Pembatasan sosial yang kembali dilakukan oleh pemerintah akan berdampak negatif terhadap jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif. Meski demikian, kebijakan itu perlu didukung agar pemulihan industri segera terjadi.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan sosial untuk menekan meluasnya penyebaran kasus Covid-19 perlu didukung oleh pelaku industri, tak terkecuali di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Pelaksanaan pengawasan atas kebijakan itu juga harus diketat. Di sisi lain, pemerintah perlu tetap mendukung kelangsungan operasional mereka.
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia mendukung pelaksanaan pembatasan sosial yang bersifat kuncitara untuk menekan semakin meluasnya penyebaran kasus Covid-19. Meskipun opsi kebijakan seperti itu akan membuat pelaku jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif kembali merugi.
”Daripada menjalankan bisnis dalam keadaan tidak tenang. Di sejumlah daerah, penyebaran kasus Covid-19 menyeramkan. Ada sejumlah masyarakat yang tetap tidak percaya Covid-19, seperti memilih demo ketika pemerintah meminta tes antigen Covid-19 diperbanyak penerapannya,” ujar Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedy saat dihubungi pada Selasa (22/6/2021) di Jakarta.
Dia menyampaikan, sejumlah pelaku jasa usaha pariwisata yang tergabung di GIPI telah merasakan kepahitan saat implementasi pembatasan sosial berskala besar atau pembatasan sosial bersifat kuncitara dilakukan pada 2020. Namun, menurut dia, hal itu merupakan opsi terbaik agar penyebaran Covid-19 bisa ditekan dan setelah itu, bisnis dapat melaju cepat.
Hal itu merupakan opsi terbaik agar penyebaran Covid-19 bisa ditekan dan setelah itu, bisnis dapat melaju cepat.
Didien menyampaikan, GIPI telah berkomitmen ”perang” melawan Covid-19 sejak tahun lalu. Oleh karena itu, GIPI mendukung pemerintah memberlakukan sertifikasi kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE) secara besar-besaran disertai penerapan konsisten protokol kesehatan Covid-19.
Namun, dia mengakui, di lapangan, pengawasan sertifikasi CHSE ataupun protokol kesehatan Covid-19 tidak ketat. Dia lantas menggambarkan, beberapa jasa usaha pariwisata di bidang restoran semestinya tutup pukul 20.00 selama masa pembatasan sosial, tetapi tidak melakukannya. Pemerintah daerah setempat pun mendiamkan.
Apa pun bentuk kebijakan pembatasan sosial yang sudah ditetapkan pemerintah saat ini, pengawasan pelaksanaannya harus ketat. Pelaku industri jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif harus mau mendukung.
”Saya harap, apa pun bentuk kebijakan pembatasan sosial yang sudah ditetapkan pemerintah saat ini, pengawasan pelaksanaannya harus ketat. Pelaku industri jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif harus mau mendukung,” kata Didien.
Terkait dengan rencana pemerintah menyalurkan hibah dan bantuan insentif pariwisata, dia menyambut baik. Hanya saja, dia berharap target tujuan dua program itu jelas. Pemerintah perlu selalu mendukung pelaku usaha jasa pariwisata dan ekonomi kreatif lokal.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan melakukan penebalan dan penguatan pelaksanaan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro (PPKM) pada 22 Juni-5 Juli 2021. Selama masa itu, kegiatan warung makan, rumah makan, restoran, kafe, pedagang kaki lima, lapak jalanan, baik yang berdiri sendiri maupun di pasar ataupun di pusat perbelanjaan atau mal, diberlakukan pembatasan jam operasional sampai pukul 20.00.
Layanan pesan-antar/dibawa pulang sesuai jam operasional restoran. Makan/minum di tempat dibatasi paling banyak 25 persen kunjungan dari kapasitas total. Penerapan protokol kesehatan akan lebih ketat.
Belajar wirausaha
Direktur Politeknik Pariwisata Batam M Nur A Nasution saat dihubungi terpisah berpendapat, pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai akan berdampak lebih parah kepada pelaku jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif. Dampak lanjutannya adalah keterserapan lulusan pendidikan tinggi di industri.
Selama pandemi berlangsung, politeknik pariwisata seperti yang dia pimpin mengoptimalkan pembelajaran wirausaha untuk bekal setelah mereka lulus sehingga mereka tidak melulu mengandalkan lapangan kerja di industri.
”Peluang lulusan politeknik pariwisata terserap di jasa usaha pariwisata dalam negeri mungkin sekarang agak berat. Cuma, di beberapa negara lain yang sukses mengendalikan penyebaran Covid-19, lulusan kami masih bisa bekerja,” katanya.
Pelaku jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif beserta masyarakat sudah saatnya mendukung poin-poin kebijakan PPKM 22 Juni-5 Juli 2021.
Nur berharap, pelaku jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif beserta masyarakat sudah saatnya mendukung poin-poin kebijakan PPKM 22 Juni-5 Juli 2021. Sebagai contoh, ketentuan jam operasional beserta pembatasan kunjungan yang seharusnya dipatuhi.
Di luar itu, untuk destinasi pariwisata di lokasi penyebaran Covid-19 rendah, dia berpendapat, aktivitas jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif tetap bisa berjalan. Asalkan, pengawasan implementasi sertifikasi CHSE dan protokol kesehatan diperketat. Hal itu akan berdampak ke perkembangan bisnis dan membantu lulusan pendidikan pariwisata terserap.
”Vaksinasi Covid-19 tetap harus digencarkan, baik ke masyarakat umum maupun pelaku jasa usaha pariwisata dan ekonomi kreatif,” imbuh Nur.
Sementara itu, di sela-sela media briefing mingguan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno menegaskan, pihaknya menghormati keputusan pemerintah pusat untuk memberlakukan PPKM 22 Juni-5 Juli 2021. Pihaknya berjanji, program hibah pariwisata ataupun bantuan insentif akan segera direalisasikan.
Menanggapi maraknya pemberitaan sejumlah ekonom yang mengkritik kebijakan bekerja dari destinasi pariwisata, Sandiaga menekankan bahwa kebijakan bekerja dari destinasi pariwisata selalu berdasarkan data dan sains. Oleh karena itu, pelaksanaannya pun memperhitungkan penyebaran Covid-19.
Kebijakan bekerja dari destinasi pariwisata selalu berdasarkan data dan sains. Oleh karena itu, pelaksanaannya memperhitungkan penyebaran Covid-19.
”Seperti saya dan sejumlah jajaran Kemenparekraf/Baparekraf bekerja dari Candi Borobudur. Destinasi ini masuk zona kuning Covid-19, yang artinya aktivitas pariwisata boleh dilakukan meski terbatas,” ujarnya.
Pada saat bersamaan, Sandiaga menyampaikan bahwa kebijakan bekerja dari destinasi pariwisata tetap akan dijalankan. Khusus di Bali, misalnya. Dia menyebut bahwa siapa pun yang akan bekerja ataupun menambah aktivitas dengan berwisata harus sudah vaksinasi Covid-19. Mereka juga harus mengikuti tes usap Covid-19.
”Vaksinasi kepada turis (di Bali) akan diberlakukan secara gratis. Mereka—para turis—bisa menggunakan program vaksinasi gotong royong yang mana kami akan koordinasikan dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” kata Sandiaga.