Dengan penduduk mencapai 12,7 persen dari total populasi Muslim dunia, Indonesia masih sebatas jadi pasar produk halal global. Padahal, ada potensi pasar yang besar yang seharusnya bisa dikuasai pelaku industri lokal.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar halal dunia menyimpan potensi besar yang belum maksimal dimanfaatkan industri dalam negeri. Pengembangan produk halal disiapkan dari sekarang agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi negara lain, tetapi juga pemain utama yang menguasai pasar lokal sampai global.
Mengacu laporan State of Global Islamic Economy 2020-2021, pada 2019 masyarakat Muslim dunia menghabiskan konsumsi total 2,02 triliun dollar AS di sektor makanan, farmasi, kosmetik, mode, perjalanan/wisata, media, dan rekreasi halal.
Meski sempat turun pada 2020 karena dampak pandemi Covid-19, konsumsi masyarakat Muslim dunia diprediksi naik jadi 3,2 triliun dollar AS pada 2024. Sebagai contoh, tingkat konsumsi pangan halal dunia diprediksi naik dari 1,17 triliun dollar AS tahun 2019 menjadi 1,38 triliun dollar AS pada 2024. Sementara konsumsi mode Muslim dunia diproyeksi meningkat dari 277 miliar dollar AS pada 2019 menjadi 311 miliar dollar AS pada 2024.
Kendati menyimpan potensi besar, laporan yang sama menunjukkan, Indonesia belum menjadi pemain ekspor utama berbagai produk halal. Dengan jumlah penduduk mencapai 12,7 persen dari total populasi Muslim dunia, Indonesia baru sebatas jadi negara pasar.
Sebagai contoh, Indonesia menduduki peringkat pertama negara konsumen makanan halal terbesar dengan tingkat konsumsi 144 miliar dollar AS, tetapi tidak masuk dalam lima besar negara pengekspor.
Di sektor mode Muslim, Indonesia adalah negara kelima konsumen terbesar (16 miliar dollar AS), tetapi tidak masuk dalam lima besar negara pengekspor. Indonesia lebih banyak menerima produk dari China, India, atau Bangladesh, selaku pemain utama ekspor mode Muslim global.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih, Kamis (3/6/2021), mengatakan, kondisi itu harus segera diubah. Pasar halal menyimpan potensi menggiurkan, tak hanya secara global, tetapi juga domestik.
Ada 87,2 persen ceruk pasar konsumen Muslim dari total 273 juta penduduk RI yang seharusnya bisa dikuasai oleh industri lokal. Selama ini, pangsa itu banyak diisi produk impor. ”Sudah bukan saatnya kita hanya menonton dan menjadi pasar. Kita juga harus jadi pelaku dan persiapannya harus dimulai dari sekarang,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta.
Tahun ini, pemerintah menggeser fokus pengembangan industri kecil-menengah (IKM) untuk menghasilkan produk halal, khususnya pangan dan mode yang dinilai sudah lebih siap ekspor. Ada 4,4 juta unit usaha IKM dengan jumlah pelaku 9 juta orang yang sedang dibina untuk mendapat sertifikasi halal dan memenuhi standar internasional.
Untuk mengenalkan dan menyediakan akses pasar bagi produk halal IKM nasional, Kementerian Perindustrian menggelar Indonesia Industrial Moslem Exhibition (II-Motion) 2021, pada 3-5 Juni 2021. Perhelatan yang dibuka oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin itu akan digelar secara virtual.
”Kami menyiapkan pameran ini untuk memenuhi pasar Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk pasar ekspor mengingat ini pameran virtual. Untuk saat ini, fokusnya baru ke IKM, tetapi ke depan, industri besar juga akan diikutsertakan. Sebab, untuk mengisi tuntutan demand yang besar, tidak cukup hanya dari IKM,” tutur Gati.
Pemerintah menargetkan penjualan senilai Rp 3 miliar selama pameran tiga hari itu. Lewat perhelatan itu, pemerintah juga akan memetakan sektor yang paling banyak dilirik dan yang kurang laku. ”Langkah pembinaan nanti akan kami evaluasi setelah akhir pameran, produk apa yang perlu diperhatikan, jenis pelatihan apa yang harus disiapkan,” katanya.
Sertifikasi halal
Salah satu kendala yang dihadapi Indonesia adalah kurasi produk. Gati mengatakan, masih banyak produk yang belum sesuai dengan standar internasional. Untuk itu, program pelatihan dan pendampingan ke IKM akan ditingkatkan, termasuk mendorong proses produksi lewat bantuan mesin dan peralatan produksi, serta sertifikasi uji kompetensi halal gratis.
Kepala Pusat Standardisasi dan Kerja Sama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Siti Aminah mengatakan, sertifikasi halal untuk IKM akan diringankan. Saat ini, prosesnya sedang menunggu peraturan menteri keuangan yang mengatur tarif gratis bagi usaha mikro dan kecil.
Ia mengatakan, jaminan produk halal global merupakan faktor penting untuk merambah pasar halal dunia. ”Sertifikasi halal untuk usaha mikro-kecil tidak kami kenakan biaya, tetapi syaratnya pelaku usaha harus menggunakan bahan baku yang tidak berisiko atau risikonya rendah,” ujarnya.
BPJPH saat ini sedang menyusun sistem jaminan produk halal (JPH) baru yang akan menjadi standar baru yang disesuaikan standar halal di level nasional ataupun internasional untuk diimplementasikan pelaku usaha. Namun, sistem JPH itu sedang difinalisasi.
”Sebelum itu sah berlaku, pelaku usaha masih bisa menggunakan sistem jaminan halal (SJH) yang waktu itu dibuat Majelis Ulama Indonesia (MUI),” kata Siti.
Adapun tahapan sertifikasi halal untuk produk makanan minuman diberikan waktu sampai 17 Oktober 2024. Sementara produk selain makanan dan minuman diberi tenggat sampai 17 Oktober 2026. Artinya, sejauh ini, produk yang belum tersertifikasi halal masih bisa beredar.
”Ke depan, kalau produk tidak halal, akan ada sanksi. Namun, perlu diingat, konsep halal ini bukan berarti kita melarang produk nonhalal. Akan tetapi, ada pemetaan dan pembedaan antara yang nonhalal dan yang halal,” ujarnya.
Data BPJPH, sampai 31 Mei 2021, ada 19.071 pelaku usaha yang mendaftarkan produknya untuk sertifikasi halal. Ada 7.536 pelaku usaha yang sertifikatnya sudah diterbitkan dengan 93.547 produk.