Realisasi Rendah, Presiden Jokowi Meminta Belanja Pemerintah Dikawal
Hingga kini, realisasi belanja pemerintah rendah. Presiden Jokowi pun meminta BPKP dan seluruh jajaran aparat pengawas intern pemerintah untuk mencari penyebab lambatnya realisasi belanja dan memberikan solusinya.

Tangkapan layar dari akun Youtube Sekretariat Presiden saat Presiden Joko Widodo menghadiri peresmian pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2021, Kamis (27/5/2021). Hadir mendampingi Presiden, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Sekretaris Negara Pratikno; serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Muhammad Yusuf Ateh.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta ada pengawalan dan peningkatan percepatan belanja pemerintah yang saat ini realisasinya masih rendah. Apalagi, masyarakat menunggu hasil dan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah.
Realisasi belanja pemerintah untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih sekitar 15 persen dan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 7 persen. Serapan belanja pemulihan ekonomi nasional juga masih rendah, yakni baru 24,6 persen.
Pada triwulan I-2021, realisasi pengadaan barang dan jasa kementerian dan lembaga baru sebesar 10,98 persen. ”Kemudian, pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah daerah masih kurang dari 5 persen,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada peresmian pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2021 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/5/2021).
Hal yang ditunggu-tunggu oleh rakyat adalah hasil dan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah.
Mengawali sambutannya, Kepala Negara menegaskan bahwa peran utama pengawasan adalah menjamin tercapainya tujuan pemerintah, tujuan program, serta tujuan belanja anggaran secara akuntabel, efektif, dan efisien. Mengikuti prosedur itu penting, tetapi jauh lebih penting adalah tercapainya target-target yang telah ditetapkan tersebut.
”Hal yang ditunggu-tunggu oleh rakyat adalah hasil dan manfaat dari setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah. Dan, pengawasan harus menjamin tidak ada serupiah pun yang salah sasaran, salah guna, apalagi dikorupsi,” ujar Presiden.

Proses pembangunan jaringan tambahan untuk memperkuat kelistrikan ajang MotoGP di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, seperti terlihat pada Senin (17/5/2021). Presiden Joko Widodo mengatakan agar belanja pemerintah dikawal karena realisasinya masih rendah.
Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan tidak akan memberikan toleransi sedikit pun terhadap penyelewengan anggaran. Apalagi di saat seperti sekarang, ketika semuanya harus dihemat dalam rangka menghadapi pandemi Covid-19. Demikian pula di saat semua sedang bekerja keras untuk mempercepat pemulihan kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Baca juga : Dorong Pemulihan Ekonomi, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
Tahun 2021 adalah tahun percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN). ”Pemerintah telah menyiapkan dana PEN hampir Rp 700 triliun yang harus direalisasikan secara cepat dan tepat sasaran. Hal ini agar ekonomi kita bisa bangkit kembali,” ujar Presiden.
Presiden meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan seluruh jajaran aparat pengawas intern pemerintah (APIP) melihat dan mencari penyebab lambatnya realisasi belanja. Mereka diminta mencari dan memberikan solusi serta menawarkan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan ini.
Tahun 2021 adalah tahun percepatan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pemerintah telah menyiapkan dana PEN hampir Rp 700 triliun yang harus direalisasikan secara cepat dan tepat sasaran. Hal ini agar ekonomi kita bisa bangkit kembali.
Seperti diketahui, pada triwulan I-2021, ekonomi Indonesia tumbuh minus 0,74 persen. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021 melompat menjadi sekitar 7 persen. Target ini dinilai bukanlah sesuatu yang mudah.
”Bayangkan, dari minus 0,74 persen melompat ke 7 persen. Tapi, saya meyakini, insya Allah, kalau semuanya bekerja keras, belanja segera dikeluarkan realisasinya, angka itu bukan sesuatu yang mustahil,” ujar Presiden.
Menurut Presiden, pencapaian angka pertumbuhan 7 persen pada triwulan II-2021 tersebut diperlukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2021 yang ditargetkan 4,5-5,5 persen. Semua mesti berusaha mencapai target tersebut meskipun ada ketidakpastian ekonomi global dan ketidakpastian karena pandemi Covid-19.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2021
Perencanaan
Selain pengawalan dan peningkatan percepatan belanja pemerintah, menurut Presiden, hal lain yang perlu mendapat perhatian BPKP dan seluruh jajaran APIP adalah peningkatan kualitas perencanaan. Presiden melihat masih ada program yang tidak jelas ukuran keberhasilan dan sasarannya. Kondisi ini tidak mendukung pencapaian tujuan dan tidak sinkron dengan program atau kegiatan lain.
Hal ini mengakibatkan kesenjangan antara arah pembangunan pusat dan daerah masih terjadi. ”Saya melihat, saya ini di lapangan terus, ada waduk (tetapi) enggak ada irigasi primer, sekunder, dan tersier. Ada itu, saya temukan di lapangan. Ada bangun pelabuhan baru, (tetapi) enggak ada akses jalan ke situ. Apa-apaan? (Kondisi seperti itu) Ada dan tidak hanya satu,” kata Presiden.
Hal ini, lanjut Presiden Jokowi, menyebabkan tidak optimalnya daya ungkit program yang dilaksanakan dan masyarakat juga dirugikan karena tidak mendapatkan manfaat dari program itu. Terkait hal itu, BPKP dan APIP, kementerian, lembaga, dan daerah diperintahkan serta diinstruksikan mengawal dari hulu, sejak awal, pada saat perencanaan.
Pengawalan diperlukan agar tidak sekadar mengulang-ulang terus perencanaan dari tahun-tahun sebelumnya sehingga tidak pas dan tidak adaptif terhadap situasi hari ini. ”Sekali lagi, dalam tiga tahun ini, apalagi adanya pandemi ini, disrupsi arus gelombang perubahan itu betul-betul nyata dan bergerak sangat cepat sehingga semuanya harus beradaptasi,” ujar Presiden.

