Kinerja Ekspor Ditopang Kenaikan Permintaan dan Harga Komoditas
Para pemangku kepentingan diharapkan bisa menjaga tren positif ekspor agar pertumbuhan ekonomi nasional terus terdongkrak. Di sisi lain, pandemi Covid-19 yang belum mereda bisa menghambat laju pertumbuhan ekspor.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kembali membukukan surplus neraca perdagangan pada Mei 2021 sehingga mengalami surplus selama 13 bulan berturut-turut. Positifnya kinerja perdagangan ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan permintaan dan harga sejumlah komoditas nonmigas.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai total ekspor Indonesia pada Mei 2021 sebesar 16,6 miliar dollar AS dan impornya 14,23 miliar dollar AS sehingga neraca perdagangannya masih surplus sebesar 2,63 miliar dollar AS. Surplus pada Mei tersebut semakin menopang surplus neraca perdagangan pada Januari-Mei 2021 yang sebesar 10,17 miliar dollar AS.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan permintaan dan harga sejumlah komoditas nonmigas sangat berpengaruh sekali terhadap kinerja perdagangan Indonesia. Beberapa komoditas yang harganya naik adalah batubara, minyak kelapa sawit mentah (CPO), batubara, timah, tembaga, nikel, dan emas.
Batubara, misalnya, secara bulanan harganya naik 16,07 persen dan secara tahunan naik 103,9 persen. Kemudian CPO, harganya naik 7,9 persen dari April 2021 ke Mei 2021, sedangkan secara tahunan harganya melambung 101,74 persen. Sementara harga tembaga naik 8,98 persen secara bulanan dan 93,94 persen secara tahunan.
”Meningkatnya harga komoditas nonmigas yang seiring dengan pulihnya permintaan global inilah yang membuat kinerja ekspor Indonesia tumbuh positif,” ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta yang digelar secara hibrida, Selasa (15/6/2021).
Meningkatnya harga komoditas nonmigas yang seiring dengan pulihnya permintaan global inilah yang membuat kinerja ekspor Indonesia tumbuh positif.
Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya nilai ekspor produk lemak dan minyak nabati atau hewani sebesar 10,6 juta dollar AS, tembaga sebesar 23,3 juta dollar AS, dan bahan bakar mineral sebesar 281,9 juta dollar AS pada Mei 2021 terhadap April 2021. Hal ini turut menopang kinerja positif ekspor sektor pertanian dan tambang pada Januari-Mei 2021 yang masing-masing tumbuh 13,39 persen dan 31,82 persen dibandingkan periode sama 2020.
Sementara itu, permintaan produk ekspor nonmigas Indonesia pada Mei 2022 masih didominasi oleh China dengan pangsa pasar 22,14 persen dari total ekspor nonmigas, AS (10,88 persen), Jepang (7,01 persen), Malaysia (5,33 persen), dan India (5,3 persen). Total ekspor nonmigas Indonesia pada Mei 2019 sebesar 15,66 miliar dollar AS.
”Nilai ekspor Indonesia ke India pada Mei 2021 terhadap April 2021 ini turun 290,3 juta dollar AS. Gelombang kedua Covid-19 di India menjadi penyebabnya,” kata Suhariyanto.
Suhariyanto berharap para pemangku kepentingan terkait bisa menjaga tren positif ini agar pertumbuhan ekonomi nasional terus terdongkrak. Ia juga mengingatkan, pandemi Covid-19 yang belum mereda terus membayangi dan berpotensi menghambat perbaikan kinerja semua sektor ekonomi, termasuk perdagangan.
Pandemi Covid-19 yang belum mereda terus membayangi dan berpotensi menghambat perbaikan kinerja semua sektor ekonomi, termasuk perdagangan.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan pelaku usaha untuk meningkatkan eskpor dan menumbuhkan bisnis di tingkat internasional. Penjajakan bisnis melalui forum bisnis digelar dan geliat daerah menopang ekspor nasional ditingkatkan.
Dalam forum bisnis yang digelar Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Lagos di Kano, Nigeria, produk makanan dan minuman, jamu, batik, sepatu, dan sandal kulit diperkenalkan. Mereka paling banyak meminati produk alas kaki dan obat herbal, khususnya jamu. Obat herbal produksi Indonesia tersebut banyak dijumpai di Pasar Sabon Giri, Kano.
”Produk-produk lain yang diminati adalah tekstil dan produk tekstil, busana, dan makanan olahan,” kata Hendro Jonathan, Kepala ITPC Lagos, dalam siaran pers.
Menurut Hendro, Nigeria merupakan pasar yang menjanjikan bagi Indonesia. Jumlah penduduk Nigeria sebanyak 200 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Negara Bagian Kano sebanyak 20 juta jiwa.
Presiden Kamar Dagang, Industri, Pertambangan, dan Pertanian (KACCIMA) Kano, Dalhatu Abubakar, menyampaikan, pengusaha anggota KACCIMA meminati produk kertas, alat pertanian, suku cadang kendaraan, batik, busana muslim, alas kaki, dan ban. KACCIMA juga membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan Indonesia untuk berinvestasi di kawasan industri Kano.
Kementerian Perdagangan mencatat, total perdagangan migas dan nonmigas Indonesia-Nigeria pada Januari-April 2021 senilai 776,49 juta dollar AS. Ekspor Indonesia ke Nigeria 140,68 juta dollar AS dan impor Indonesia dari Nigeria 635,81 juta dollar AS sehingga Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar 495,13 juta dollar AS.
Perdagangan kedua negara tersebut didominasi impor minyak bumi. Di sektor nonmigas, pada Januari-April 2021 ekspor Indonesia ke Nigeria sebesar 140 juta dollar AS, sedangkan impor dari Nigeria sebesar 36 juta dollar AS.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) juga berkomitmen menopang ekspor nasional dengan mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan ekspor. Pada 10 Juni 2021, perusahaan tisu di Jatim, PT Sun Paper Source, mengekspor 130 ton tisu ke Amerika Serikat, Jerman, Jepang, China, dan Australia.
Presiden Direktur PT Sun Paper Source Ventje Hermanto menyatakan, peningkatan ekspor juga disertai mengalirnya permintaan pasar ekspor yang tidak seperti biasanya. Selama ini, pasar meminta tisu dalam bentuk bahan setengah jadi. Namun, belakangan ini, pesanan juga meliputi produk siap pakai.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga berharap agar pelaku usaha dan pemerintah daerah meningkatkan diversifikasi produk dan tujuan ekspor. Salah satunya bisa dengan cara memanfaatkan perjanjian-perjanjian perdagangan antara Indonesia dan negara lain atau kawasan ekonomi.
Perjanjian-perjanjian perdagangan itu memberikan insentif tarif ataupun nontarif terhadap produk-produk ekspor Indonesia. ”Indonesia juga bisa mendorong ekspor tisu ke Pakistan karena memiliki perjanjian dagang dengan negara tersebut sehingga bea masuknya bisa 0 persen,” kata Jerry.