Vietnam dan Diversifikasi ”Palugada” Otomotif Indonesia
Jika ingin memperluas pasar ekspor otomotif, Indonesia harus mendiversifikasi produk-produk mobilnya. Istilah pemasarannya adalah ”palugada”, apa yang lu mau, gue ada.
Oleh
hendriyo widi
·5 menit baca
Pasar ekspor otomotif Indonesia cukup menantang, terutama Vietnam. Negara tujuan ekspor otomotif terbesar kedua Indonesia ini tengah berbenah membangun industri otomotifnya. Tak cukup hanya dengan penerapan standar emisi Euro 5 pada Januari 2022, Vietnam pun berupaya merebut pasar otomotif domestik dan global melalui produk mobil nasionalnya.
”Saya sangat khawatir dengan Vietnam. Awalnya, Vietnam tidak punya apa-apa, tetapi negara tersebut mampu membangun industri otomotifnya dengan standar global,” kata Lin Che Wei, tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam webinar ”Sektor Otomotif Nasional: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang” yang digelar Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Menurut Lin, Vietnam telah memiliki peta jalan pengembangan industri otomotif nasional. Pada 2017, Vietnam telah menerapkan kebijakan standar emisi Euro 3 untuk sepeda motor dan Euro 4 untuk kendaraan roda empat selain bermesin diesel. Kemudian pada 2018 negara tersebut menerapkan Euro 4 bagi kendaraan roda empat bermesin diesel.
Awal Januari 2022, Vietnam mulai menuju pada penerapan Euro 5 untuk semua kendaraan bermotor baru, baik produksi lokal maupun impor. Sementara itu, Indonesia baru menerapkan Euro 4 pada 2021 dan Euro 5 pada 2027 untuk kendaraan bermesin diesel.
”Saya menangis melihat data ini. Padahal, Indonesia bersama Thailand merupakan dua negara yang paling unggul di ASEAN untuk sektor otomotif,” ujarnya.
Awal Januari 2022, Vietnam mulai menuju pada penerapan Euro 5 untuk semua kendaraan bermotor baru, baik produksi lokal maupun impor. Sementara itu, Indonesia baru menerapkan Euro 4 pada 2021 dan Euro 5 pada 2027 untuk kendaraan bermesin diesel.
Kendati kalah start dari Vietnam, lanjut Lin, Indonesia punya komitmen kuat untuk mengembangkan sektor otomotif yang berkelanjutan. Indonesia juga memiliki peta jalan untuk menurunkan emisi karbon sebesar 832 juta ton pada 2030. Hal itu antara lain dilakukan dengan cara mengembangkan energi baru terbarukan, mengurangi pengunaan energi fosil, dan mendorong penggunaan kendaraan listrik dengan target 2 juta mobil listrik dan 1,3 juta sepeda motor listrik.
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 8,19 miliar dollar AS pada 2019 dan 6,6 miliar dollar AS pada 2020. Pada Januari-April 2021 nilai ekspornya sebesar 3,13 miliar dollar AS, sedangkan pada Januari-April 2020 sebesar 2,31 miliar dollar AS.
Pasar terbesarnya adalah Filipina, Vietnam, Thailand, Jepang, dan Uni Emirat Arab. Vietnam merupakan pangsa pasar ekspor otomotif Indonesia terbesar kedua. Pada 2019 dan 2020, ekspor otomotif Indonesia ke Vietnam masing-masing senilai 1,03 miliar dollar AS dan 791,12 juta dollar AS. Kemudian pada periode Januari-April 2021 nilai ekspornya 362,91 juta dollar AS.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menuturkan, pangsa pasar otomotif di Vietnam sangat potensial. Rasio kepemilikan mobil di Vietnam baru 34 unit per 1.000 penduduk, jauh lebih rendah daripada Indonesia yang 99 unit per 1.000 pernduduk.
Kendati begitu, Vietnam terus bertumbuh dari sisi produksinya yang diorientasikan tidak hanya ke pasar domestik, tetapi juga ke luar negeri. Vietnam menopang pertumbuhan industri otomotifnya dengan kebijakan-kebijakan yang pro investasi dan ramah lingkungan.
