Jawab Problem Ketenagakerjaan, Wapres Dorong Pesantren Lahirkan ”Gus Iwan”
Pondok pesantren diharapkan melahirkan ”Gus Iwan”, yakni santri bagus, pintar mengaji, dan usahawan. Melalui pendidikan kewirausahaan untuk para santri, sebagian persoalan pengangguran diyakini bisa tertangani.
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengharapkan pondok pesantren bukan hanya sebagai pusat pendidikan dan pusat dakwah, melainkan juga menjadi pusat pemberdayaan masyarakat. Tak hanya keterampilan, para santri juga diharapkan diajari kewirausahaan sehingga pesantren dapat melahirkan ”Gus Iwan”, yakni santri bagus, pintar mengaji, dan usahawan.
Hal ini disampaikan Wapres Ma’ruf Amin pada Selasa (8/6/2021) saat memberikan sambutan dalam Rembuk Nasional Vokasi dan Kewirausahaan serta Peresmian Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas Tahun 2020 dan Bank Wakaf Mikro (BWM) di Pondok Pesantren Cipasung, Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Hadir pada kesempatan tersebut, antara lain, Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
”Ketenagakerjaan dan kesempatan berusaha bagi masyarakat kecil, terutama yang terkait akses permodalan, masih menjadi persoalan. Di tengah serangkaian upaya pemulihan di berbagai sektor yang terdampak pandemi Covid-19, persoalan tersebut juga semakin mengemuka dan menjadi perhatian serius pemerintah yang terus mengupayakan jalan keluarnya,” kata Wapres Amin.
Ketenagakerjaan dan kesempatan berusaha bagi masyarakat kecil, terutama yang terkait akses permodalan, masih menjadi persoalan.
Menurut Wapres Amin persoalan ketenagakerjaan saat ini juga semakin kompleks. Angka pengangguran di Indonesia masih relatif tinggi, sementara daya saing atau produktivitas tenaga kerja masih rendah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2021 menunjukkan, terdapat 19,1 juta tenaga kerja yang terdampak pandemi Covid-19.
Persoalan tersebut ditambah pula dengan pertumbuhan angkatan kerja baru yang cenderung terus meningkat setiap tahun serta minimnya penduduk usia angkatan kerja yang siap pakai atau pernah mengikuti pelatihan kerja. Kondisi itu menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian keterampilan. Tantangan menjadi semakin berat dengan perkembangan Revolusi Industri 4.0 dan teknologi digital yang semakin cepat yang mendisrupsi beragam sektor kehidupan, termasuk industri dan ketenagakerjaan.
”Oleh karenanya, afirmasi kebijakan pemerintah yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan dalam memitigasi beragam persoalan ketenagakerjaan tersebut agar tenaga kerja nasional dapat tetap eksis dan berperan di era persaingan global yang ketat ini,” kata Wapres Amin.
Pemerintah telah menetapkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai program prioritas yang paling utama. Hal ini karena faktor kualitas SDM menjadi kunci untuk memenangkan persaingan global. Tenaga kerja yang berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu negara terhadap negara lainnya, baik dari sisi daya tarik investasi maupun produk yang dihasilkannya.
Baca Juga: Produktivitas SDM Indonesia Masih Tertinggal
Angka pengangguran yang masih relatif tinggi dan daya saing yang rendah disebabkan, antara lain, oleh ketidaksiapan untuk beradaptasi terhadap perubahan dan disrupsi yang mengikutinya. ”Untuk itu, diperlukan konsep dan langkah-langkah perbaikan yang cepat, tepat, dan efisien sebagai fondasi yang penting untuk bisa bersaing terhadap negara lain di era teknologi digital saat ini,” ujar Wapres Amin.
Guna mewujudkan tenaga kerja yang handal, pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Diperlukan keterlibatan pemerintah daerah, BUMN, swasta, perguruan tinggi, lembaga riset, dan organisasi kemasyarakatan, termasuk lembaga keagamaan, seperti pondok-pondok pesantren yang tersebar di berbagai pelosok daerah.
