Pemerintah Andalkan Kinerja Perdagangan dan Investasi pada 2022
Proyeksi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kisaran 5,1 persen hingga 5,3 persen pada 2022 berpotensi meleset jika tingkat penularan Covid-19 masih tidak terkendali.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tercapainya target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen yang dicanangkan pemerintah pada 2022 akan bergantung pada pengendalian pandemi Covid-19. Selain itu, investasi dan perdagangan juga diharapkan berkontribusi lebih besar.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR untuk pembahasan asumsi dasar dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2022, Rabu (2/6/2021).
Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2022 berada di rentang 5,2 persen hingga 5,8 persen. Target ini bisa tercapai dengan asumsi konsumsi rumah tangga sebagai kontributor terbanyak produksi domestik bruto (PDB) tahun depan bisa tumbuh 5,1 persen hingga 5,3 persen.
Namun, di hadapan anggota DPR, Sri Mulyani mengakui jalan untuk mencapai target pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak akan mulus. Pasalnya, ekspansi konsumsi rumah tangga akan sangat bergantung pada pengendalian pandemi Covid-19. Ia pun tidak memungkiri proyeksi konsumsi rumah tangga pada 2022 berpotensi meleset jika faktor penularan Covid-19 tak terkendali.
”Permintaan konsumsi masyarakat bisa tumbuh ke posisi sama sebelum pandemi jika (penularan) Covid-19 terkendali. Pemerintah yang pasti saat ini tengah mempercepat vaksinasi untuk mengendalikan pandemi Covid-19,” ujarnya.
Agar target pertumbuhan tetap tercapai, risiko konsumsi rumah tangga akan diimbangi dengan upaya mendorong pertumbuhan investasi dan perdagangan. Ekspor pada 2022 ditargetkan tumbuh 4,3-6,8 persen dan impor ditargetkan tumbuh 3,6-7,8 persen.
Sementara itu, kinerja investasi diharapkan dapat meningkat seiring terus membaiknya indeks manajer pembelian (purchasing managers index/PMI) manufaktur Indonesia yang tercatat ada di level 55,3 pada Mei 2021 yang menunjukkan terjadinya ekspansi selama tujuh bulan berturut-turut.
”Selain ditopang pertumbuhan investasi dan perdagangan, konsumsi pemerintah juga akan didesain untuk tetap mendukung target pertumbuhan ekonomi tahun depan,” kata Sri Mulyani.
Konsumsi pemerintah ditargetkan tumbuh 3,2 persen hingga 4,4 persen. Adapun konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) ditargetkan berada di rentang 6 persen hingga 7,8 persen.
Sri Mulyani optimistis target pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa tercapai. Meski begitu, ia menekankan tidak semua faktor yang dapat mengungkit pertumbuhan ekonomi berada di bawah kendali pemerintah. Faktor yang dapat pemerintah kontrol dalam hal ini, di antaranya, percepatan implementasi program vaksinasi.
”Namun, terdapat faktor lain yang tidak bisa dikendalikan pemerintah, seperti percepatan pemulihan global serta pengendalian pandemi Covid-19 secara global yang akan berimplikasi pada pertumbuhan investasi dan perdagangan Indonesia,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memaparkan terdapat beberapa faktor penting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan, salah satunya adalah perbaikan pertumbuhan ekonomi global.
”Faktor ini akan memberikan peluang bagi ekspor Indonesia karena ini meningkatkan permintaan-permintaan dari luar negeri dan membuat harga komoditas andalan Indonesia tetap tinggi,” ujarnya.
Selain itu, tahapan percepatan program vaksinasi juga perlu dibarengi dengan kebijakan reformasi struktural yang dapat meningkatkan produktivitas sektor riil dan keberlanjutan stimulus fiskal dalam mendorong ekonomi.
Ia memastikan BI masih belum akan mengubah arah kebijakan makroprudensial pada tahun depan sehingga pelonggaran masih akan terus dilakukan oleh bank sentral pada 2022. Pelonggaran diperlukan karena di tengah pemulihan ekonomi, siklus keuangan diprediksi masih akan tetap melambat tahun depan.