Tawarkan Imbal Hasil Mengambang, SBR010 Jadi Pilihan Investor Moderat
Imbal hasil SBR010 dipastikan tidak akan lebih kecil dari besaran kupon saat penerbitan. Di sisi lain, investor berpotensi mendapat imbal hasil yang lebih tinggi jika suku bunga acuan BI meningkat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan kembali menawarkan obligasi ritel berupa saving bond ritel atau SBR mulai Senin (21/6/2021). Surat utang dengan seri SBR010 ini menawarkan pergerakan imbal hasil dengan selisih 1,6 persen dari suku bunga acuan Bank Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, pada periode tiga bulan pertama kupon imbal hasil SBR010 ada di posisi 5,1 persen. Selanjutnya, setiap tiga bulan tingkat kupon akan bergerak menyesuaikan pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang saat ini ada di level 3,5 persen.
”SBR010 akan memberikan selisih lebih 160 basis poin di atas bunga acuan BI,” ujar Luky secara virtual, Senin.
Nantinya, jika suku bunga naik, besaran kupon akan mengikuti suku bunga baru di tambah selisih 1,6 persen. Namun, jika suku bunga turun, besaran kupon akan tetap 5,1persen. Dengan fitur ini, lanjut Luky, imbal hasil SBR010 dipastikan tidak akan lebih kecil dari besaran kupon saat penerbitan. Di sisi lain, investor berpotensi mendapat imbal hasil yang lebih tinggi jika suku bunga acuannya meningkat.
Imbal hasil SBR010 dipastikan tidak akan lebih kecil dari besaran kupon saat penerbitan. Di sisi lain, investor berpotensi mendapat imbal hasil yang lebih tinggi jika suku bunga acuannya meningkat.
”Masyarakat yang berminat untuk berinvestasi di SBR010 saat ini sudah dapat memesan lewat 26 mitra distribusi yang telah ditetapkan, baik melalui pembelian secara langsung, melalui sistem elektronik, maupun layanan daring,” ujarnya.
Cara pemesanan
Luky menambahkan, pemesanan pembelian SBR010 secara daring dilakukan melalui sejumlah tahapan. Pertama, melakukan pendaftaran menggunakan satu dari 26 mitra distribusi yang sudah terintegrasi dengan sistem e-SBN. Ke-26 mitra distribusi yang telah ditetapkan pemerintah terdiri atas 16 bank umum, 4 perusahaan efek, dan 6 perusahaan teknologi finansial (tekfin).
Setelah memiliki akun, masyarakat dapat memesan sesuai nominal yang diinginkan, yaitu minimal Rp 1 juta atau satu unit hingga maksimal Rp 3 miliar atau 3.000 unit per individu.
Setelah memesan, pemesan mesti membayar sesuai dengan jumlah pemesanan. Langkah terakhir adalah menunggu fiksasi pembelian. Setelah berhasil, investor akan mendapat notifikasi dan bukti pemesanan.
Luky mengatakan, meski SBR010 tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, obligasi ritel ini tetap dilengkapi fitur yang memungkinkan investor menerima sebagian pelunasan pokok oleh pemerintah sebelum jatuh tempo. Fasilitas ini hanya dapat dimanfaatkan oleh investor dengan minimal kepemilikan Rp 2 juta di setiap mitra distribusi. Adapun jumlah maksimal yang dapat diajukan untuk pelunasan pokok sebelum jatuh tempo adalah 50 persen dari total kepemilikan investor.
Meski SBR010 tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, obligasi ritel ini tetap dilengkapi fitur yang memungkinkan investor menerima sebagian pelunasan pokok oleh pemerintah sebelum jatuh tempo.
Meski masih punya selisih imbal hasil di atas suku bunga acuan BI, obligasi ritel yang terbit terhitung akan punya selisih imbal hasil dengan suku bunga yang lebih kecil ketimbang surat utang ritel seri yang sudah terbit lebih dulu di sepanjang tahun ini.
Saat menerbitkan ORI019, pemerintah mematok kupon sebesar 5,57 persen dengan selisih imbal hasil 207 basis poin dari suku bunga acuan BI di level 3,5 persen.
Setelah itu, pemerintah menawarkan sukuk ritel seri SR014 dengan kupon 5,47 persen. Surat utang syariah ini memiliki selisih imbal hasil 197 basis poin terhadap suku bunga acuan BI.
Walau tingkat kuponnya lebih kecil dari obligasi ritel seri-seri sebelumnya, Kepala ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menilai, tawaran kupon dan selisih imbal hasil SBR010 atas suku bunga BI masih ideal. ”Tawaran kupon dan spread SBR010 tetap menarik di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih,” ujarnya.
Menurut David, tren tingkat suku bunga global kini mengarah naik dengan asumsi ekonomi bangkit. Contohnya, di Amerika Serikat (AS). Seiring indikasi pemulihan ekonomi yang lebih cepat, pelaku pasar juga mulai memiliki ekspektasi bank sentral AS akan segera kembali menaikkan suku bunga.
”Kondisi tersebut juga akan berlaku di Indonesia. Arah suku bunga memang akan naik. Tidak mungkin suku bunga terus berada dalam tingkat yang rendah,” kata David.
Jika inflasi berada di 3 persen, lanjut David, BI akan mulai mencoba menjalankan pengetatan kebijakan moneter dan kembali mengerek naik suku bunga. Dengan begitu, investasi di SBR010 yang memiliki imbal hasil mengambang akan menarik.
”Tawaran skema imbal hasil SBR010 ini menarik, terlebih bagi investor yang memiliki profil risiko konservatif hingga moderat,” ujar David.