Tahun 2022 Indonesia akan menjadi ketua kelompok negara-negara G-20. Ketika itu, kepemimpinan Indonesia dalam aksi lingkungan akan menjadi sorotan.
Oleh
Ninuk M Pambudy
·4 menit baca
Dilema dialami negara berkembang dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Pertumbuhan ekonomi harus terjadi, tetapi ada batasan untuk tidak menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, terutama ketika keberadaan manusia terancam naiknya suhu muka Bumi sebesar 1,5 derajat celsius.
Pemerintah kembali menyatakan komitmen Indonesia mengatasi perubahan iklim. Presiden Joko Widodo dalam pertemuan virtual Konferensi ke-26 Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau COP26 UNFCCC pada 22 April 2021 menyatakan komitmen Indonesia memenuhi Perjanjian Paris yang ditandatangani pada 22 April 2016 di New York. Indonesia mengikatkan diri menurunkan emisi karbon hingga 29 persen dengan usaha sendiri pada 2030 dan 41 persen melalui kerja sama internasional.
Penurunan emisi karbon 29 persen pada 2030 dicapai melalui kehutanan (17,2 persen), energi (11 persen), pertanian (0,32 persen), industri (0,10 persen), dan limbah (0,38 persen). Langkah yang sudah dilakukan, antara lain, moratorium penebangan hutan mencapai 66 juta hektar, dan membuat deforestasi berada pada aras terendah. Pengendalian kebakaran hutan menurunkan area kebakaran hingga 82 persen dan rehabilitasi hutan bakau yang menyerap karbon empat kali lebih banyak dibandingkan dengan tutupan hutan tropis seluas 620.000 hektar pada 2040.
Meski demikian, Indonesia diharapkan berbuat lebih banyak lagi. Dalam diskusi daring oleh LP3ES, Sabtu (5/6/2021), Gerry van Klinken, Guru Besar Kehormatan University of Queensland dan University of Amsterdam, menyebut Indonesia penyumbang karbon terbesar keempat dunia. Ini disebabkan Indonesia salah satu pengekspor batubara terbesar bersama Australia dengan tujuan utama China.
Bahan bakar fosil, termasuk batubara, adalah penghasil karbon, salah satu gas rumah kaca. Gas-gas rumah kaca membentuk efek seperti rumah kaca yang menghalangi panas sinar matahari yang dipantulkan permukaan Bumi lepas ke atmosfer. Akibatnya, suhu muka Bumi naik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menaikkan kuota produksi batu baru dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton pada 2021, kenaikan itu ditujukan untuk ekspor. Sebanyak 75 persen dari total produksi batubara diekspor. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional menetapkan pengurangan bertahap ekspor batubara dan berhenti paling lambat tahun 2046 ketika kebutuhan dalam negeri mencapai 400 juta ton.
Di dalam negeri, pembangkit listrik berbahan bakar fosil masih sangat dominan. Menurut data KESDM, target bauran energi nasional tahun 2025 terdiri dari energi baru terbarukan 23 persen dari 11,2 persen pada tahun 2020, gas bumi 22 persen dari 19,16 persen, minyak bumi 25 persen dari 31,6 persen, sedangkan batubara 30 persen dari 38,04 persen.
Kenaikan kuota ekspor batubara menggambarkan kebutuhan pemerintah mengisi kas negara. Pandemi Covid-19 melebarkan defisit anggaran belanja dengan realisasi 6,09 persen.
Kenaikan kuota ekspor batubara menggambarkan kebutuhan pemerintah mengisi kas negara. Pandemi Covid-19 melebarkan defisit anggaran belanja dengan realisasi 6,09 persen. Tahun ini, pemerintah mulai mencari jalan menutup defisit yang ditargetkan menjadi 5,7 persen melalui pajak. Target pertumbuhan ekonomi tahun ini 4,5-5,5 persen.
Dampak berubahnya suhu muka Bumi tidak masuk di dalam angka pertumbuhan banyak negara. Perdebatan untuk memasukkan eksternalitas berupa degradasi lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam ke dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah terjadi sejak akhir 1980-an. Bila eksternalitas lingkungan dihitung, angka pertumbuhan ekonomi bisa lebih rendah.
Pemerintah diharapkan dapat memfasilitasi dunia usaha dan masyarakat berpartisipasi. Salah satunya melalui ekonomi sirkular, yaitu ekonomi yang memanfaatkan limbah suatu kegiatan untuk kegiatan lain sehingga tidak ada yang tersisa.
Peneliti Bank Indonesia, Arnita Rhisanty, dalam webinar Forum Kajian Pembangunan 3 Juni 2021 menekankan tujuan sirkular ekonomi adalah ekonomi tumbuh berkelanjutan. Banyak praktik ekonomi sirkular telah dilakukan masyarakat secara menguntungkan. Contoh paling sederhana pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk. Bank Indonesia membantu UKM di Jawa Tengah mengolah limbah pertanian dengan menghubungkannya ke perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas pupuk. Kegiatan itu meluas dan melibatkan 400 orang lebih.
PT Inocycle Technology Group Tbk (Inov) di Tangerang, Jawa Barat, mengolah tiga miliar botol plastik bekas yang dikumpulkan dari pemulung. Hasil pengolahan adalah serat sintetis yang dipasarkan, antara lain ke pembuat bantalan, seperti di otomotif, mebel, dan pakaian untuk pasar lokal dan ekspor. Menurut komisaris independennya, Widhyawan Prawiraatmadja, kepada Kompas, Inov meraih untung, tetapi menurun karena pandemi.
Inisiatif masyarakat yang terserak, seperti gairah milenial menggunakan produk lokal untuk mengurangi jejak karbon dan praktik pertanian lokal ramah lingkungan, perlu diorganisasikan dan dibantu melalui strategi dan kebijakan yang tepat sebagai partisipasi Indonesia mempercepat langkah menahan perubahan iklim. Ketika tahun 2022 Indonesia menjadi ketua kelompok negara-negara G-20, kepemimpinan dalam aksi lingkungan akan menjadi sorotan.