Kebijakan penutupan dan alih fungsi gerai adalah langkah strategis perusahaan untuk menyikapi pergeseran tren konsumsi serta untuk bertahan di tengah pandemi. Peritel memilih mengembangkan format ritel yang prospektif.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di saat indikator penjualan eceran dan konsumsi masyarakat mulai membaik, satu per satu perusahaan ritel besar justru gulung tikar dan beralih fungsi karena terdampak pandemi Covid-19. Pelaku usaha berharap pemerintah dapat segera merealisasikan rencana pemberian stimulus pada sektor ritel.
PT Hero Supermarket Tbk atau Hero Group menjadi perusahaan ritel terbaru yang akan menutup semua gerai hipermarket Giant per Juli 2021. Menurut rencana, lima gerai Giant akan diubah menjadi gerai baru perlengkapan rumah tangga IKEA, sementara gerai hipermarket Giant lainnya akan ditutup.
Langkah Hero Group mengikuti peritel besar lainnya yang sudah terlebih dahulu menutup sebagian atau semua gerainya akibat terimbas pandemi. Misalnya, PT Matahari Department Store yang menutup 25 gerai pada 2020 dan berencana kembali menutup 13 gerai tahun ini. Ada pula gerai ritel fashion Centro Department Store dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, Kamis (27/5/2021), mengatakan, bisnis ritel telah memasuki titik nadir setelah satu tahun lebih terdampak pandemi.
Bisnis ritel telah memasuki titik nadir setelah satu tahun lebih terdampak pandemi.
Aprindo mencatat, selama pandemi, terdapat lebih dari 400 minimarket yang gulung tikar. Sementara untuk supermarket, selama Maret-Desember 2020, rata-rata ada 5-6 gerai yang terpaksa tutup setiap hari. Per Januari-Maret 2021 ini, rata-rata ada 1-2 toko yang tutup dalam sehari.
”Ini ironis karena dalam dua bulan terakhir ini sebenarnya konsumsi masyarakat mulai membaik. Tapi, ternyata dua bulan itu tidak bisa mengompensasi kesulitan yang sudah dirasakan selama 12 bulan terakhir. Ini seharusnya jadi lampu kuning bagi pemerintah,” kata Roy, saat dihubungi di Jakarta.
Memang, indikator terakhir terkait penjualan eceran dan konsumsi masyarakat mulai menunjukkan angka menjanjikan. Indeks Penjualan Riil (IPR) per Maret 2021 tumbuh 6,1 persen secara bulanan, meningkat dari bulan sebelumnya sebesar minus 2,7 persen.
Per April 2021, kepercayaan konsumen juga akhirnya kembali ke zona optimistis setelah satu tahun terakhir ini berada di zona pesimistis. Bank Indonesia mencatat, indeks keyakinan konsumen (IKK) pada April 2021 naik dari level 93,4 pada Maret 2021 menjadi level 101,5.
Roy mengatakan, pukulan berat terhadap pelaku bisnis ritel akibat pandemi Covid-19 sudah terasa sejak April 2020. Di tengah kondisi itu, peritel juga kesulitan mengakses stimulus dan insentif dari pemerintah.
Beberapa insentif dari pemerintah untuk korporasi tidak didapat pengusaha ritel, misalnya relaksasi kredit dan insentif listrik. Keringanan yang masih didapat sektor ritel adalah insentif Pajak Penghasilan. ”Mungkin kami dianggap bisa berjuang sendiri. Padahal, dalam enam bulan terakhir, rata-rata peritel sudah menggunakan dana cadangan untuk bertahan,” kata Roy.
Alih fungsi
Untuk bertahan di tengah pandemi, kebijakan penutupan gerai ritel umumnya disusul dengan alih fungsi menuju format yang lebih prospektif. Roy mengatakan, itu menjadi langkah strategis perusahaan untuk bertahan dan menyikapi pergeseran tren konsumsi masyarakat.
”Kebijakan diambil dengan menutup gerai yang sudah tidak lagi produktif dan memilih mengembangkan format yang prospeknya masih bagus,” katanya.
Kebijakan diambil dengan menutup gerai yang sudah tidak lagi produktif dan memilih mengembangkan format yang prospeknya masih bagus.
Hero Group, misalnya, akan lebih fokus mengembangkan perlengkapan rumah tangga IKEA, gerai produk perawatan kesehatan Guardian, dan Hero Supermarket. Presiden Direktur PT Hero Supermarket Tbk Patrik Lindval mengatakan, strategi bisnis itu sebagai bentuk adaptasi Hero Group terhadap dinamika pasar dan tren pelanggan yang terus berubah.
Langkah itu diambil untuk merespons turunnya popularitas format hipermarket dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia dan pasar global. Oleh karena itu, sejumlah gerai Giant pun akan diubah menjadi gerai supermarket.
”Keputusan besar seperti ini tidaklah mudah. Tetapi, kami percaya keputusan ini perlu diambil untuk kepentingan jangka panjang PT Hero Supermarket Tbk dan para karyawan kami yang berada di bawah naungan perusahaan,” ujar Patrik.
Insentif
Roy berharap pemerintah dapat segera merealisasikan janjinya memberikan stimulus khusus untuk sektor ritel. Awal Mei 2021, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, melihat kondisi ritel yang masih terpuruk, pemerintah akan menggodok insentif pajak untuk pelaku ritel dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Namun, sampai sekarang belum ada kejelasan terkait rencana itu. ”Kondisinya sekarang sudah seperti ini, seharusnya pemerintah tidak berlama-lama lagi memutuskan,” kata Roy.
Bentuk stimulus yang diminta peritel adalah keringanan pajak, menghentikan rencana kenaikan PPN yang bisa menekan konsumsi, relaksasi kredit, serta insentif operasional, baik dalam bentuk subsidi upah pekerja ritel maupun tarif listrik.
Sementara itu, menyikapi tutupnya semua gerai Giant per Juli 2021, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal berharap manajemen Hero Group tetap dapat mempekerjakan karyawan Giant yang terkena PHK ke unit perusahaan lainnya. Ada 3.000 karyawan yang diestimasi berpotensi terkena PHK.
”Jika ada karyawan yang memang tidak bisa disalurkan ke perusahaan lain, perusahaan wajib membayar hak-hak karyawan serta kompensasi lain yang sudah disepakati pimpinan perusahaan dengan serikat pekerja Hero Group,” kata Said.
Ia juga berharap kebijakan pesangon yang dipakai Hero Group tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sebab, UU sapu jagat itu mengizinkan perusahaan untuk membayar hanya separuh jatah pesangon karyawan dalam kondisi perusahaan pailit, merugi dan melakukan efisiensi, atau dalam keadaan memaksa.