Diskon PPnBM Didorong Berbasis Emisi Gas Buang Mobil
Jika target mengendalikan krisis iklim dan mengurangi emisi karbon terus ditunda dengan kebijakan yang kontradiktif, dampak jangka panjangnya bisa lebih buruk.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah memperpanjang stimulus Pajak Pembelian atas Barang Mewah mobil baru dinilai bertentangan dengan upaya mendorong produk otomotif yang ramah lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pemerintah menyebut pemberian diskon pajak yang besar atas pembelian mobil baru hanya akan berlaku sementara.
Ekonom lingkungan di World Resources Institute (WRI), Sonny Mumbunan, Selasa (15/6/2021), mengatakan, dewasa ini urgensi untuk melakukan langkah tegas pengurangan emisi gas rumah kaca semakin mendesak. Namun, kebijakan yang dibuat pemerintah kerap saling bertentangan satu sama lain, seperti perpanjangan diskon PPnBM mobil baru.
Ia memaklumi alasan pemerintah bahwa stimulus itu dibutuhkan untuk memulihkan sektor otomotif. Namun, jika target mengendalikan krisis iklim dan mengurangi emisi karbon terus ditunda dengan kebijakan kontradiktif, dampak jangka panjangnya bisa lebih buruk.
”Menurunkan emisi bukan lagi sebatas wacana seperti 5-10 tahun lalu. Krisis iklim punya dampak jangka panjang terhadap ekonomi. Kenaikan suhu 1,5 derajat celsius bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi hingga 2-4 persen dan menurunkan penciptaan lapangan kerja,” kata Sonny saat dihubungi di Jakarta.
Sebelumnya, pemerintah berencana memperpanjang diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 100 persen untuk penjualan mobil 4×2 di bawah 1.500 cc sampai Agustus 2021. Sementara PPnBM DTP 50 persen diperpanjang menjadi Desember 2021 (Kompas, 15/6/2021).
Menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Jongkie Sugiarto, meski pemberian diskon PPnBM mobil baru untuk sekarang menguntungkan, ke depan pemerintah perlu mendorong diversifikasi produk kendaraan dalam negeri melalui revisi PP Nomor 73 Tahun 2019 untuk menurunkan emisi gas buang dari kendaraan bermotor.
Diversifikasi produk bisa membantu industri otomotif lebih berjaya di pasar ekspor. Saat ini Indonesia masih fokus pada produksi jenis mobil tertentu yang tidak sesuai dengan kondisi permintaan global. Itu membuat porsi pasar ekspor otomotif masih kecil.
”Jadi, pengenaan PPnBM tidak lagi mengacu ke jenis kendaraan, tetapi emisi. Mobil dengan bahan bakar irit dan emisi rendah, mendapat PPnBM lebih rendah juga. Dengan itu, ada diversifikasi produk dari industri dalam negeri,” katanya.
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan, pada tahun 2025 akan ada 2.200 unit mobil listrik dan 2,13 juta unit sepeda motor listrik yang dapat diproduksi dalam negeri. Secara bertahap, jumlahnya akan meningkat menjadi 4,2 juta unit mobil listrik dan 13,3 juta unit motor listrik di tahun 2050.
Hanya sementara
Terkait itu, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri mengatakan, pemerintah masih konsisten menekan emisi karbon dan mendorong tumbuhnya industri kendaraan listrik. Namun, untuk sementara ini, stimulus pajak bagi pembelian sejumlah jenis mobil tetap dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi.
Memang, penerapan diskon 100 persen PPnBM mobil baru akan dievaluasi secara berkala setiap tiga bulan sehingga ada kemungkinan stimulus itu diperpanjang lagi setelah Agustus 2021. Namun, menurut Febri, pemerintah juga sedang mempertimbangkan dampaknya yang bisa kontraproduktif terhadap pengembangan sektor otomotif yang ramah lingkungan.
”Program (diskon PPnBM) ini hanya untuk sementara, untuk kita bisa keluar dari pelemahan ekonomi di sektor otomotif. Kami masih on track dengan upaya membangun sektor otomotif yang ramah lingkungan,” kata Febri.
Adapun perpanjangan diskon PPnBM tersebut belum mulai berlaku saat ini. Febri mengatakan, penerapan stimulus itu masih menunggu Kementerian Keuangan. Untuk saat ini, ketentuan yang berlaku masih sesuai skema awal, yakni diskon PPnBM 100 persen pada periode Maret-Mei.
Terkait ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan, peraturan Menteri Keuangan yang akan menjadi payung hukum baru untuk mengatur perpanjangan relaksasi PPnBM sedang disusun.
PMK ini nantinya akan merevisi aturan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 20 Tahun 2021 tentang PPnBM atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Anggaran 2021. ”Perubahan PMK sedang disiapkan,” ujarnya.
Tantangan produksi
Sementara itu, menyikapi perpanjangan diskon PPnBM mobil baru, pelaku industri bersiap menyeimbangkan produksi dengan permintaan yang melonjak. Mengacu pada data Gaikindo, hampir semua merek kendaraan yang mendapat diskon pajak mengalami penurunan produksi dari Maret-Mei 2021.
Pada Maret, produksi sebanyak 102.637 unit. Namun, pada April, tingkat produksi menurun menjadi 93.575 unit dan menjadi 63.636 unit pada Mei.
Sementara meski mulai menurun di bulan Mei, permintaan dari pasar domestik menunjukkan tren meningkat. Pada Maret, penjualan ritel sebanyak 77.515 unit, meningkat menjadi 79.499 unit di April, tetapi menurun 19,3 persen menjadi 64.175 unit.
Menurut Vice President Director Toyota Astra Motor Henry Tanoto, kendati permintaan naik cukup tinggi akibat diskon PPnBM, keterbatasan pasokan mobil membuat pembelian secara inden tidak terelakkan.
”Ini menjadi tantangan untuk kami bagaimana menyesuaikan demand yang cukup tinggi sejak Maret lalu dengan alokasi produksi yang tentunya di masa pandemi ini menghadapi macam-macam tantangan,” kata Henry.
Oleh karena itu, sampai hari ini, pihaknya masih terus berusaha berkomunikasi secara intens dengan pihak pabrik otomotif atau PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan tersebut. (AGE/DIM)