Realisasi ekspor udang pada Januari-April belum sesuai dengan target pertumbuhan ekspor. Penyakit udang yang merebak menjadi penghambat produksi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspor udang Indonesia pada Januari-April 2021 belum optimal karena produksi yang menurun. Produksi berkurang, antara lain, karena penyakit yang menyerang udang.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat volume ekspor udang selama Januari-April 2021 sebesar 85.360 ton atau naik 8,37 persen secara tahunan. Adapun nilai ekspor udang sebesar 725,98 juta dollar AS atau tumbuh 11,95 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 648,48 juta dollar AS. Capaian nilai ekspor itu sekitar 31 persen dari target tahun ini yang sebesar 2,3 miliar dollar AS.
Pemerintah telah menargetkan ekspor udang naik bertahap hingga 250 persen dalam kurun 2019-2024, yakni dari 1,7 miliar dollar AS menjadi 4,25 miliar dollar AS. Secara tahunan, nilai ekspor udang diharapkan tumbuh rata-rata 20 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan volume ekspor rata-rata 15 persen per tahun.
Peningkatan ekspor udang selama Januari-April 2021 masih di bawah target pertumbuhan tahunan yang diharapkan.
Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia Budhi Wibowo mengemukakan, peningkatan ekspor udang selama Januari-April 2021 masih di bawah target pertumbuhan tahunan yang diharapkan. Industri pengolahan terus mendorong produk olahan udang yang bernilai tambah. Namun, volume produksi udang masih perlu ditingkatkan.
”Target pertumbuhan nilai ekspor udang 20 persen per tahun hanya bisa tercapai jika volume ekspor tumbuh 15 persen,” kata Budhi, saat dihubungi, Jumat (4/6/2021).
Sepanjang tahun 2020, volume ekspor udang tercatat 239.230 ton atau tumbuh sekitar 15 persen dibandingkan dengan 2019. Adapun nilai ekspor udang sebesar 2,04 miliar dollar AS atau tumbuh 19 persen secara tahunan.
Direktur Pemasaran KKP Machmud Sutedja mengemukakan, tren ekspor produk olahan udang terus meningkat sehingga diharapkan dapat mendorong nilai ekspor. Pada Januari-April 2021 komposisi ekspor produk olahan sekitar 30,23 persen dari total ekspor udang. Ekspor produk olahan itu tumbuh 9,43 persen secara tahunan.
Upaya memperluas pasar ekspor udang memerlukan sinergi dari hulu ke hilir dalam rangka meningkatkan daya saing.
Pemerintah terus mendorong perluasan akses pasar. Namun, upaya memperluas pasar ekspor udang memerlukan sinergi dari hulu ke hilir dalam rangka meningkatkan daya saing. Produk yang dipasarkan wajib memenuhi persyaratan mutu, standar, keberlanjutan, dan ketertelusuran (traceability).
”Kuantitas ekspor udang juga harus sesuai permintaan dengan harga yang bersaing,” kata Machmud.
Penyakit
Kuantitas ekspor udang yang tumbuh lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu dipicu, antara lain, oleh penyakit udang. Ketua Harian Shrimp Club Indonesia Hardi Pitoyo mengemukakan, persoalan utama berupa penyakit udang yang menghambat produksi, di antaranya penyakit kotoran putih (white feces) dan myo yang merebak di beberapa wilayah sentra produksi. Serangan penyakit itu mengakibatkan kematian dini udang kurang dari 30 hari. Selain itu, ada pula penyakit bintik putih (white spot).
”Banyak udang yang dipanen pada ukuran kecil,” kata Pitoyo.
Serangan penyakit itu mengakibatkan kematian dini udang kurang dari 30 hari. Selain itu, ada pula penyakit bintik putih (white spot).
Pihaknya menduga serangan penyakit udang tersebut disebabkan faktor cuaca, antara lain curah hujan tinggi di awal tahun. Meski demikian, serangan penyakit memungkinan untuk dapat diatasi dan masih ada waktu enam bulan untuk mengejar target produksi.
Menurut Budhi, untuk menggenjot kembali peningkatan produksi udang, diperlukan realisasi janji pemerintah dalam hal penyederhanaan perizinan tambak udang. Hingga saat ini masih dibutuhkan 21 perizinan untuk membuka usaha tambak udang.
”Kalau penyederhanaan perizinan bisa terlaksana, para pengusaha tambak bisa bekerja dengan tenang dan investasi baru untuk tambak udang akan banyak yang masuk,” katanya.