Reformasi Perpajakan Harus Sejalan dengan Pemulihan Konsumsi Masyarakat
Reformasi perpajakan merupakan bagian dari upaya konsolidasi fiskal demi mengejar target defisit APBN pada 2023 berada di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menjalankan reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, reformasi ini memerlukan kalkulasi yang tepat dan perencanaan matang agar tidak mengganggu ritme pemulihan ekonomi dan iklim investasi nasional.
Saat dihubungi, Sabtu (5/6/2021), pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji, memandang bahwa terobosan dalam kebijakan pajak diperlukan untuk mendukung konsolidasi fiskal seusai pandemi Covid-19. Menurut dia, reformasi perpajakan menjadi salah satu jalan pintas meningkatkan penerimaan negara.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian Keuangan di hadapan Badan Anggaran DPR, pemerintah mengusulkan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) multitarif. Usulan tersebut termaktub dalam rancangan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pemerintah akan mengenakan tarif PPN yang lebih rendah untuk barang tertentu dan PPN dengan tarif lebih tinggi untuk barang-barang mewah.
Secara teoritis, reformasi pajak berbasis konsumsi tidak akan serta-merta mengganggu ritme pertumbuhan ekonomi nasional selama keputusan perubahan tarif sejalan dengan proses pemulihan konsumsi masyarakat.
Secara teoretis, lanjut Bawono, kinerja penerimaan PPN akan relatif lebih cepat pulih sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, keputusan perubahan tarif pajak berbasis konsumsi sebaiknya dilakukan sejalan dengan pemulihan konsumsi masyarakat.
”Keputusan pemerintah yang memilih berfokus pada pajak konsumsi adalah langkah yang rasional. Di lain pihak, tarif PPN yang berlaku di Indonesia sebesar 10 persen, masih di bawah rata-rata global yang sebesar 15,4 persen,” ujarnya.
Selain mengenakan PPN multitarif, reformasi perpajakan juga akan dilakukan pemerintah dengan mengadakan program sejenis pengampunan pajak atau tax amnesty. Namun, hingga saat ini, pemerintah masih enggan berbicara banyak terkait implementasi program tersebut.
Dalam kesempatan uraian kepada media terkait pemulihan ekonomi dan reformasi fiskal 2022, Jumat (4/6), Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, reformasi perpajakan tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
”Hampir seluruh negara di dunia pun melakukan kebijakan pajak baru dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi di masing-masing negara,” kata Febrio.
Febrio memastikan kebijakan reformasi perpajakan dilakukan dengan analisis yang mendalam sehingga dampak terhadap perekonomian terukur. Penerapan reformasi perpajakan juga akan dilakukan sembari memperkuat sistem perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi nasional.
Untuk itu, lanjut Febrio, konsolidasi fiskal secara bertahap dimulai dari tahun 2021 dan akan berlanjut di tahun 2022. Dalam ekonomi makro, konsolidasi fiskal merupakan upaya untuk peningkatkan penerimaan pajak serta perbaikan belanja anggaran.
Konsolidasi fiskal dilakukan agar defisit APBN bisa kembali berada di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023. Adapun defisit APBN 2022 ditargetkan 4,51 persen sampai 4,85 persen dari PDB.
”Dengan target tersebut, penurunan defisit bisa dilakukan untuk menuju target fiskal di tahun 2023. Selain memperkuat pendapatan negara melalui reformasi perpajakan, konsolidasi fiskal belanja negara juga harus diperbaiki kualitasnya,” ucap Febrio.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Kementerian Keuangan Amir Hidayat mengatakan, rancangan reformasi fiskal ditetapkan dengan pertimbangan yang matang.
Ia mencontohkan, dari sisi kebijakan baru, PPN yang berkaitan erat dengan daya beli masyarakat akan diselaraskan dengan peningkatan dan pemulihan konsumsi masyarakat yang sudah berlangsung di tahun ini setelah terperosok di tahun lalu.
”Ekspektasi pemerintah adalah pemulihan dari sisi konsumsi masyarakat akan terus naik sejalan dengan pengendalian pandemi. Pemulihan ini sudah terindikasi sekarang,” ujar Amir.