Kementerian Koperasi dan UKM berjanji membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, terutama mereka yang produknya mampu menembus pasar ekspor. Pembiayaan yang selama ini menjadi kendala UMKM pun siap dibantu.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM menjanjikan bantuan dan dukungan penuh bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, terutama mereka yang produknya mampu menembus pasar ekspor. Bahkan, dijanjikan pula kemudahan memperoleh sertifikasi, seperti sertifikasi label halal, yang dibutuhkan di negara-negara tujuan ekspor.
Janji pemerintah tersebut diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki saat pelepasan ekspor briket CV Coconut International Indonesia ke Jordania dan Saudi Arabia, Senin (31/5/2021), di Makassar, Sulawesi Selatan. Hadir dalam kegiatan ekspor briket tersebut, antara lain, Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel Abdul Hayat dan pembeli briket untuk Jordania dan Saudi Arabia, Khalid.
Selain kegiatan ekspor briket, ada pula penyerahan Sertifikat Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) kepada UMKM dan penandatanganan nota kesepahaman antara CV Coconut International Indonesia dan Bank Mandiri.
Teten mengatakan, sesuai arah Presiden, Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) diminta siap membiayai kegiatan ekspor. Banyak komoditas Sulsel yang bisa didorong ke pasar ekspor. Selain briket, ada produk kelautan dan perkebunan, seperti kopi, kakao, dan aneka rempah.
”Kami bisa bantu apabila ada masalah (pembiayaan) itu. Kami bersama Kementerian BUMN sedang didorong untuk mendukung usaha-usaha koperasi dan UKM untuk siap masuk pasar ekspor, termasuk sertifikasi produknya,” kata Teten melalui keterangan resmi.
Presiden Direktur CV Coconut International Indonesia Asriani mengatakan, stok bahan baku cukup berlimpah dan masyarakat sangat membantu untuk ketersediaan bahan baku. Lebih dari 100 karyawan tetap bekerja selama pandemi Covid-19. Meski dunia dilanda Covid-19, permintaan briket tetap tinggi.
”Bahkan, kami belum bisa memenuhi permintaan buyer karena beberapa kendala, di antaranya pelayaran yang masih membatasi pengiriman secara langsung dari Makassar ke negara tujuan. Kami harus mengirim melalui Surabaya sehingga diperlukan pengeluaran ekstra,” kata Asriani.
Di samping itu, kendala yang dihadapi pelaku UMKM adalah menyangkut keterbatasan modal usaha. Saat ini, CV Coconut International Indonesia mendapatkan pesanan yang mencapai 20 kontainer ukuran 40 feet. Jika dihitung, satu kontainer berisi briket mencapai 28 ton.
”Sayangnya, kami hanya bisa memenuhi 3-4 kontainer per bulan. Padahal, mesin produksi kami cukup menghasilkan dua kontainer setiap harinya. Kami cukup optimistis jika support modal bisa didapatkan sesuai harapan. Dengan suku bunga (kredit) yang tidak tinggi, insya Allah kami bisa meningkatkan produksi lima kali lipat,” tutur Asriani.
Tentunya hal ini akan berdampak pada kesejahteraan petani kelapa dan penambahan tenaga kerja di pabrik. Selama ini, perusahaan ini sudah mendapatkan dukungan dari KSP Balota, Bank Indonesia, Bank Mandiri, serta Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Selatan.
Masih rendah
Teten mengatakan, ekspor produk UMKM secara nasional saat ini masih rendah, baru sekitar 14 persen. Ditargetkan, pada 2024 mencapai 17 persen. Ini bukan pekerjaan mudah. Potensinya ada, tetapi harus lebih serius.
”Pemerintah daerah harus mengidentifikasi potensi UMKM yang bisa masuk ke pasar global. Saya kira bisa meningkatkan ekspor kalau kita dampingi, kurasi lewat inkubasi, dukung pembiayaannya, urus dan bantu bagaimana meningkatkan produknya sampai memperoleh sertifikat yang dibutuhkan di negara-negara tujuan ekspor,” papar Teten.
Harus diakui, kata Teten, UMKM Indonesia mempunyai potensi cukup besar untuk ekspor, tetapi belum dikelola dengan baik. Kegiatan usahanya masih kecil-kecil, produksinya rendah, dan daya saing masih bermasalah. Karena itu, peningkatan kapasitas produksi dan daya saing harus menjadi fokus utama.
Kemenkop dan UKM akan menyambut baik insiatif Pemerintah Provinsi Sulsel untuk memprioritaskan produk ekspor. Jika diperlukan, mengefektifkan sekolah ekspor dengan cara dikerjasamakan agar mendampingi UMKM untuk siap masuk ke pasar global.
Undang-undang Cipta Kerja sesungguhnya diharapkan bisa mempermudah masuknya investasi. Di sektor UMKM, Kemenkop dan UKM ingin mendorong adanya kemitraan supaya pelaku UMKM makin berdaya. Investasi tidak hanya masuk ke industri besar. Dengan kemitraan, diharapkan terjadi transfer pengetahuan dan teknologi.
Menurut Teten, UU Cipta Kerja memberikan insentif kemitraan antara usaha kecil dan besar, seperti pajak dan upah yang dikecualikan dari upah minimum. Hal ini diperkirakan akan mendorong industri besar melakukan subkontrak produksinya ke sektor UMKM.
Menurut Teten, meskipun jumlah pelaku UMKM mencapai 99,6 persen, mereka yang masuk kategori wirausaha baru mencapai 3,47 persen. Negara maju rata-rata jumlah wirausahanya 12 persen.
”Kita masih kalah dengan Malaysia dan Thailand masing-masing hampir 5 persen dan Singapura 8,5 persen. Karena itu, pemda harus fokus pada UMKM yang bisa didorong naik kelas,” kata Teten.
Abdul Hayat mengatakan, Dinas Koperasi dan UKM Pemprov Sulsel selama ini memberikan pengawalan, pendampingan dan edukasi, serta sosialisasi yang kuat, termasuk pendidikan dan pelatihan, untuk mengawal seluruh proses eks;or agar lebih efektif dan efisien. Terkait ekspor dan investasi, pertumbuhan ekonomi Sulsel saat ini masih minus 0,21 persen.
”Artinya, dengan kegiatan ekspor dan investasi, serta mencermati inpres, selalu berpusat pada pro-job dan pro-poor. Diharapkan, dari 100 pekerja, penambahan investasi bisa membuka peluang bagi 1.000 pekerja sehingga pendapatan masyarakat meningkat,” ujar Abdul.