Vaksinasi Covid-19 sebagai bagian upaya penanganan pandemi Covid-19 menjadi penting bagi Bali yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai penggerak ekonomi daerah. Suasana ketika kegiatan vaksinasi Covid-19 secara massal digelar jajaran TNI bersama Polda Bali di lapangan indoor Gedung Olahraga Praja Raksaka Kodam IX/Udayana, Kota Denpasar, Bali, Rabu (21/4/2021).
Akurasi data
Pada kesempatan tersebut, Presiden menuturkan bahwa perihal akurasi data juga masih menjadi persoalan sampai hari ini dan berdampak ke mana-mana. Sebagai contoh, data bantuan sosial yang tidak akurat dan tumpang tindih sehingga membuat penyalurannya menjadi tidak cepat, lambat, dan ada yang tidak tepat sasaran. Demikian pula data penyaluran bantuan pemerintah lainnya.
Baca juga : Data Penerima Bantuan Sosial Tak Akurat, KPK Ingatkan Pemda
Data pemerintah pusat dan pemerintah daerah sering juga tidak tersambung sehingga mesti terus diperbaiki. ”BPKP harus membantu mengawal peningkatan kualitas data yang dikelola pemerintah. Kawal integrasi, kawal sinkronisasi basis data antarprogram, untuk meningkatkan keandalan data. Manfaatkan laboratorium data forensik dan data analitik yang dimiliki BPKP. Gunakan dan manfaatkan,” ujar Presiden.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menuturkan bahwa efektivitas pengawasan internal membutuhkan komitmen dan manajemen yang baik. Oleh karena itu, semua rekomendasi harus ditindaklanjuti dan dituntaskan sampai ke akar masalah agar tidak terjadi masalah yang sama di tahun berikutnya. ”Saya tekankan kepada bapak ibu menteri, kepala lembaga, kepala daerah, tindak lanjuti dengan serius rekomendasi dari hasil pengawasan BPKP dan APIP. Jangan dibiarkan berlarut-larut, membesar, dan akhirnya nanti menjadi masalah hukum,” katanya.
Di masa sulit seperti sekarang ini, kita perlu bekerja cepat, memperkuat sinergi, kolaborasi, checks and balances, saling bekerja sama, saling koreksi, saling memperbaiki, agar program-program pemerintah berjalan efektif. Masyarakat mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dan bangsa kita bisa segera bangkit dari pandemi.
Presiden Jokowi juga meminta kepada para menteri, kepala lembaga, dan kepala daerah agar menjamin APIP bekerja secara independen dan profesional. Mereka mesti memberikan akses dan informasi yang akurat dan jangan ada yang ditutup-tutupi. ”Jangan karena kerja lambat (lalu) verifikasi dari APIP menjadi terhambat. Banyak terjadi. Ini dampaknya program pemerintah juga menjadi terhambat dan terlambat,” ujarnya.
Presiden pun kembali mengingatkan bahwa keberadaan APIP untuk membantu mencapai tujuan pembangunan. Keberadaan APIP bukan untuk menakut-nakuti dan bukan mencari-cari kesalahan. Seluruh jajaran pengawas internal pemerintah harus memahami ini. Mereka diminta jangan menunggu bertindak setelah ada kejadian atau setelah terjadi kesalahan.
”Di masa sulit seperti sekarang ini, kita perlu bekerja cepat, memperkuat sinergi, kolaborasi, checks and balances, saling bekerja sama, saling koreksi, saling memperbaiki, agar program-program pemerintah berjalan efektif. Masyarakat mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dan bangsa kita bisa segera bangkit dari pandemi,” kata Presiden.

