Proses migrasi siaran televisi analog ke televisi digital bukan sebatas menyangkut infrastruktur teknis, melainkan juga penyediaan program siaran yang berpihak pada muatan lokal.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses migrasi penyiaran televisi analog ke televisi digital atau analog switch off (ASO) yang sekarang tengah berlangsung semestinya disertai pembangunan ekosistem produksi program lokal di berbagai daerah. Dengan demikian, digitalisasi penyiaran bisa optimal menghasilkan diversifikasi konten.
”Apabila pasca-ASO, program penyiaran masih terpusat dari Jakarta dan sekitarnya seperti kecenderungan sekarang, maka digitalisasi tidak optimal. Pemerintah semestinya bisa ambil peran mendorong kesetaraan program siaran lokal dari seluruh wilayah di Indonesia,” ujar Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Masduki saat dihubungi Minggu (13/6/2021) di Jakarta.
Menurut Masduki, selama ini proses ASO cenderung lebih banyak membahas dari sisi teknis infrastruktur siaran televisi digital. Adapun isi program siaran yang mendukung keragaman konten lokal jarang dibahas. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) semestinya dapat berkolaborasi dengan kementerian atau lembaga lain dalam produksi konten lokal yang beragam.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio mengatakan, konsekuensi dari proses ASO adalah satu kanal (mux) bisa diisi sampai 12 stasiun televisi. Ini berarti memungkinkan muncul stasiun-stasiun televisi baru. Agar konten pendidikan dan anak tetap diprioritaskan pasca-ASO, KPI mengusulkan agar ada pengaturan khusus terkait jenis konten itu. Misalnya, pada alat pengendali jarak jauh atau remote televisi, stasiun yang khusus menayangkan konten anak dan pendidikan diberikan saluran bernomor tunggal sehingga mudah diakses.
Peran KPI dan KPI daerah harus tetap ada pasca-ASO sehingga pengawasan konten tetap berjalan. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah daerah ikut membantu dan mendukung pendanaan KPI daerah.
Terkait Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), Agung menyebut proses revisi tetap terus berlangsung agar relevan dengan perubahan zaman. Salah satu substansi yang direvisi adalah porsi konten lokal serta keberpihakan kepada suara perempuan dan anak.
”Idealnya memang harus ditambah. Namun, penambahan porsi konten lokal pasca-ASO tetap perlu memperhatikan kesiapan lembaga penyiaran sampai rumah produksi di daerah,” ujarnya.
P3SPS yang berlaku sekarang mewajibkan lembaga penyiaran memuat paling sedikit 10 persen dari kapasitas saluran untuk program siaran produksi lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta lokal. Konten lokal yang dimaksud bisa terkait budaya dan pemakaian bahasa lokal.
P3SPS yang berlaku sekarang mewajibkan lembaga penyiaran memuat paling sedikit 10 persen dari kapasitas saluran untuk program siaran produksi lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta lokal.
Agung menambahkan, KPI telah mengusulkan kepada pemerintah agar lembaga penyiaran televisi lokal mendapatkan kebijakan afirmatif pasca-ASO. Sebagai contoh, pemerintah memberikan kemudahan sewa mux dari lembaga penyiaran televisi pemegang lisensi multiplexing kepada lembaga penyiaran televisi lokal.
Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan proses ASO ke dalam lima tahap berdasarkan wilayah penyiaran. Tahap pertama dilakukan paling lambat 17 Agustus 2021 dengan wilayah meliputi Kabupaten Aceh Besar, Kota Banda Aceh (Aceh), Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kota Batam, Kota Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Serang (Banten), Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kota Bontang (Kalimantan Timur), Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan (Kalimantan Utara), dan Kabupaten Nunukan (Kalimantan Utara).
Untuk tahap I, proses migrasi ASO sekarang berada di Banten I yang mencakup Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kota Serang. Staf Khusus Menkominfo Bidang Komunikasi Publik Rosarita Niken Widiastuti, akhir pekan lalu, mengatakan, sudah ada BSTV, TransTV, dan SCTV yang beroperasi sebagai penyelenggara multiplexing di wilayah itu.
Niken menyampaikan, hingga sekarang, Kemenkominfo masih terus menyosialisasikan ASO kepada masyarakat. Dia berharap pemerintah daerah, KPI daerah, dan lembaga penyiaran turut membantu sosialisasi ASO.
Kemenkominfo masih terus menyosialisasikan ASO kepada masyarakat. Dia berharap pemerintah daerah, KPI daerah, dan lembaga penyiaran turut membantu sosialisasi ASO.
Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan, YLKI hingga sekarang belum menerima keluhan ataupun pengaduan proses ASO dari masyarakat sebagai pemirsa. Namun, kondisi ini bukan berarti tidak ada masalah.