Akses 5G Mulai Tersedia, tetapi Cakupannya Masih Terbatas
Layanan komersial 5G di Indonesia mulai tersedia, tetapi baru dapat dinikmati untuk segmen konsumen ritel secara terbatas. Layanan 5G Telkomsel jangkau 26 titik wilayah di sembilan kabupaten/kota di Indonesia.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akses layanan komersial teknologi akses seluler 5G di Indonesia pada tahap awal hanya dapat dinikmati secara amat terbatas untuk konsumen ritel. Ekosistem jaringan, gawai, dan aplikasi belum matang.
Direktur Marketing PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Rachel Goh saat peluncuran resmi layanan komersial 5G, Kamis (27/5/2021), di Jakarta, mengatakan, saat ini sudah tersedia produk layanan 5G untuk konsumen ritel alias individu. Untuk paket data 126 gigabita, misalnya, Telkomsel mematok harga Rp 26.000. Penawaran ini berlaku sampai dua bulan mendatang bagi individu konsumen loyal.
Sementara modem yang mendukung layanan berteknologi akses seluler 5G ditetapkan dengan harga sekitar Rp 7 juta. Harga paket data seperti diklaim sudah terjangkau karena 5G menawarkan kecepatan akses internet sangat tinggi dengan latensi super rendah.
Penggelaran komersial layanan 5G Telkomsel, kata dia, masih terbatas di 26 titik wilayah di 9 kabupaten/kota. Di Jakarta, layanan 5G Telkomsel bisa diakses di wilayah residensial Pondok Indah, Pantai Indah Kapuk, dan sekitaran Jalan Widya Chandra. Oleh karena itu, konsumen individu yang bisa membeli terbatas.
Di Jakarta, layanan 5G Telkomsel bisa diakses di wilayah residensial Pondok Indah, Pantai Indah Kapuk, dan sekitaran Jalan Widya Chandra.
Telkomsel menggelar layanan komersial berteknologi akses seluler 5G dengan NSA (non-standalone) pada frekuensi 2,3 Gigahertz (GHz). Ini berarti layanan 5G akan didukung oleh infrastruktur 4G yang sudah ada.
”Perangkat gawai ponsel pintar yang bisa dipakai mengakses layanan 5G masih terbatas merek dan spesifikasinya. Harganya pun masih berkisar Rp 9 juta sampai 13 juta. Penggelaran komersial layanan 5G secara maksimal akan bertahap mengikuti kecukupan ideal spektrum frekuensi dan kesiapan pasar,” ujar Rachel.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate yang hadir saat peluncuran mengingatkan agar penggelaran layanan komersial 5G jangan sampai mempertentangkan 4G LTE. Kedua layanan teknologi akses seluler ini tetap bisa berjalan bersamaan.
Dia juga berharap agar operator telekomunikasi seluler tetap mempunyai strategi matang dalam menggelar komersial layanan 5G. Penyusunan strategi ini sudah termasuk memetakan area pembangunan infrastrukturnya.
”Penggelaran layanan 5G bukan adu cepat. Bagi operator telekomunikasi seluler yang sudah mengantongi surat keputusan laik operasi atau SKLO 5G, kami harapkan bisa ikut merangsang investasi ataupun tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk,” ujar Johnny.
Analis pasar modal di MNC Sekuritas Victoria Yenny, saat dihubungi terpisah, berpendapat, peluncuran layanan 5G pertama kali akan diikuti dengan penawaran promo. Hal ini wajar karena operator telekomunikasi baru penjajakan layanan 5G ke pasar.
”Cara itu belum tentu cepat mendapatkan profit memuaskan. Sebab, 5G merupakan teknologi baru. Gawai 5G pun belum tersedia banyak,” ujarnya.
Operator telekomunikasi seluler diperkirakan baru dapat memonetisasi investasi dan penggelaran komersial layanan 5G di atas lima tahun mulai sekarang. Dalam kurun waktu tersebut, ekosistem layanan 5G, seperti kemudahan akses gawai dan produk berteknologi akses seluler 5G, semakin melimpah.
Teknologi akses seluler 5G tergolong butuh belanja modal yang tinggi. Operator telekomunikasi seluler di Indonesia yang akan menggelar layanan komersial 5G, menurut Victoria, harus mempunyai nilai belanja modal setara dengan operator yang lebih dulu mulai. Situasi itu bisa berdampak dengan pencegahan banting-bantingan harga layanan.
Mengutip laporan ”Global Mobile Trends 2021” yang dirilis oleh GSMA Intelligence akhir tahun 2020, para operator telekomunikasi diperkirakan menghabiskan sampai 80 persen dari belanja modal mereka atau total 890 miliar dollar AS untuk menggelar layanan komersial 5G selama lima tahun mendatang.
Adopsi layanan berteknologi akses seluler 5G oleh konsumen akan mencapai 20 persen dari koneksi seluler global pada 2025. Meskipun demikian, tingkat adopsi akan lebih tinggi di antara negara-negara yang lebih dulu menggelar layanan 5G secara komersial, seperti Amerika Serikat, China, Korea Selatan, Jepang, dan sebagian Eropa.