Banyumas, Jawa Tengah.
Selain itu, YDBA juga mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM) logam dan bengkel roda empat di Banyumas dan pengembangan lokalisasi produk cangkul merah putih di Klaten, yang melibatkan pandai besi dalam Koperasi Industri dan Kerajinan Derap Laju Pande Besi dan Las (Kopinkra 18).
”Tentunya, kolaborasi tersebut menjadi kebanggaan bagi kami dan menjadi manfaat yang sangat berarti bagi UMKM binaan kami,” ujar Sigit.
Sigit berharap, kolaborasi itu menjadi awal bagi YDBA dan Astra untuk terus menjalin kolaborasi lebih banyak dan bermanfaat untuk koperasi maupun UMKM di Indonesia, khususnya binaan YDBA yang saat ini berjumlah lebih dari 2.000 UMKM.
Kolaborasi perbankan
Secara terpisah, kolaborasi juga ditunjukkan Mastercard dan PT Bank Commonwealth yang secara resmi, Selasa (22/6/2021), mengumumkan hasil program MicroMentor Indonesia (MMI). Program ini diluncurkan dua tahun lalu, bekerja sama dengan Mercy Corps Indonesia, yang telah menghasilkan komunitas relawan mentor dan UMKM MicroMentor terbesar di dunia.
Ade Soekadis, Direktur Eksekutif Mercy Corps Indonesia, mengatakan, ”Strategi mendukung wirausaha dan pemilik usaha sangat penting untuk pertumbuhan inklusif di Indonesia karena UMKM menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Kami sangat senang dengan pertumbuhan program MMI saat ini, dan kami berharap dapat terus memungkinkan usaha mikro dan kecil mengatasi berbagai tantangan dan mempercepat pemulihan pasca-Covid-19 secara berkelanjutan.”
Menurut Navin Jain, Country Manager Mastercard Indonesia, program MMI bertujuan memberdayakan 100.000 orang dengan keterampilan agar berhasil dalam ekonomi digital. Mengingat pentingnya UMKM dalam menghadirkan lapangan kerja dan stabilitas ekonomi, program ini akan terbukti sangat penting bagi pelaku usaha maupun mentor, baik untuk pemulihan pascapandemi secara spesifik maupun perjalanan transformasi digital Indonesia secara umum.
Kini, program tersebut telah menjangkau hampir 27.000 UMKM dan 20.000 relawan mentor di Indonesia. Program ini juga telah mencapai sekitar 50.000 interaksi dengan UMKM dan pendampingan relawan melalui berbagai kegiatannya. Memasuki tahun ketiga, MMI diharapkan dapat menjangkau 40.000 UMKM.
Didukung oleh Kementerian Koperasi dan UKM, MMI menghubungkan UMKM dengan pendamping bisnis dan pelatihan keamanan siber. Ini menjadi salah satu upaya mendukung target pemerintah yang ingin menciptakan 30 juta UMKM tergabung dalam ekosistem digital pada tahun 2024.
Sebagai catatan, UMKM di Indonesia sangat terpukul akibat pandemi Covid-19. Survei Bank Sentral Indonesia melaporkan, sebanyak 87,5 persen UMKM terkena dampak Covid-19. Hal itu menimbulkan dampak signifikan karena 97 persen dari semua pekerjaan di Indonesia disediakan oleh UMKM.
MMI, platform mentoring virtual gratis pertama di Indonesia, berhasil membawa ekosistem pendampingan bisnis virtual dan terukur ke Tanah Air pada tahun 2019. Sejak pertengahan 2020, jumlah relawan mentor dan pengusaha yang berpartisipasi dalam MMI meningkat lebih dari dua kali lipat.
Lauren Sulistiawati, Presiden Direktur Bank Commonwealth, mengatakan, tahun 2014 Bank Commonwealth juga meluncurkan program literasi keuangan bagi pengusaha UMKM Perempuan melalui WISE (Womenpreneur Indonesia for Sustainability and Empowerment). Hingga Mei 2021, Commonwealth telah mendukung 106.000 pengusaha UMKM perempuan melalui program literasi keuangan ini.
”Kami senang mendukung pertumbuhan bisnis UMKM di Indonesia melalui MMI. UMKM berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan pendampingan UMKM sangat dibutuhkan agar pengembangan UMKM di Indonesia menjadi lebih kompetitif dan tangguh, terutama di situasi penuh tantangan saat ini,” ujar Lauren.