Di tengah kerterbatasan, acara virtual membantu mengurangi berbagai pengeluaran perusahaan. Misalnya saja biaya seminar, konferensi, pameran, dan pertemuan, biaya akomodasi,serta biaya perjalanan.
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 tak menyurutkan misi dagang antarpulau dan daerah, bahkan lintas negara. Pandemi yang membatasi perdagangan fisik justru melahirkan model baru membangun jaringan perdagangan dan bisnis secara virtual dan hibrida.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sekolah Ekspor, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri bekerja sama memanfaatkan momentum pandemi untuk memperkuat jaringan perdagangan dan bisnis secara virtual. Salah satunya dengan mempertemukan diaspora Indonesia di luar negeri dengan pelaku usaha di dalam negeri dalam ruang virtual.
Pada akhir Mei 2021, misalnya, ruang interaksi virtual tersebut direalisasikan melalui Seri Dialog Global 500K Eksportir Baru ”Diaspora Eksportir Baru Wilayah Amerika Serikat”. Diaspora yang memiliki bisnis di sejumlah wilayah AS dihadirkan.
Mereka bergerak di sektor ritel, logistik, pergudangan terintegrasi (warehouse), dan distribusi. Selain berbagi pengalaman dan membagikan kondisi pasar AS, para diaspora Indonesia itu juga berkomitmen menjadi aggregator atau penghubung dengan pebisnis dan konsumen di AS.
Adapun Balai Besar Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan Ekspor dan Sekolah Ekspor bekerja sama mengurasi dan memetakan diaspora-diaspora Indonesia yang tersebar di beberapa negara. Hal itu dalam rangka membangun jaringan ekspor dari hulu hingga hilir dan pembuatan peta jalan pengembangan ekspor bagi 500.000 eksportir baru dari kalangan UKM.
Pandemi juga membuat pemerintah "menyulap" pameran perdagangan internasional tahunan Trade Expo Indonesia (TEI) menjadi TEI Virtual Exhibition (TEI-VE) pada 2020. Sebulan digelar, pameran yang merupakan bagian dari misi dagang dan investasi ini membukukan transaksi senilai 1,2 miliar dollar AS. Pameran ini menghadirkan 690 pelaku usaha dan 7.459 pembeli yang meliputi 3.352 pembeli dari 127 negara mitra dagang dan 4.107 pembeli lokal.
Sementara untuk menggerakkan perdagangan antardaerah dan pulau, pemerintah daerah menggalakkan misi dagang dan investasi baik secara virtual maupun hibrida (daring dan luring). Pada akhir September 2020 misalnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim menggelar misi dagang hibrida dengan Pemprov Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Maluku.
Jatim menghadirkan 72 pelaku usaha, Kaltim 19 pelaku usaha, Maluku 18 pelaku usaha, dan Sulawesi Utara 8 pelaku usaha. Total transaksi yang dibukukan dalam misi dagang hibrida itu sebesar Rp 168,22 miliar.
Kemudian pada 3 Juni 2021, DKI Jakarta dan Jatim menandatangi nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama di bidang perdagangan, investasi, dan pembentukan komunitas kebutuhan pangan. Acara tersebut juga menghadirkan pelaku usaha dari DKI Jakarta dan Jatim dan berhasil membukukan transaksi senilai Rp 750,439 miliar.
Jatim merupakan salah satu provinsi yang paling getol meningkatkan perdagangan antarpulau dan daerah di Indonesia sejak 2016 melalui program misi dagang. Dalam periode 2016-2020, Jatim telah melaksanakan 40 misi dagang dengan nilai transaksi total Rp 14,6 triliun. Sebagian kecil di antaranya diraih melalui misi dagang virtual pada 2020. Pada tahun ini, misi dagang Jatim digalakkan secara hibrida.
Dalam periode 2016-2020, Jatim telah melaksanakan 40 misi dagang dengan nilai transaksi total Rp 14,6 triliun.
Grand View Research, perusahaan konsultan dan riset pasar yang berbasis di India dan AS, mencatat, pasar acara virtual global bernilai 77,98 miliar dollar AS pada 2019 dan 94,04 miliar dollar AS pada 2020. Laju pertumbuhan majemuk tahunan (coumpound annual growth rate/CAGR) dari 2020 hingga 2027 diperkirakan sebesar 23,2 persen. Acara virtual tersebut antara lain mencakup konferensi video, streaming, dan penyiaran langsung, bursa kerja, pameran dagang, serta komunikasi atau pertemuan bisnis perdagangan dan investasi.
Di tengah keterbatasannya tidak bisa bertatap muka secara langsung, acara virtual membantu mengurangi berbagai pengeluaran perusahaan. Misalnya saja biaya seminar, konferensi, pameran, dan pertemuan; biaya akomodasi; dan biaya perjalanan.
Grand View Research menyebutkan, di tengah keterbatasan yang tidak memungkinkan tatap muka secara langsung, acara virtual membantu mengurangi berbagai pengeluaran perusahaan. Misalnya saja biaya seminar, konferensi, pameran, dan pertemuan, biaya akomodasi, serta biaya perjalanan.
Pandemi memang membuat aktivitas semua sektor ekonomi mampat dan berjalan lambat. Namun, melalui ruang virtual, aktivitas ekonomi, termasuk perdagangan, bisa tetap berjalan. Ke depan, terlebih pascapandemi, pola dan model virtual dan hibrida ini bisa terus diadopsi untuk lebih menjangkau banyak kalangan dan menopang efisiensi biaya perusahaan ataupun negara.