Insentif Dipangkas, Mitra Kurir Butuh Jaminan Kerja Layak
Pekerjaan berstatus kemitraan seperti pengemudi transportasi daring dan kurir paket diprediksi semakin menjamur di Indonesia. Fenomena pasar kerja yang kian fleksibel ini tidak bisa dihadapi dengan kekosongan regulasi.
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan platform layanan on demand GoTo untuk mengubah skema insentif pengiriman paket berpotensi menurunkan pendapatan harian para mitra kurir di layanan GoKilat. Ini menguatkan urgensi perlunya regulasi untuk melindungi hak para kurir sebagai pekerja atau sebagai mitra yang diperlakukan setara dalam proses pengambilan keputusan.
Perubahan skema insentif atau bonus pengiriman paket kilat GoSend atau GoKilat di wilayah Jabodetabek dan Bandung mulai diterapkan Selasa (8/6/2021) ini. Skema baru itu menghitung bonus untuk mitra kurir GoKilat dengan cara mengalikan insentif per jumlah paket.
Di wilayah Jabodetabek, untuk pengantaran satu sampai sembilan paket, mitra kurir mendapat bonus Rp 1.000 per paket. Untuk 10-14 paket, bonus yang didapat menjadi Rp 2.000 per paket. Sementara, untuk 15 paket ke atas, bonusnya Rp 2.500 per paket.
Adapun skema yang berlaku sebelum ini, mitra yang mengirim lima paket mendapat bonus Rp 10.000. Berikutnya, pengiriman minimal delapan paket mendapat bonus Rp 30.000, 10 paket bonus Rp 45.000, 13 paket bonus Rp 60.000, dan 15 paket bonus Rp 100.000.
Perwakilan Mitra GoSend Sameday Jabodetabek, Yulianto Wibowo, Senin (7/6/2021), menuturkan, dengan skema baru itu, pendapatan bonus menurun cukup signifikan. Dulu, mitra masih bisa mendapat insentif Rp 100.000 per hari untuk mengantar 15 paket. Sekarang bonus yang didapat hanya Rp 37.500 untuk jumlah paket yang sama.
Baca juga: Merger GoTo Diharapkan Ikut Sejahterakan Mitra Pengemudi
Sebelum insentif menurun, dalam kondisi lancar, Yulianto biasanya mengantongi pemasukan kotor berkisar Rp 260.000-Rp 300.000 dengan mengantar 13-14 paket dalam sehari. Dengan skema lama, ia mendapat bonus Rp 60.000 per hari, sisanya didapat dari pendapatan argo per jarak tempuh (Rp 2.000 per kilometer).
Setelah dikurangi biaya bensin dan pengeluaran tak terduga lainnya, Yulianto biasanya membawa pulang Rp 160.000-Rp 200.000. Pemasukan harian ini tidak tetap karena bergantung pada kondisi jalan, cuaca, dan order yang masuk.
Bonus yang ia terima biasanya disimpan untuk modal bensin menjajal jalanan lagi keesokan harinya. Sisanya diserahkan kepada anak istri untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Ia juga menyisihkan uang sampingan untuk biaya servis motor rutin.
Ke depan, dengan beban kerja dan jarak tempuh yang sama, pemasukan harian Yulianto terancam menurun. Sebab, bonus yang diterima untuk mengantar 13-14 paket turun menjadi Rp 26.000-Rp 28.000. Beban kerja pun bertambah. Sebab, demi mendekati capaian bonus sebelumnya, ia harus bekerja lebih keras.
”Saya ragu apakah insentif baru ini bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan keluarga. Belum lagi kebutuhan servis motor, modal bensin, atau biaya cicilan motor,” ujarnya.
Skema insentif baru juga dinilai tidak setimpal dengan beban kerja dan risiko yang dihadapi di lapangan. Demi menjaga performa dan mendapat bonus, mitra pengantar paket berusaha tidak membatalkan order, meski ada beberapa barang yang sulit diantar karena volumenya terlalu besar untuk diangkut dengan motor.
”Satu kali saja cancel order, performa bisa turun 5-10 persen. Sementara bonus hanya bisa cair kalau performa kita minimal 80 persen. Akhirnya, mau tidak mau barang tetap diangkut meski berbahaya. Masalah seperti ini, manajemen tidak tahu-menahu,” tuturnya.
Baca juga : Kerja Layak bagi Kurir Lepas
Risiko kecelakaan kerja pun tak terhindarkan. Namun, para mitra tidak didaftarkan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja di BP Jamsostek karena status mereka bukan sebagai karyawan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan membantu mengirim ambulans, tetapi dari pengalaman, biaya berobat dan perawatan tetap menjadi beban mitra kurir.
