Produk singkong terus bertransformasi dan diminati pasar global. Indonesia yang kini menggulirkan program ”food estate”, salah satunya singkong, dengan lahan seluas 1,4 juta hektar bisa memanfaatkan ceruk pasar itu.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sejumlah singkong yang telah dikupas dari hasil panen pada sebuah lahan di Cimanggis, Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/3/2021). Hasil panen singkong ini digunakan untuk memasok industri makanan pabrik keripik di kawasan Sentul. Hingga kini, pemanfaatan singkong sebagian besar masih diserap untuk kebutuhan industri pangan.
Singkong telah naik kelas. Aneka ragam produk olahannya dinikmati lintas kelas, menutup jurang sekat sosial masyarakat. Perdagangan produknya juga semakin baragam. Singkong mengepakkan sayap lintas negara, merambah lini e-dagang dunia.
Singkong (Manihot esculenta) semula tanaman pangan liar pada masa prasejarah atau sekitar 10.000 tahun lalu yang banyak dijumpai di Brasil dan Paraguay, Amerika Selatan. Tanaman liar ini baru dibudidayakan secara serius oleh Indian Maya di Meksiko dan El Savador pada 250 M hingga 925 M.
Singkong baru populer secara global setelah Portugis membawanya dari Brasil dan memperkenalkannya kepada dunia pada abad ke-16. Waktu itu, Portugis juga membawanya ke Maluku. Namun, baru di masa pemerintahan Hindia Belanda pada 1810 singkong ditanam secara komersial, termasuk di Jawa.
Di Indonesia, singkong identik dengan makanan rakyat jelata. Singkong menjadi sebutan pembeda strata sosial masyarakat. Tak heran jika dahulu dikenal istilah ”anak singkong” untuk menyebut anak-anak Bumiputera dan ”anak keju” sebutan anak-anak Belanda.
Di Indonesia, singkong identik dengan makanan rakyat jelata. Singkong menjadi sebutan pembeda strata sosial masyarakat. Tak heran jika dahulu dikenal istilah ”anak singkong” untuk menyebut anak-anak Bumiputera dan ”anak keju” sebutan anak-anak Belanda.
Bahkan, masyarakat yang mengonsumsi produk makanan dari singkong, seperti gaplek dan tiwul di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, selalu identik dengan kemiskinan. Padahal, makanan tersebut merupakan makanan keseharian dan penyelamat masyarakat di sana yang mengonsumsinya kala kemarau panjang.
Seiring berjalannya waktu, tiwul bertransformasi sebagai penganan oleh-oleh khas Gunung Kidul, seperti intip, kue, dan putu tiwul. Tak hanya tiwul, singkong juga bisa merupa menjadi keripik, piza, brownies, bir, donat, dan skotel.
Kompas
Hendro Widodo (26), pengusaha muda yang berinovasi dengan tiwul dan gatot instan asal Blitar, Jawa Timur.
Di Afrika, minuman tradisional dari fermentasi singkong bertransformasi menjadi bir singkong. Perusahaan bir SABMiller meluncurkan bir singkong bermerek Imala ini pada November 2011. Bir ini berbahan baku dari 70 persen singkong dan sisanya barley. Sementara sejumlah negara di Eropa memanfaatkan singkong, antara lain, sebagai bahan baku piza, skotel, dan donat.
Saat ini, ragam produk olahan singkong tak hanya tersaji di dapur atau warung warga desa, tetapi juga toko kue, kafe, restoran, mal, supermarket, dan kios-kios waralaba. Produk keripik, singkong beku, singkong segar, dan tepung tapioka atau pati, bahkan telah dijual di e-dagang di dalam negeri dan luar negeri, seperti Alibaba dan Amazon.
Di Afrika, minunan tradisonal dari fermentasi singkong bertransformasi menjadi bir singkong. Perusahaan bir SABMiller meluncurkan bir singkong bermerek Imala ini pada November 2011.
Pada Agustus 2020, Global Trade, majalah bisnis Amerika Serikat, menyebutkan, nilai pasar singkong global meningkat 0,4 persen menjadi 164,1 miliar dollar AS pada 2019. Negara-negara dengan volume konsumsi singkong tertinggi pada tahun tersebut adalah Nigeria (61 juta ton), Republik Demokratik Kongo (32 juta ton), dan Thailand (32 juta ton), dengan total pangsa konsumsi global sebesar 42 persen. Adapun Ghana, Brasil, Indonesia, Angola, Vietnam, Kamboja, Mozambik, China, dan Malawi masih agak tertinggal, dengan total pangsa konsumsi singkong global sebesar 37 persen.
