Ketentuan Komponen Lokal Gawai 5G Mengacu Gawai 4G
Kementerian Perindustrian menegaskan tidak ada perubahan skema perhitungan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) gawai 5G dengan generasi 4G. Namun, sejumlah pihak mempertanyakan relevansi ketentuan tersebut.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketentuan tentang tingkat komponen dalam negeri atau TKDN gawai secara otomatis akan berlaku saat spektrum frekuensi 5G ditetapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian Perindustrian memutuskan, perhitungan TKDN gawai 5G akan mengacu ketentuan TKDN gawai 4G.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier, Jumat (28/5/2021), di Jakarta menegaskan hal tersebut. Ada tiga skema perhitungan TKDN gawai atau produk ponsel, komputer genggam, dan sabak berteknologi 4G yang berlaku di Indonesia sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
”Kami meyakini, ketiga skema perhitungan TKDN sudah sesuai. Pemilik merek gawai yang sekarang mulai fokus ke teknologi 5G tetap terakomodasi kepentingannya dengan tiga skema itu,” ujarnya.
Pertama, skema perangkat keras yang menekankan perhitungan nilai TKDN dengan pembebanan 70 persen manufaktur, 20 persen riset dan pengembangan, serta 10 persen pada aspek aplikasi. Perhitungan atas nilai TKDN manufaktur mencakup pembobotan kandungan modul layar sentuh, kamera, papan sirkuit, baterai, aksesori, hingga kemasan.
Kedua, skema TKDN produk tertentu atau perangkat lunak. Produk ponsel diimpor tanpa terinstal sistem operasi. Nilai TKDN dihitung dengan bobot 10 persen manufaktur, 20 persen riset dan pengembangan, serta 70 persen pada aspek aplikasi. Produk gawai yang bisa mengikuti skema ini harus berharga di atas Rp 6 juta serta mengandung TKDN riset dan pengembangan minimal 8 persen.
Skema terakhir adalah TKDN pusat inovasi. Pemilik merek gawai berinvestasi membangun pusat inovasi di Indonesia sehingga mereka bisa melakukan importasi secara utuh. Nilai investasi terkecil adalah Rp 250 miliar-Rp 400 miliar guna memperoleh porsi TKDN 20 persen, sedangkan investasi Rp 1 triliun atau lebih berhak mendapatkan kandungan TKDN 40 persen. Jangka waktu suntikan pendanaan ini selama tiga tahun. Pemerintah Indonesia mewajibkan 40 persen dari total nilai investasi direalisasikan pada tahun pertama.
Bisnis gawai tetap berlangsung seperti biasa. Menurut Taufiek, dengan tetap memberlakukan tiga skema perhitungan TKDN 4G di era 5G, inovasi produk di Indonesia tetap bisa berkembang sesuai harapan pemerintah.
”Pemilik merek gawai yang cenderung piawai di perangkat lunak, misalnya, tetap bisa memakai skema kedua untuk menunaikan kewajibannya di Indonesia. Kami harap hal itu merangsang perangkat lunak untuk 5G tercipta di Indonesia semakin banyak,” katanya.
Wakil Direktur Utama Erajaya Swasembada Hasan Aula saat dihubungi secara terpisah mengapresiasi keputusan pemerintah. Menurut dia, pada dasarnya, secara produk, gawai untuk 5G tidak jauh berbeda dengan generasi 4G. ”Letak perbedaan utamanya adalah teknologi akses seluler 5G menawarkan kecepatan akses internet lebih tinggi dibandingkan 4G,” ujar Hasan.
Relevansi
Kepala Bagian Operasi PT Surveyor Indonesia Sarjuni Adicahya secara terpisah berpendapat, dalam konteks TKDN 4G, pengguna, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, menerbitkan Peraturan Menkominfo Nomor 27 Tahun 2015 yang mewajibkan TKDN gawai 4G dipenuhi pemilik merek sebesar 20 sampai 30 persen pada 2017.
Saat itu Kementerian Perindustrian membuat regulasi tata cara supaya kewajiban memenuhi porsi 20 atau 30 persen itu terpenuhi. Maka, lahirlah beberapa peraturan Kementerian Perindustrian hingga terakhir adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017.
”Ketika kini masuk era 5G, apakah gagasan pemenuhan TKDN seperti 4G masih cocok? Apakah pemerintah tetap menginginkan ambang batas porsi kandungan TKDN yang wajib dipenuhi pemilik merek berkisar 20-30 persen saja?” ujarnya.
Dengan tetap mengacu ketentuan skema TKDN 4G, Sarjuni memandang skema perangkat keras masih relevan dijalankan di era 5G. Terkait skema produk tertentu atau perangkat lunak, tantangannya adalah patokan harga jual gawai dan jumlah aplikasi yang harus diinjeksikan ke gawai.
”Untuk skema TKDN pusat inovasi, tantangan implementasi di era 5G adalah berapa banyak pemilik merek mau mengambil. Kalau saat 4G, hanya Apple satu-satunya perusahaan yang mengambil skema itu,” kata Sarjuni.
Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Adi Indrayanto, memandang, implementasi TKDN gawai semestinya mempunyai dan mengacu pada peta jalan. Peta jalan di dalamnya berisi ketentuan perhitungan hingga ambang batas porsi kandungan yang mesti terpenuhi. Lalu, peta jalan dilaksanakan konsisten, baik dari sisi pemerintah untuk pengawasan maupun pelaku industri.
”Hingga sekarang, TKDN gawai yang baru berjalan berupa industri perakitan atau electronics manufacturing services. Jika pemerintah ingin porsi TKDN naik, industri desain harus tumbuh. Dengan demikian, industri komponen pun akan ikut tumbuh,” ujarnya.