Biaya pengisian bensin dan servis motor juga sepenuhnya tanggung jawab mitra. ”Argo per kilometer hanya dihitung saat ke titik antar. Sebaliknya itu ya ’kosongan’ karena order sudah selesai. Derita kami kalau kebetulan harus mengantar paket yang jauh-jauh,” katanya.
Aksi protes
Menurut Yulianto, pihak perusahaan tidak mengajak mitra kurir berdialog sebelum memutuskan mengubah skema insentif. Manajemen hanya melakukan sosialisasi sepihak atau pengumuman secara daring, pekan lalu. ”Kami ini sebenarnya mitra, tetapi kami tidak diajak berdialog dulu sebelum keputusan diambil,” katanya.
Setelah aksi protes di media sosial, akhir pekan lalu, manajemen mengajak 10 orang perwakilan mitra kurir untuk mediasi. Mitra pun mengajukan dua opsi. Pertama membatalkan skema insentif baru dan kembali ke skema lama. Kedua menyeimbangkan perubahan skema insentif itu dengan menaikkan tarif argo per kilometer agar penurunan pendapatan per hari tidak terlalu jomplang.
Namun, mediasi yang diadakan pada Minggu (6/6/2021) itu tidak mencapai titik terang. Pihak perusahaan tetap berkukuh menerapkan skema insentif baru. Per Selasa ini, tarif baru itu pun resmi sudah berlaku.
Baca juga : Antisipasi Dinamika Pasar Kerja yang Semakin Fleksibel
Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono mengatakan, perubahan skema insentif ini di luar ekspektasi mitra, mengingat Gojek dan Tokopedia baru melakukan merger dengan valuasi tinggi.
”Awalnya, mitra berharap merger GoTo bisa meningkatkan insentif mereka, ternyata tidak, justru sekarang menurun. Kami berharap pihak GoTo mau melakukan klarifikasi terbuka dan melakukan diskusi dulu sebelum memutuskan,” katanya.
Sebagai tanda protes, para mitra kurir melakukan aksi damai pada Selasa (8/6/2021) dengan mengantarkan karangan bunga berdukacita ke kantor Gojek di Kemang Timur, Jakarta Selatan. Selain itu, para mitra juga berkoordinasi dengan penjual (seller) serta merchant Gojek dan Tokopedia untuk menghentikan sementara layanan GoSend Sameday (GoKilat) selama 8-10 Juni 2021.
Saat dimintai tanggapan, VP Corporate Communications Gojek Audrey Petriny mengatakan, GoSend pada prinsipnya tidak mengubah skema pendapatan atau tarif pokok per jarak tempuh bagi mitra driver. Tarif argo yang diterima mitra tetap Rp 2.000 per kilometer (Jabodetabek) sesuai regulasi. Kebijakan yang akan berlaku mulai Selasa ini hanya dilakukan terhadap skema insentif atau bonus.
Ia beralasan, kebijakan penyesuaian insentif dengan menggunakan skema pengalian per paket itu dibuat agar jumlah mitra yang memperoleh insentif bonus lebih banyak dan merata. ”Dengan demikian, semakin banyak mitra yang berpeluang mendapatkan penghasilan tambahan di masa pemulihan pandemi ini,” kata Audrey.
Regulasi mendesak
Sebelum ini, pada April 2021, kasus serupa juga terjadi pada kurir Shopee Express. Perusahaan secara sepihak mengubah skema tarif upah per paket yang membuat pendapatan harian kurir menurun. Beberapa kurir sempat melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes.
Persoalan seperti itu semakin menyadarkan urgensi perlunya regulasi untuk melindungi para pekerja berstatus ”mitra” di tengah tren pasar kerja yang fleksibel, serta menjamurnya ekonomi gig dan start up digital.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai, ada kekosongan regulasi yang tidak bisa melindungi hak para mitra pengemudi, baik sebagai mitra maupun pekerja. Akibatnya, para mitra sering kali terpaksa menerima keputusan sepihak perusahaan. Mereka juga tidak mendapat perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan selayaknya pekerja lain.
Dari kacamata Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Kemitraan yang umumnya ditujukan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), para mitra ”ojol” tidak diperlakukan layaknya mitra yang setara dalam pengambilan keputusan. Sementara, dari kacamata UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pun, mereka juga tidak diperlakukan sebagai pekerja dengan hak-hak dasar yang harus dipenuhi.
Baca juga : Prospek Pekerjaan Berkualitas Masih Minim
Sementara jenis pekerjaan seperti ini justru diprediksi semakin menjamur. Menurut Laporan Outlook Lapangan Pekerjaan Indonesia 2020 oleh Bank Dunia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kurir paket serta pengemudi taksi dan transportasi publik termasuk dalam pekerjaan berprospek ”cerah” yang jumlahnya akan semakin banyak di Indonesia.
”Hal-hal seperti ini harus segera diantisipasi. Para pekerja mitra itu tetap subyek yang harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya untuk bekerja dengan layak,” kata Timboel.