Sementara berdasarkan data TrendEconomy, pada 2019, nilai impor pati atau tepung singkong dunia sebesar 1,76 miliar dollar AS. China dan Indonesia merupakan dua negara importir pati dari total 115 negara pengimpor dengan nilai impor masing-masing 1,03 miliar dollar AS (58 persen) dan 151 juta dollar AS (8,55 persen).
Para pekerja mulai menanam bibit singkong di lokasi program cadangan logistik pangan di di Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu (6/3/2021). Program yang dipimpin oleh Kementerian Pertahanan itu dilaksanakan untuk mendukung cadangan pangan nasional.
Adapun nilai ekspor pati global pada 2019 sebesar 2,19 miliar dollar AS. Eksportir terbesar dari 66 negara pengekspor pati pada tahun tersebut adalah Thailand dan Vietnam dengan nilai ekspornya masing-masing 1,21 miliar dollar AS (55 persen) dan 870 juta dollar AS (39 persen). Pada tahun tersebut, harga singkong dunia turun rata-rata 11,4 persen menjadi sekitar 198 dollar AS per ton dari tahun sebelumnya.
Mengutip IndexBox, lembaga riset asal California, AS, Global Trade menyebutkan, permintaan singkong di negara-negara konsumen utama diperkirakan berlanjut. Tingkat pertumbuhan tahunan (compound annual growth rate/CAGR) perdagangan singkong diperkirakan 0,8 persen untuk periode 2019-2030 dengan volume pasar sekitar 326 juta ton pada akhir 2030.
Selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, Indonesia juga bisa menangkap peluang tersebut guna meningkatkan ekspor singkong dan aneka produk turunannya. Apalagi pemerintah saat ini memiliki program logistik cadangan pangan food estate singkong di lahan seluas 1,4 juta hektar. Dari rencana 1,4 juta hektar, pemerintah sudah menanam bibit singkong di lahan seluas 600 hektar di Desa Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Program ini juga diharapkan menambah produksi singkong atau ubi kayu di Indonesia yang sejak lima tahun terakhir menurun. Berdasarkan Statistik Pertanian 2019, lahan ubi kayu di Indonesia pada 2014 seluas 1.003,49 hektar dengan total produksi 23,43 juta ton. Namun, pada 2018, luas lahan ubi kayu menyusut menjadi 697,38 hektar dengan total produksi 16,11 juta ton.
Program penanaman singkong ini diharapkan tidak hanya sekadar memenuhi cadangan logistik pangan, tetapi juga memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengguna singkong di dalam negeri. Ke depan, industri pengolahan singkong ini bisa diperkuat dan dikembangkan agar produk olahan singkong Indonesia semakin beragam dan mampu mengisi ceruk pasar ekspor singkong global.
Pasar-pasar ekspor, seperti China, Afrika, dan sejumlah negara di Uni Eropa, bisa disasar. Apalagi, pada 11 Mei 2021, Indonesia telah memperbarui kesepakatan dagang dengan Uni Eropa setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit. Salah satunya menyangkut kuota tarif (tariff rate quota/TRQ) singkong. TRQ merupakan skema pengenaan tarif bea masuk berdasarkan jumlah kuota terhadap produk-produk tertentu.
Dengan kesepakatan baru yang telah tertuang dalam dokumen exchange of letters (EoL) ini, Indonesia dapat mengekspor singkong ke Uni Eropa dengan tarif 6 persen dengan volume 165.000 ton per tahun. Kementerian Perdagangan mencatat, nilai pasar singkong di Uni Eropa sebesar 494,53 juta dollar AS pada 2020. Dari jumlah tersebut, Indonesia baru berkontribusi 661.000 dollar AS. Pasar singkong di Uni Eropa sebagian besar dikuasai Kosta Rika yang menikmati fasilitas tarif 0 persen dari Uni Eropa.
Salah satu produk singkong yang bisa ditingkatkan adalah singkong beku. Total realisasi ekspor singkong beku Indonesia ke Uni Eropa, terutama Inggris, Belanda, Hongaria, dan Belgia, dengan skema TRQ pada 2013-2015 senilai 318.000 dollar AS.