Wapres Amin menuturkan, tantangan nyata yang dihadapi dalam melaksanakan langkah-langkah strategis untuk menyiapkan SDM yang mampu bersaing secara global adalah kemampuan di bidang teknologi digital, seperti big data (mahadata), artificial intelligence (kecerdasan buatan), dan internet of things (serba internet).
”Untuk itu, dalam kesempatan yang baik ini saya menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh jajaran Kemenaker yang sejak tahun 2017 telah bekerja keras mengembangkan program BLK komunitas melalui kolaborasi dengan berbagai lembaga keagamaan, seperti pondok pesantren, seminari, dhammasekha, dan pasraman,” kata Wapres Amin.
Wapres juga mengapresiasi peran OJK yang sejak tahun 2017 terus mendorong pengembangan BWM di pesantren-pesantren. Sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang terdaftar dan diawasi OJK, BWM didirikan untuk menyediakan akses permodalan bagi masyarakat kecil yang belum memiliki akses pada lembaga keuangan formal serta berperan untuk memberdayakan komunitas di sekitar pesantren dengan pola pendampingan.
Baca Juga: CSR BUMN Bantu Pengembangan Bank Wakaf Mikro
”Melalui konsep yang dikembangkan tersebut, BWM diharapkan dapat secara nyata mendukung upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Target nasabah pembiayaan BWM adalah masyarakat miskin produktif yang tidak dapat mengakses lembaga keuangan formal,” kata Wapres.
Model bisnis BWM, lanjut Wapres Amin, hadir sebagai inkubator untuk mempersiapkan nasabah agar nantinya naik kelas menjadi pelaku usaha yang mampu mengakses lembaga keuangan formal dengan persyaratan pembiayaan yang lebih kompleks.
BLK komunitas
Menaker Ida Fauziyah menuturkan, berdasarkan data BPS Februari 2021, komposisi angkatan kerja Indonesia terdiri dari 131,06 juta orang yang bekerja dan 8,75 juta orang yang menganggur. ”Apabila dibandingkan dengan data Agustus 2020, saat pandemi lagi kuat-kuatnya, jumlah angkatan kerja kita meningkat 1,59 juta orang. Penduduk bekerja naik sebesar 2,61 juta orang dan pengangguran turun sebesar 1,02 juta orang,” katanya.
Menurut Ida, data ini menunjukkan bahwa berbagai langkah mitigasi yang dilakukan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 serta memulihkan ekonomi nasional dapat dirasakan dampak positifnya. Kemenaker terus bekerja memulihkan sektor ketenagakerjaan, salah satunya dengan mengembangkan kompetensi calon tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja.
Baca Juga: Ekonomi Membaik, Pekerja Terdampak Covid-19 Berkurang
Dalam konteks ini, lanjut Ida, kehadiran BLK komunitas menjadi sangat strategis. Pembangunan BLK komunitas merupakan salah satu program terobosan pemerintah untuk memperluas akses pelatihan vokasi bagi masyarakat, khususnya di komunitas lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan agama. ”Dan, karena tingkat pengangguran tertinggi kita dapati pada saat pandemi maka kita perluas penerima program BLK komunitas ini berbasis serikat pekerja/serikat buruh,” katanya.
BLK komunitas ini penting karena Kemenaker bertekad mendekatkan sarana dan prasarana pelatihan dengan masyarakat di tingkat basis. Melalui BLK komunitas tersebut pemerintah bertekad untuk menjangkau segala sudut yang belum terjangkau oleh lembaga pelatihan, baik lembaga pelatihan pemerintah maupun swasta.
Ida menuturkan, BLK komunitas membekali keahlian vokasi sesuai kebutuhan pasar kerja dan keterampilan berwirausaha bagi para santri atau komunitas masyarakat di sekitarnya. Pada 2020, Kemenaker telah membangun 1.014 BLK komunitas atau melebihi target yang 1.000 BLK komunitas.
Dengan asumsi dua paket pelatihan per tahun untuk setiap BLK komunitas, kita bisa menambah kapasitas latih sebanyak kurang lebih 68.000 pencari kerja per tahun.
