Bank digital bukan hanya sekadar otomatisasi layanan perbankan manual menjadi digital, melainkan juga menawarkan layanan dan ekosistem digital sepenuhnya kepada nasabah.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Membuat dan mengoperasikan bank digital bukan hanya soal mengotomatisasikan layanan perbankan. Bank digital adalah sebuah entitas baru yang proses layanan dan aktivitas perbankan nasabah menggunakan layanan digital, bukan mengubah bank konvensional menjadi digital.
Hal tersebut mengemuka dalam bincang-bincang virtual bertajuk ”Branchless Banking to Support Digitalization Innovation 2021” yang diselenggarakan Infobank, Selasa (22/6/2021). Hadir sebagai pembicara Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Bastian Muzbar Zams, Direktur Keuangan Bank Jateng Dwi Agus Pramudya, Direktur Utama Lintasarta Arya Damar.
Triyono menjelaskan, apa yang dilakukan perbankan Indonesia sejauh ini baru sebatas otomatisasi layanan, bukan digitalisasi secara ekosistem. Padahal, bank digital dalam arti utuh adalah memberikan layanan perbankan dan membentuk ekosistem perbankan sepenuhnya dengan basis digital.
”Saat ini perbankan kita baru pada tahap proses automasi proses dari manual menjadi digital. Baru migrasi dari tradisional ke digital,” ujar Triyono.
Bank digital dalam arti utuh adalah memberi layanan perbankan dan membentuk ekosistem perbankan sepenuhnya dengan basis digital.
Ia menjelaskan, sulit bagi perbankan yang sudah berjalan bertahun-tahun tiba-tiba menyulap dirinya menjadi bank digital. Sebab, di sana sudah ada proses bisnis yang dibangun secara manual. Belum lagi jumlah sumber daya manusia dan struktur organisasi yang telanjur gemuk sehingga tidak lincah untuk bertransformasi menjadi digital.
”Artinya, kalau kita pertahankan cara kerja yang lama, saya pikir itu tidak bisa menjadi perbankan digital sepenuhnya,” kata Triyono.
Untuk membentuk dan mengoperasikan bank digital sepenuhnya, lanjut Triyono, grup perbankan harus membuat entitas usaha baru. Sebab, struktur organisasinya akan beda. Selain itu, kebutuhan sumber daya manusianya pun akan berbeda.
Triyono mengatakan, sejumlah bank nasional sudah melakukan hal ini, seperti grup PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang mengubah anak usahanya, yakni BRI Agro untuk menjadi bank digital. Begitupula dengan grup PT Bank Central Asia Tbk yang membentuk sebuah entitas baru, yaitu BCA Digital.
Selain itu, pengoperasian bank digital harus mengadopsi pola kerja perusahaan teknologi finansial yang punya struktur dan pola kerja sederhana. Ini agar bank digital bisa bergerak lincah merespons perubahan dan keinginan konsumen. ”Strateginya selalu seperti itu. Memulai baru dari kecil nanti akan tumbuh besar,” ujar Triyono.
Kalangan perbankan Indonesia belum ada yang sepenuhnya mengoperasikan bank digital dan baru tahap digitalisasi layanan dari sebelumnya yang konvensional.
Senada dengan Triyono, Arya Damar pun berpendapat bahwa kalangan perbankan Indonesia belum ada yang sepenuhnya mengoperasikan bank digital dan baru tahap digitalisasi layanan dari sebelumnya yang konvensional. Selain itu, kesiapan tiap bank dalam mengantisipasi digitalisasi berbeda-beda.
”Bank-bank yang berkantor pusat di Jakarta tentu sudah terbiasa membahas digitalisasi. Bagaimana dengan di daerah. Ini perlu persiapan banyak hal, mulai dari sumber daya manusia, teknologinya, model bisnis, produk, serta segmen pasar mana yang ingin disasar,” ucap Arya.
Dwi Agus menjelaskan, pihaknya terus mendorong digitalisasi proses layanan perbankan pada nasabah di Jawa Tengah. Ia menjelaskan, saat ini 75 persen aktivitas perbankan mengandalkan saluran jaringan nirkantor, seperti jaringan anjungan tunai mandiri (ATM) dan melalui agen Laku Pandai.
”Ditambah mobile banking, kami menjangkau hampir 96 persen warga di wilayah Jawa Tengah,” ujar Dwi Agus.