”Salah satunya adalah kebijakan penerapan standar emisi Euro 5 pada 2022, baik untuk kendaraan impor maupun kendaraan yang diproduksi dalam negeri. Kebijakan ini berpotensi menghambat ekspor produk otomotif Indonesia ke Vietnam,” ujarnya.
Agar tidak kalah dari Vietnam, imbuh Jongkie, Indonesia perlu mengembangkan diversifikasi produk kendaraan bermotor. Pada 2019, segmen pasar otomotif global didominasi sport utility vehicle (SUV) dengan volume penjualan sebanyak 15,062 juta atau sebesar 34,3 persen. Kemudian disusul sedan, salah satunya adalah jenis sedan segmen C (compact/small family) sebanyak 6,446 juta atau 14,7 persen.
Sementara itu, mobil yang diproduksi di Indonesia masih didominasi jenis multi-purpose vehicle (MPV) sebesar 54,1 persen dan kendaraan bermotor hemat energi harga terjangkau (low cost green car/LCGC) sebesar 21,1 persen dari rata-rata total produksi kendaraan bermotor di Indonesia yang sebanyak 1,3 juta-1,4 juta unit.
”Di pasar global, segmen MPV ini menduduki peringkat keenam, yaitu sebanyak 2,677 juta atau sebesar 6,1 persen. Jika ingin memperluas pasar ekspor, Indonesia harus mendiversifikasi produk-produk mobilnya. Istilah pemasarannya adalah ’palugada’, apa yang lu mau, gue ada,” katanya.
Jika ingin memperluas pasar ekspor, Indonesia harus mendiversifikasi produk-produk mobilnya juga. Istilah pemasarannya adalah ’palugada’, apa yang lu mau, gue ada.
VinFast
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Indonesia untuk Vietnam Denny Abdi mengatakan, salah satu tantangan terbesar ekspor otomotif Indonesia ke Vietnam adalah penerapan Euro 5 tahun depan. Vietnam telah melaporkan akan menerapkan kebijakan pro lingkungan ini kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
”Hal ini jelas menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan pelaku industri otomotif di Indonesia agar bisa memproduksi kendaraan yang sesuai dengan standar tersebut jika ingin meningkatkan ekspornya ke Vietnam,” ujarnya.
Vietnam berupaya mengisi pasar domestiknya dengan produk-produk otomotif buatan sendiri. Utamanya adalah melalui VinFast, perusahaan yang didirikan oleh Vingroup pada 2017. Vingroup merupakan perusahaan milik konglomerat Phạm Nhật Vượng yang memiliki banyak anak perusahaan yang bergerak di beragam sektor, mulai properti, supermarket, mal, taman bermain, resort, rumah sakit, sekolah, universitas, pertanian, ponsel, jaringan internet, hingga ke farmasi dan mainan anak.
Dalam Paris Auto Show 2018, VinFast meluncurkan mobil pertamanya, yaitu sedan LUX A2.0 dan SUV LUX SA2.0. Dalam pembuatan mobil itu, mereka menggandeng jenama-jemana otomotif besar dan ternama, seperti BMW dan Opel. Mobil buatannya itu menggunakan platform dan teknologi dua perusahaan besar tersebut.
Menurut Denny, tahun ini VinFast menggulirkan investasi sebesar 3,5 miliar dollar AS untuk mengembangkan ekosistem rantai pasok di domestik dan global, serta untuk memproduksi mobil listrik dan bus listrik. Mereka juga membeli sejumlah pabrik-parik lokal, memperkuat sumber daya manusia, serta mengembangkan riset dan pengembangan untuk meningkatkan kandungan konten lokal.
”VinFast bahkan menggandeng dan membina para pelaku industri komponen lokal untuk menjadi pemasok di rantai pasok global,” katanya.
Di tengah berkembangnya pasar otomotif dunia dan isu perubahan iklim, industri otomotif nasional masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Kemajuan Vietnam menuju pemain otomotif kelas dunia dan penerapan standar emisi semakin menambah tantangan bagi Indonesia. Mau tidak mau, suka tidak suka, Indonesia tidak boleh tinggal diam.