Pandemi Covid-19 menyebabkan akselerasi adopsi layanan digital terjadi secara masif. Banyak hal yang tadinya tidak dilakukan secara digital akhirnya dilakukan setelah pandemi melanda.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 menyebabkan akselerasi adopsi layanan digital terjadi secara masif. Banyak hal yang tadinya tidak dilakukan secara digital akhirnya dilakukan setelah pandemi melanda. Mulai dari belajar, rapat, membeli barang, bertransaksi keuangan, dan sebagainya. Perubahan kebiasaan ini mendorong terciptanya ekonomi baru.
Ekonomi baru berbeda dari satu negara dengan negara lainnya. ”Di Indonesia, sektor new economy diasosiasikan dengan sektor teknologi dan komoditas untuk energi terbarukan. Kedua sektor ini dipandang sebagai sektor yang dapat membawa perubahan besar pada lanskap bisnis Indonesia karena dampaknya pada struktur ekonomi dan juga sosial,” kata Katarina Setiawan, Chief Economist and Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, dalam ulasannya, Rabu (16/6/2021).
Dia menambahkan, survei Google menunjukkan terdapat 37 persen pengguna layanan digital baru di Indonesia di tahun 2020, dengan 93 persen dari mereka berniat untuk melanjutkan penggunaannya pascapandemi. Data ini mengindikasikan bahwa adopsi digital merupakan sesuatu yang tidak terelakkan. Bisnis konvensional harus dapat beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen supaya tetap relevan dan dapat berkompetisi. Hasil riset Google dan Temasek memprediksi ekonomi digital Indonesia dapat tumbuh 23 persen per tahun dari 44 miliar dollar AS pada 2020 menjadi 124 miliar dollar AS pada 2025.
Namun, untuk mencapai hal itu ada beberapa tantangan, seperti akses internet, terutama di luar kota besar yang kesulitan untuk mendapat akses internet yang dapat diandalkan. Selain itu, juga logistik mengingat Logistic Performance Index dari Bank Dunia menempatkan Indonesia pada peringkat ke-46 di dunia, lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lain, seperti Malaysia (41), Vietnam (39), Thailand (32), dan Singapura (7). Tantangan lain adalah kepercayaan konsumen dan keamanan siber. Potensi peningkatan adopsi teknologi berjalan selaras dengan kepercayaan konsumen dan keamanan data.
Belum banyak
Walaupun penggunaan ekonomi digital sudah biasa dilakukan masyarakat, tetapi di pasar modal saham perusahaan teknologi dan digital masih sangat sedikit. ”Belum banyak perusahaan teknologi besar yang melakukan IPO di pasar Indonesia. Bobot sektor teknologi dalam IHSG hanya sekitar 0,8 persen, jauh lebih kecil dibandingkan pasar Amerika Serikat misalnya yang mencapai 27 persen dalam indeks S&P 500, atau mencapai 18 persen dalam indeks MSCI Asia Pacific,” kata Katarina.
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia membuka penghentian sementara perdagangan saham PT DCI Indonesia pada Rabu kemarin. Demikian dipaparkan dalam keterbukaan informasi yang ditandatangani Kepala Divisi Pengawasan Transaksi BEI Lidia Panjaitan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy. Pada akhir perdagangan, saham PT DCI Indonesia naik lagi sebesar 17,41 persen menjadi Rp 59.000 per saham.
”Para pihak yang berkepentingan diharapkan untuk sekalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan,” kata Lidia.