Hasrat investor asing untuk menempatkan dana di SBN akan meningkat seiring ekspektasi pemulihan aktivitas ekonomi dalam negeri serta belum adanya tanda-tanda ”tapering off” dari bank sentral AS.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren aliran masuk dana investor asing ke dalam instrumen Surat Berharga Negara Indonesia diperkirakan terus terjadi sepanjang tahun ini, imbas dari kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. Belum adanya indikasi pengetatan likuiditas global tahun ini juga menjadi faktor yang memicu derasnya aliran dana asing.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, selama periode 1 Juni-11 Juni 2021 tercatat pembelian bersih investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 23,88 triliun.
Nilai tersebut terbilang besar mengingat pembelian bersih investor asing pada instrumen SBN sejak awal Januari hingga akhir April 2021 hanya mencapai Rp 4,65 triliun.
Vice President Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menilai derasnya aliran dana investor asing yang masuk pada SBN sepanjang Juni ini dipengaruhi menurunnya imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun hingga berada di bawah level 1,5 persen. Sementara itu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun masih berada di atas level 6 persen.
”Hasrat investor asing untuk menempatkan dana di portofolio dalam negeri masih akan mengalami kenaikan seiring dengan pemulihan aktivitas ekonomi dalam negeri di semester II-2021,” ujar Josua saat dihubungi Rabu (16/6/2021).
Selain itu, Bank Sentral AS atau The Fed juga mengisyaratkan belum akan menerapkan kebijakan tapering off atau pengetatan likuiditas tahun ini.
Tapering off merupakan kebijakan The Fed dalam mengurangi nilai pembelian aset seperti obligasi, yang disertai dengan kenaikan suku bunga. Apabila tapering off dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke AS sehingga dapat memicu pengetatan likuiditas global.
“Oleh karena itu, diperkirakan tren dari aliran modal investor asing ke instrumen SBN akan tetap berlanjut pada semester kedua mendatang,” ujar Josua.
Dalam keterangan resmi yang diterima Kompas, Direktur Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang kuat menjadi salah satu sentimen positif yang akan meningkatkan daya tarik pasar SBN di mata investor.
Kuatnya fundamental perekonomian Indonesia masih ditopang tren tingkat suku bunga yang rendah, baik secara domestik maupun global. Saat ini, The Fed masih akan tetap menjaga suku bunganya di level 0 persen-0,25 persen. Posisi tersebut membuka ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga di level 3,5 persen hingga akhir tahun ini.
”Level suku bunga acuan BI saat ini akan menopang stabilitas di pasar SBN sepanjang 2021,” kata Budi.
Selain itu, riset Bahana TCW menggambarkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga diprediksi stabil, bahkan menguat ke depan. Proyeksi ini tecermin dari defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang menipis, inflasi yang terkendali, serta cadangan devisa yang mumpuni.
Penguatan rupiah akan menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing masuk ke pasar keuangan Indonesia. Selain itu, pemerintah juga masih mampu mengendalikan tingkat inflasi sesuai ekspektasi pasar.
Bahana TCW memperkirakan tingkat inflasi berada di kisaran 2 persen hingga 2,5 persen hingga akhir tahun. Proyeksi tersebut dinilai sangat aman karena berada di batas bawah target inflasi BI di kisaran 2 persen-4 persen dan jauh di bawah imbal hasil SBN tenor 10 tahun di level 6,4 persen.
”Bahana TCW memprediksi pasar SBN mampu bertahan dari gempuran kondisi ekonomi global sehingga aliran masuk modal ke pasar SBN masih akan terus terjadi secara bertahap hingga akhir tahun,” ujar Budi.