Pemanfaatan Teknologi Jadi Tantangan Inklusi Keuangan
Tantangan untuk mengejar target keuangan inklusif nasional salah satunya berasal dari pemanfaatan teknologi. Hanya 25 persen penggunaan telepon pintar di Indonesia yang dimanfaatkan untuk fasilitas keuangan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Upaya pemerintah mendorong inklusi keuangan terbentur oleh belum optimalnya pemanfaatan teknologi di masyarakat. Inovasi teknologi serta regulasi yang lebih bersahabat di bidang keuangan digital diharapkan dapat mendorong model keuangan digital untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam peluncuran kemitraan Visa-Alto bertema “Bersama Berdayakan Bangsa” yang berlangsung secara virtual, Kamis (10/6/2021).
Airlangga menuturkan, layanan keuangan formal yang tepat waktu, aman, dengan harga yang terjangkau merupakan tiga kunci bagi sektor keuangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi antarindividu dan antardaerah.
Layanan keuangan formal yang tepat waktu, aman, dengan harga yang terjangkau merupakan tiga kunci bagi sektor keuangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi antarindividu dan antardaerah. (Airlangga Hartarto)
“Untuk mencapai hal tersebut, melalui strategi keuangan inklusif pemerintah berupaya melakukan satu perluasan akses dan jangkauan layanan keuangan formal, peningkatan literasi dan perlindungan konsumen, serta peningkatan kualitas produk dan layanan keuangan digital,” ujarnya.
Pemerintah, lanjut Airlangga, menyadari tantangan untuk mengejar target keuangan inklusif nasional salah satunya berasal dari pemanfaatan teknologi. Ia mengatakan hanya 25 persen telepon pintar yang digunakan di Indonesia yang dimanfaatkan untuk fasilitas mobile banking maupun aplikasi uang elektronik.
"Presiden Joko Widodo telah menargetkan indeks inklusi keuangan nasional 90 persen pada 2024. Pada 2019 lalu, tingkat inklusi keuangan berada di posisi 76,2 persen," ujarnya.
Untuk mengejar tercapainya target inklusi keuangan, Airlangga berharap agar kerja sama VISA dan ALTO akan mampu mendukung ekosistem pembayaran digital agar menjadi lebih aman, cepat, dan murah untuk memperlancar transaksi keuangan.
Selain itu, kemitraan ini diharapkan mampu menurunkan biaya transaksi pembayaran, mendukung efektivitas kebijakan di sektor keuangan, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembayaran digital, agar dapat mendukung efektivitas kebijakan pemerintah di sektor keuangan.
“Semoga terjadi transfer ilmu dari Visa untuk ALTO agar ekosistem pembayaran digital di dalam negeri punya kemampuan kelas dunia di bidang keamanan siber, manajemen risiko, keberlangsungan bisnis dan operasional,” kata Airlangga.
Visa selaku perusahaan teknologi pembayaran global, bermitra dengan penyedia layanan switching dan pembayaran digital Indonesia ALTO untuk memfasilitasi pemrosesan transaksi kartu debit secara domestik, yang didukung oleh Bank Indonesia (BI).
Melalui kemitraan ini, Visa dan ALTO memiliki visi meningkatkan sistem Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) melalui peningkatan kapabilitas ALTO sebagai salah satu perusahaan mitra GPN di dalam negeri, dari sisi sistem keamanan, efisiensi operasional, dan manajemen risiko.
Kemitraan ini juga akan menghadirkan inovasi pembayaran terbaru dan memberikan layanan bernilai tambah bagi para pelaku bisnis dan konsumen, serta memperluas penerimaan teknologi pembayaran nirkontak dan e-dagang di Indonesia.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Fitria Irmi Triswati mengatakan, selaku otoritas moneter BI mendukung kemitraan ALTO dan Visa sebagai langkah penting dalam meningkatkan kapabilitas pemrosesan transaksi kartu debit secara domestik.
“Kami meyakini kemitraan ini akan memberikan nilai tambah dalam mendukung Visi Sistem Pembayaran Bank Indonesia 2025, terutama terkait prinsip timbal balik dalam hal pemrosesan semua transaksi secara domestik di sistem GPN,” ujarnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pengeluaran personal mengalami pertumbuhan dengan 64,5 juta transaksi kartu debit senilai Rp 29 triliun pada bulan April 2021, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan catatan di bulan April 2020 sebesar Rp 15 triliun.
“Data tersebut mencerminkan minat akan belanja rumah tangga yang kembali meningkat dan optimisme terhadap perekonomian Indonesia yang beranjak pulih secara bertahap di tengah pandemi Covid-19,” kata Fitria.
Presiden Direktur Visa Indonesia, Riko Abdurrahman, berharap pengalaman lembaganya yang lebih dari 60 tahun mengelola jaringan pembayaran global dapat memperkuat posisi ALTO sebagai salah satu mitra GPN untuk memfasilitasi penerapan standar operasional yang berkelas global.
“Kami berharap dapat mendorong pemberdayaan bangsa dalam mengusung perekonomian digital, serta memperluas akses pembayaran digital melalui sistem pembayaran nasional yang aman, andal, dan lancar,” ujarnya.
Sementara itu, CEO ALTO Network Armand Widjaja, mengatakan kemitraan ini menandakan pencapaian ALTO untuk menjadi mitra sistem pembayaran digital terpercaya di Indonesia, yang menawarkan layanan bisnis dengan keunggulan teknologi terbaru.
“Kami berbagi visi yang sama dengan Visa untuk mendorong pemberdayaan bangsa dengan menyediakan layanan pemrosesan transaksi kartu debit berkelas dunia bagi para konsumen di Indonesia,” ujarnya.