Pertamina Butuh Upaya Ekstra untuk Capai Target 1 Juta Barel Minyak pada 2030
Porsi Pertamina dalam produksi minyak nasional diperkirakan sebesar 60 persen. Oleh sebab itu, Pertamina butuh upaya ekstra untuk eksplorasi agar dapat tetap selaras dalam mencapai target 1 juta barel per hari pada 2030.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produksi minyak dan gas bumi atau migas PT Pertamina (Persero) sepanjang 2020 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Kinerja produksi tersebut diharapkan bisa meningkat dalam jalur pencapaian 1 juta barel minyak per hari pada 2030 sepanjang ada upaya ekstra dalam eksplorasi sumber migas.
Hingga akhir 2020, produksi migas Pertamina mencapai 862.7000 barel setara minyak per hari (BOEPD) yang terdiri dari minyak mentah 408.400 barel per hari dan gas bumi 2.634,2 juta standar kaki kubik per hari. Pada 2019, produksi migas Pertamina mencapai 906.000 BOEPD.
Di tengah produksi yang menurun tersebut, Pertamina merealisasikan pengeboran eksplorasi sembilan sumur dan menambah cadangan terbukti migas sebesar 212,5 juta barel setara minyak. Selain itu, Pertamina juga melakukan survei seismik laut regional 2D di wilayah terbuka sepanjang 32.215 kilometer dan survei seismik 3D seluas 755 kilometer persegi.
”Di tengah tren penundaan kegiatan eksplorasi akibat turunnya harga minyak, Pertamina justru terus melakukan eksplorasi,” kata Penanggung Jawab Sementara Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman melalui siaran pers, Selasa (15/6/2021).
Pertamina juga melakukan survei seismik laut regional 2D di wilayah terbuka sepanjang 32.215 kilometer dan survei seismik 3D seluas 755 kilometer persegi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro memperkirakan, ada dua faktor yang kemungkinan menyebabkan penurunan produksi migas Pertamina. Pertama, tren perusahaan migas internasional yang cenderung menunda produksi lantaran menunggu kenaikan harga minyak bumi. Faktor ini ditandai dengan jumlah produksi yang merosot, tetapi cadangan minyak meningkat.
Faktor kedua ialah eksplorasi sumber migas tidak seagresif periode sebelumnya. Ciri-ciri faktor tersebut terlihat lewat penurunan produksi yang dibarengi dengan melorotnya jumlah cadangan. Dia mengharapkan, penurunan produksi migas pada Pertamina tidak berasal dari faktor kedua karena peran perusahaan energi tersebut sangat penting dalam mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030.
”Ketika pengelolaan Blok Rokan, Riau, beralih dari Chevron ke Pertamina, porsi Pertamina terhadap produksi minyak nasional dapat mencapai 60 persen. Oleh sebab itu, Pertamina butuh upaya ekstra untuk eksplorasi dan pengembangan sumur agar dapat tetap selaras menuju target 1 juta barel per hari pada 2030,” ujar Komaidi saat dihubungi.
Eksplorasi dan pengembangan sumur membutuhkan pendanaan dan investasi. ”Bagi Pertamina, kinerja keuangan dan produksi migas bagai dua sisi mata koin. Keduanya tidak dapat dipisahkan,” ujarnya.
Ketika pengelolaan Blok Rokan, Riau, beralih dari Chevron ke Pertamina, porsi Pertamina terhadap produksi minyak nasional dapat mencapai 60 persen.
Dengan demikian, dia menggarisbawahi, Pertamina mesti menyeimbangkan antara kinerja keuangan yang sehat dan upaya-upaya eksplorasi. Kinerja keuangan harus mempertimbangkan adanya potensi investasi yang dapat menjadi aset dan mampu memberikan keuntungan secara jangka panjang.
Di sisi hilir, volume penjualan konsolidasi Pertamina yang terdiri dari bahan bakar minyak, avtur, elpiji, dan petrokimia mencapai 82,81 juta kiloliter sepanjang 2020. Realisasi penjualan bahan bakar minyak (BBM) kewajiban pelayanan public (PSO), seperti minyak tanah, biosolar, dan premium, mencapai 22,87 juta kiloliter. Penjualan BBM non-PSO dan produk non-BBM secara total mencapai 47,21 juta kiloliter. Adapun penyaluran volume LPG PSO pada 2020 mencapai 7,16 juta ton.