Utang luar negeri Indonesia pada April 2021 mencapai 417,95 miliar tumbuh 4,8 persen dibandingkan posisi April 2020 yang mencapai 398,91 miliar dollar AS.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan utang luar negeri tengah memasuki tren perlambatan akibat belum pulihnya aktivitas ekonomi. Utang luar negeri pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas, termasuk upaya penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Bank Indonesia (BI) melaporkan, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada April 2021 mencapai 417,95 miliar dollar AS atau setara Rp 6.041 triliun. Posisi utang tersebut tumbuh 4,8 persen dibandingkan posisi April 2020 yang mencapai 398,91 miliar dollar AS.
Dalam keterangan resmi yang diterima Kompas, Selasa (15/6/2021), Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyebutkan bahwa kenaikan ULN didorong oleh pertumbuhan ULN pemerintah dan swasta.
ULN pemerintah pada April 2021 tercatat 206,04 miliar dollar AS, tumbuh 8,6 persen secara tahunan. Adapun ULN swasta pada periode yang sama tercatat 209,03 miliar dollar AS, naik 1,2 persen secara tahunan.
”ULN pemerintah tumbuh pada April 2021 seiring dengan penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek, di antaranya program inklusi keuangan,” ujar Erwin.
Sementara itu, pertumbuhan ULN swasta mayoritas bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan. Seluruh sektor tersebut memiliki pangsa mencapai 77,2 persen dari total ULN swasta.
Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada Maret dengan April, ULN pemerintah terpantau mengalami perlambatan. Pada Maret 2021, pertumbuhan tahunan ULN pemerintah mencapai 12,6 persen.
Perlambatan ini, lanjut Erwin, menunjukkan bahwa ULN pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas, termasuk upaya penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Berdasarkan jenisnya, ULN pemerintah didominasi oleh ULN dalam jangka panjang dengan pangsa mencapai 99 persen.
”Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional. Di sisi lain, risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian akan terus diminimalkan,” kata Erwin.
ULN swasta pun tercatat mengalami perlambatan dari pertumbuhan tahunan 2,6 persen pada Maret 2021. Perlambatan ini disebabkan oleh terkontraksinya pertumbuhan utang lembaga keuangan dan lembaga non-keuangan akibat belum pulihnya aktivitas ekonomi.
”Adapun komposisi ULN swasta pada April 2021 masih didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 78,4 persen terhadap total ULN swasta,” ujar Erwin.
Ekonom Center of Reform of Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengingatkan, meski pertumbuhan ULN menunjukkan perlambatan, penarikan utang pemerintah tetap memiliki risiko bagi perekonomian Indonesia ke depan.
Menurut Yusuf, setidaknya terdapat dua risiko yang dihadapi pemerintah apabila tidak mewaspadai penarikan utang. Risiko pertama yang paling sederhana adalah pokok utang dan bunganya akan menumpuk sejak utang itu diterbitkan.
”Nilai bunga pokok utang mungkin tidak membebani saat ini. Tapi nanti bisa membuat waswas ketika semakin dekat dengan jatuh tempo. Terlebih lagi kondisi ekonomi ke depan masih diliputi ketidakpastian,” ujarnya.
Risiko kedua, lanjut Yusuf, beban utang bisa semakin besar karena utang yang diterbitkan berdenominasi valuta asing. Utang mata uang asing jumlahnya akan lebih besar ketika jatuh temponya bersamaan dengan pelemahan nilai tukar rupiah.