”Sehingga, sejak tahun 2017 hingga saat ini (telah dibangun) sebanyak 2.127 BLK komunitas yang tersebar di lembaga keagamaan seperti pondok pesantren, seminari, dhammasekha, pasraman, dan komunitas serikat pekerja dan serikat buruh di seluruh wilayah Indonesia. Dengan asumsi dua paket pelatihan per tahun untuk setiap BLK komunitas, kita bisa menambah kapasitas latih sebanyak kurang lebih 68.000 pencari kerja per tahun,” kata Ida.
Bank wakaf mikro
Ketua OJK Wimboh Santoso menuturkan pihaknya sangat mendukung program vokasi dan kewirausahaan dalam pengembangan kualitas pelatihan dan penyamaan standar pelatihan bagi seluruh komponen bangsa, terutama para generasi muda. OJK akan mendorong industri keuangan untuk dapat menjalin kerja sama dan bersinergi dengan program pelatihan yang dinaungi oleh BLK.
”Program bank wakaf mikro merupakan bagian dari upaya perluasan akses pembiayaan, pembinaan, dan pemberdayaan ekonomi umat. Dan, sekaligus mengungkit mentalitas kewirausahaan di lingkungan pesantren dan seluruh komponen masyarakat sekitarnya,” kata Wimboh.
Program bank wakaf mikro merupakan bagian dari upaya perluasan akses pembiayaan, pembinaan, dan pemberdayaan ekonomi umat. Dan, sekaligus mengungkit mentalitas kewirausahaan di lingkungan pesantren dan seluruh komponen masyarakat sekitarnya.
Wimboh menuturkan BWM menonjolkan skema sinergi, gotong royong, tanggung-menanggung, serta memberikan akses pembiayaan yang mudah, murah, tanpa jaminan, tanpa bunga, dan hanya sumbangan administrasi bagi masyarakat yang belum secara formal bisa diberi pembiayaan oleh lembaga keuangan formal.
Sejak diluncurkan tiga tahun lalu, lanjut Wimboh, sudah ada 61 BWM yang tersebar di 19 provinsi. ”Kehadirannya telah dirasakan oleh beribu-ribu nasabah yang jumlahnya akan terus bertambah. Dan, program bank wakaf mikro ini sekaligus adalah platform tambahan bagi pesantren dalam pembinaan umat yang berbasis pada pendidikan, pembinaan, dan pemberian contoh kepada masyarakat,” ujarnya.
Baca Juga: OJK NTB Diharapkan Prioritaskan Bank Wakaf Mikro
Sinergi BWM dengan BLK di pondok pesantren, menurut Wimboh, akan menjadi indikator dalam penciptaan dan peningkatan kapasitas usaha masyarakat di level sangat mikro dengan melalui dukungan pendanaan serta pembinaan. Identifikasi akan dilakukan untuk mengetahui nasabah BWM yang dapat ditingkatkan usahanya untuk mendapatkan pembiayaan lebih besar dan dibina agar lebih formal sehingga nantinya mereka bisa mendapatkan program-program pembiayaan formal dari pemerintah, seperti kredit usaha rakyat.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan bahwa sepanjang pandemi Covid-19 di tahun 2020, Jabar merupakan provinsi tertinggi dalam pencapaian investasi. Berdasar jawaban pertanyaan yang diajukannya kepada para investor terkait alasan pemilihan Jawa Barat sebagai lokasi investasi, mereka menganggap bahwa infrastruktur di provinsi tersebut relatif lebih baik.
”Hal menarik lainnya dari survei kepada investor kenapa mereka suka di Jawa Barat karena tingkat produktivitas SDM di Jawa Barat skornya tertinggi di Indonesia. Jadi, setara dengan skor SDM di Vietnam yang dianggap salah satu paling produktif di ASEAN. Ada sekitar 4-6 industri yang pindah ke provinsi lain karena mengejar upah murah, tapi (ternyata) produktivitasnya juga ikut turun sehingga kemudian balik lagi (ke Jawa Barat). Akhirnya, saya fasilitasi juga di Jawa Barat,” kata Ridwan.