Para pelaku usaha berharap agar aktivitas perdagangan dan investasi antara Indonesia dengan Rusia dan EAEU diperluas, khususnya melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA).
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
Tujuh puluh satu tahun sudah atau sejak 3 Februari 1950 Indonesia melakoni relasi bilateral dengan Rusia. Patung perunggu Yuri Alekseyevich Gagarin yang diberikan Rusia kepada Indonesia menjadi salah satu simbol relasi persahabatan Jakarta-Moskwa.
Patung kosmonot pertama Rusia yang berhasil ke luar angkasa pada 1961 dengan wahana penjelajah Vostok I itu kini berada di Taman Mataram, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sejak diresmikan pada 12 Maret 2021. Patung itu juga menyimbolkan kerja sama Sister City Jakarta-Moskwa yang terjalin sejak 2006.
Selang tiga bulan ”kedatangan” Yuri di Jakarta, Indonesia menyambangi Rusia pada 3-5 Juni 2021. Tujuannya memperkuat kerja sama perdagangan dengan negara-negara yang tergabung dalam Uni Ekonomi Eurasia (Eurasian Economic Union/EAEU), yaitu Rusia, Armenia, Belarus, Kirgistan, dan Kazakhstan.
”Indonesia ingin memperkuat hubungan bilateral dan kerja sama khususnya dengan Rusia, termasuk juga negara-negara lain yang tergabung dalam EAEU. Kerja sama ini diharapkan membuka peluang peningkatan ekspor Indonesia ke EAEU dan investasi Rusia di Indonesia,” kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam siaran pers.
Indonesia ingin memperkuat hubungan bilateral dan kerja sama khususnya dengan Rusia, termasuk juga negara-negara lain yang tergabung dalam EAEU. Kerja sama ini diharapkan membuka peluang peningkatan ekspor Indonesia ke EAEU dan investasi Rusia di Indonesia.
Selama di Rusia, Lutfi, antara lain, akan menemui Menteri Perdagangan dan Perindustrian Rusia Denis Manturov, Menteri yang Bertanggung Jawab atas Integrasi dan Makroekonomi Komisi Ekonomi Eurasia Sergei Glazyef, dan Menteri yang Bertanggung Jawab atas Perdagangan Komisi Ekonomi Eurasia Andrey Slepnev. Lutfi juga berpartisipasi dalam Forum Ekonomi Internasional St Petersburg (SPIEF) ke-24 bertema ”A Collective Reckoning of the New Global Economic Reality”.
Relasi Indonesia-Rusia bukan tanpa masalah. Sama halnya dengan negara-negara di Eropa Barat, Rusia juga tengah membangun perekonomiannya menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang diterapkan Rusia ialah meringankan Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Taxes/VAT) untuk minyak nabati selain minyak kelapa sawit mentah (CPO). Sementara CPO dikenakan VAT sebesar 20 persen.
Selain itu, ada juga peraturan EAEU, Unified EAEU Veterinary and Sanitary Requirements, yang salah satunya tentang pembatasan kandungan kontaminan (substansi yang menjadi sesuatu tidak murni atau bersih) minimal minyak nabati, yaitu 3-monochlorpro-pandiol (3-MCPD) esters dan glycidol esters (GE) sebesar 1 ppm. Pembatasan ini berpotensi menghambat ekspor CPO ke EAEU.
Demikian pula relasi Indonesia-EAEU juga memiliki masalah yang identik dengan relasi Indonesia-Amerika Serikat (AS), yaitu menyangkut pemberian keistimewaan bea masuk atau tarif preferensial berdasarkan klasifikasi negara. AS memiliki sistem tarif preferensial (GSP), sedangkan EAEU memiliki Common System of Tariff Preferences (CSTP).
Per 12 Oktober 2021, Indonesia tidak lagi bisa menikmati keistimewaan CSTP. Pasalnya, Dewan Komisi Ekonomi Eurasia (EEC) telah menghapus Indonesia dari daftar negara berkembang penerima CSTP melalui Keputusan Dewan EEC Nomor 17 Tahun 2021.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani, Jumat (4/6/2021), mengemukakan, para pelaku usaha berharap agar aktivitas perdagangan dan investasi antara Indonesia dengan Rusia dan UAEU diperluas, khususnya melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA). Kadin melihat Rusia sebagai pasar ekspor dan investasi yang potensial, tetapi hingga saat ini kegiatan ekonomi Indonesia-Rusia masih sangat terbatas.
”Yang dominan justru hubungan dagang antarpemerintah (G-to-G) daripada perdagangan antara pelaku usahanya karena kita mengimpor pesawat dan senjata dari Rusia beberapa tahun terakhir ini. Padahal, potensi ekspor ke Rusia sangat besar, mulai dari CPO; produk perikanan, terutama udang; dan produk pertanian, seperti kopi, teh, kakao, dan nanas; hingga produk industri seperti sepatu kulit, ban, serta komponen permesinan dan kendaraan bermotor,” ujarnya.
Para pelaku usaha berharap agar aktivitas perdagangan dan investasi antara Indonesia dengan Rusia dan EAEU diperluas, khususnya melalui perjanjian perdagangan bebas (FTA).
Dalam kunjungannya ke Rusia, Shinta berharap agar Pemerintah Indonesia bisa menciptakan atau mempercepat pembentukan FTA Indonesia Rusia atau FTA Indonesia EAEU. Selain di bidang perdagangan, para pengusaha juga berharap investor-investor Rusia bisa masuk Indonesia khususnya untuk membantu industrialisasi nasional.
Pada 2020 nilai total perdagangan Indonesia dengan Rusia sebesar 1,93 miliar AS. Neraca perdagangan Indonesia masih surplus dari Rusia sebesar 10 juta dollar AS. Adapun nilai total perdagangan Indonesia dengan EAEU sebesar 2,25 miliar dollar AS. Dengan EAEU, neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar 350 juta dollar AS.
Negara anggota EAEU yang melakukan investasi di Indonesia pada 2020 hanya Rusia, yakni senilai 4,6 juta dollar AS untuk 206 proyek di sektor perhotelan dan restoran, perumahan, jasa lainnya, serta perdagangan dan reparasi.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Rusia dan negara-negara EAEU lainnya antara lain CPO dan produk turunannya, kopra, karet alam, kopi, dan mentega kakao. Sementara impor Indonesia dari negara-negara tersebut adalah besi dan baja setengah jadi, batubara, pupuk non-organik atau kimia, dan perlengkapan peluncuran pesawat.