Petani Berharap Kebutuhan Pokok Tidak Dikenai Pajak
Kalangan petani berharap bahan-bahan pangan tetap menjadi obyek yang tidak kena pajak. Sebab, jika dikenakan pajak, petani akan terkena imbasnya.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan petani berharap bahan-bahan pangan tetap menjadi obyek yang tidak kena pajak. Sebab, jika dikenakan pajak, petani akan terkena imbasnya.
Pemerintah sedang mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Terkait RUU tersebut, muncul polemik di masyarakat bahwa sejumlah jenis barang yang sebelumnya tidak termasuk obyek pajak nantinya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jenis barang yang menjadi polemik itu antara lain bahan pokok dan pendidikan.
Karena RUU tersebut baru akan dibahas bersama DPR, pemerintah belum bisa memastikan apakah bahan kebutuhan pokok dan biaya pendidikan yang dikonsumsi masyarakat menengah bawah tetap tidak akan terkena pajak atau dikenakan PPN dengan tarif lebih rendah.
Menanggapi polemik tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Zulharman Djusman sangat mengkhawatirkan adanya tekanan harga pada petani. ”Ketika PPN berlaku, permintaan dari pasar akan menurun. Jangankan untuk menyejahterakan, situasi tersebut dapat mempersulit kami balik modal,” katanya saat dihubungi, Jumat (11/6/2021).
Dia menyatakan, belum ada diskusi formal antara KTNA dan pemerintah selama perumusan RUU tersebut. Namun, dia akan berinisiatif mengadakan dialog informal, khususnya dengan pihak legislatif dan pemerintah, untuk memberikan masukan pada RUU tersebut.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin juga menyatakan belum ada diskusi antara asosiasi dan pemerintah terkait pengenaan PPN. Apabila terkena PPN, dia khawatir pedagang akan membebankannya pada harga di tingkat petani.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menolak jika bahan kebutuhan pokok dijadikan obyek pajak. ”Apalagi, pedagang pasar masih tertekan dengan situasi keterbatasan modal, sepinya pembeli, dan pembayaran retribusi yang masih berlangsung,” ujarnya.
Menurut dia, jika kebutuhan pokok dikenakan PPN, akan membebani pedagang pasar lantaran semakin tertekannya daya beli konsumen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai, pandangan yang beredar mengenai pengenaan PPN pada bahan pokok saat ini didasari oleh informasi pemerintah yang tidak lengkap. Menurut dia, pemerintah perlu menjelaskan dan menjabarkan peta jalan reformasi perpajakan secara tuntas kepada publik.