Tangkapan layar dari tayangan kegiatan Rapat Koordinasi Pengawasan Intern Keuangan dan Pembangunan Tingkat Provinsi Bali 2021 di Denpasar, Bali, Senin (24/5/2021).
Pelajaran berharga
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menuturkan, tahun 2021 adalah momentum untuk pulih dan bangkit dari dampak pandemi Covid-19. APBN dan APBD menjadi instrumen penting dan harus diselenggarakan secara efektif. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama baik manajemen maupun APIP.
”Setelah satu tahun mengawal penanganan pandemi, kami menemukan banyak pelajaran berharga agar program pemerintah berjalan lebih efektif baik untuk penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi, ataupun program strategis pemerintah lainnya,” ujar Yusuf.
Yusuf mengatakan, efektivitas program pemerintah sangat tergantung pada tahap perencanaan dan penganggaran. Program, kegiatan, dan belanja pemerintah harus dirancang dengan baik, jelas hasil atau dampaknya, dan jelas ukuran keberhasilannya. Kebijakan dan program pemerintah harus diorkestrasi dalam suatu harmoni, baik antar-instansi pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah. Data merupakan faktor kunci. ”Data yang akurat, valid, dan dikelola dengan baik akan mempermudah penyusunan kebijakan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi hingga pelaporan. (Hal) Yang terakhir, kesuksesan program pemerintah juga tak lepas dari kesigapan untuk mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan solusinya sesegera mungkin,” tutur Yusuf.

Foto udara ini memperlihatkan hunian warga di bantaran Kali Ciliwung yang merupakan perbatasan antara wilayah Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, dan Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (12/11/2020). Berdasarkan kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), tingkat kemiskinan di Indonesia pada akhir 2020 berkisar 9,7-10,2 persen atau 26,2 juta-27,5 juta orang dari jumlah penduduk di Indonesia. Pandemi Covid-19 dan perubahan iklim menjadi faktor yang meningkatkan angka kemiskinan pada tahun 2020 dan 2021.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal ketika dihubungi menuturkan, realisasi belanja yang masih rendah sangat dipengaruhi oleh faktor perencanaan. Upaya mempercepat realisasi belanja di tengah jalan akan susah ketika perencanaaan tidak dilakukan dengan baik.
”Terkait perencanaan, kejelasan petunjuk pelaksanaan sampai petunjuk teknis di awal itu menjadi penting. Ini yang sering menjadi kelemahan, apalagi sampai juga ke daerah, terutama dana-dana yang dialokasikan dari pusat, termasuk di antaranya dana-dana kementerian/lembaga, dekonsentrasi, dan DAK (dana alokasi khusus). Itu harus jelas juknis (petunjuk teknis)-nya,” katanya.
Persoalan lain realisasi belanja, menurut Faisal, adalah kekhawatiran dalam mengimplementasikan program-program ketika tidak jelas instruksinya, baik instruksi dari pusat maupun kepala daerah. Penyiapan payung hukum menjadi penting untuk mengatasi persoalan tersebut.
Pemanfaatan digitalisasi, termasuk dalam proses perencanaan dan penganggaran, mestinya dapat mengurangi ketidaksinkronan pemerintah pusat-daerah dan antarkementerian/lembaga yang dapat menghalangi implementasi program. Namun, hal ini juga perlu didukung kesiapan kapasitas sumber daya manusia dan pasokan data yang baik dari semua pemangku kepentingan.
Keterbatasan koordinasi akibat pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan tersendiri dalam mempercepat realisasi belanja dan pemantauan pelaksanaannya. Apalagi ketika ada program yang anggarannya bukan hanya di satu alokasi anggaran. ”Kalau seandainya tidak sinkron, maka tidak akan jalan. Integrasi mesti ditingkatkan. Sinergi pusat-daerah dan antarkementerian/lembaga itu tidak gampang,” kata Faisal.
Menurut Faisal, pemanfaatan digitalisasi, termasuk dalam proses perencanaan dan penganggaran, mestinya dapat mengurangi ketidaksinkronan pemerintah pusat-daerah dan antarkementerian/lembaga yang dapat menghalangi implementasi program. Namun, hal ini juga perlu didukung kesiapan kapasitas sumber daya manusia dan pasokan data yang baik dari semua pemangku kepentingan.