Pekerjaan Rumah Besar Membangun Transportasi Cerdas IKN
Pekerjaan rumah yang besar masih menghadang pembangunan sistem transportasi cerdas ibu kota negara (IKN) baru. Kondisi geografis kawasan IKN didominasi perbukitan sehingga perlu diperhitungkan matang.
JAKARTA, KOMPAS — Pekerjaan rumah yang besar masih menghadang pembangunan sistem transportasi cerdas ibu kota negara atau IKN baru. Walaupun salah satu fokus pembangunan IKN adalah sistem transportasi, hal yang tidak boleh diabaikan adalah paradigma sistem transportasi yang harus bisa melayani sistem perkotaan atau kebutuhan kota.
Salah satu tantangannya adalah kondisi geografis kawasan IKN yang sebagian besar didominasi perbukitan sehingga perlu perencanaan pembangunan sarana transportasi yang matang. Selama ini, isu sesar geologis, patahan, dan longsor merupakan topografi yang menantang. Dari sisi makro, perencanaan pembangunan transportasi seolah tinggal tarik garis lurus. Padahal, kawasan ini berbukit-bukit.
Berbagai catatan pekerjaan rumah itu disampaikan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono; Vice President Intelligent Transport System (ITS) Resdiansyah; pemenang Sayembara Desain Ibu Kota Negara (IKN), Sofian Sibarani; dan Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika pada Kementerian Komunikasi dan Informasi Ismail dalam webinar ”Sistem Transportasi Cerdas di Ibu Kota Negara; Pembangunan dan Kebutuhan Penerapannya”, di Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Sebelumnya, semua sektor Kementerian Perhubungan memaparkan berbagai implementasi dari sudut perencanaan pembangunan infrastruktur transportasi yang akan dikembangkan di IKN. Mulai dari transportasi darat, termasuk kereta api, hingga transportasi laut dan udara.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, IKN mesti menjadi kota cerdas, tempat semua orang belajar peradaban baru yang disebut teknologi digital. Transportasi menjadi salah satu tumpuan karena konektivitas adalah penentu bagi berkembangnya kota. Transportasi yang cerdas menjadi pilihan.
”Desain IKN merupakan peluang dan tantangan. Artinya, peluang bagi akademisi untuk memberikan masukan-masukan, sedangkan tantangan ditujukan bagi kalangan muda karena ada lahan bisnis, pekerjaan, dan ilmu pengetahuan,” ujar Budi.
Dari sisi makro, perencanaan pembangunan transportasi seolah tinggal tarik garis lurus. Padahal, kawasan ini berbukit-bukit.
Baca juga: Di Tengah Pandemi, Konsolidasikan Semua Aspek Pemindahan Ibu Kota
Sofian mengingatkan, sektor transportasi, perkotaan dan lingkungan perlu terintegrasi dalam pembangunan kota dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Kinerja keberlanjutan kota tidak hanya menyangkut pembangunan kota, tetapi juga sektor transportasi merupakan salah satu sektor besar.
Kota yang direncanakan menjadi kawasan inti pusat pemerintahan diperkirakan hanya terdapat penduduk 300.000-400.000 orang yang mayoritas aparat sipil negara. Salah satu visi Presiden Joko Widodo tentang pemindahan ibu kota negara adalah mentransformasikan gaya hidup.
”Gaya hidup kota Jakarta yang tidak sehat, sangat car centris dan boros, hendak ditinggalkan. Salah satu permodelan yang akan dilakukan adalah pola bekerja dalam kementerian. Satu sama lain menteri akan didekatkan. Sekarang ini, misalnya, posisi kementerian berada di 20 lokasi berbeda sehingga untuk saling bertemu membutuhkan pengawalan perjalanan yang berpotensi menimbulkan kemacetan,” kata Sofian.
Karena itu, pada IKN ke depan, pertemuan menteri itu bisa dilakukan di sebuah bukit bernama Government Hills. Transformasi yang akan diciptakan bukan lagi menggunakan kendaraan, melainkan cukup berjalan kaki. Bahkan, antar-gedung akan dibangun konektivitasnya berupa jembatan penghubung.
Kementerian Perhubungan dinilai hanya memperhitungkan sisi jalan, sedangkan batas bangunan sudah menjadi urusan sektor lain. Inilah perlunya koordinasi yang tertata baik. Keamanan bisa dilakukan dari sisi distrik dengan menggunakan sistem cerdas.
Berbukit
”Lokasi IKN di Paser Penajam dan Sepaku umumnya berbukit-bukit. Konsekuensinya, kita harus melakukan rasionalisasi, engineering solution, cut and fill analysis supaya tidak tertimpa bencana. Karena itu, untuk pembangunan transportasi cerdas, Kementerian Perhubungan perlu melihat lebih detail,” kata Sofian.
Menurut Sofian, pendekatan multidisiplin diperlukan. Ada sektor-sektor lain, seperti Bappanes, Kementerian PUPR, sektor lingkungan, dan transportasi. Untuk menjadi model kota berkelas, IKN dapat menjadi peluang dalam menciptakan standar kota baru yang lebih tinggi. Interkoneksi antarlevel makro-mezzo-mikro perlu dibuat secara detail.
Baca juga: Harap-harap Cemas Menyongsong Perubahan di Calon Ibu Kota Baru
”Yang tak boleh diabaikan, bagaimana menangani kompleksitas dan tantangan menyangkut kondisi alam berbukit, kondisi tanah, manajemen risiko, dan sebagainya. Kita sudah mau melakukan ground breaking sehingga tidak boleh lagi ada hal mendasar yang mengganggu perencanaan pembangunan IKN,” kata Sofian.
Bahkan, lanjut Sofian, teknologi mobil swakemudi yang belum masuk ke Indonesia perlu dipersiapkan infrastrukturnya sejak dini. Ini perlu adaptasi pembangunan infrastruktur.
Resdiansyah melihat, masalah klasik transportasi di Indonesia tumpang tindih. Masalah kemacetan, polusi, ketidaksamaan aksesibilitas, tidak efisien, ketidakberlanjutan, keselamatan, kualitas pelayanan hingga penelantaran kesejahteraan pekerja. Tujuannya bukan membangun kembali problem Jakarta di IKN.
”Sebanyak 83 persen nantinya akan tinggal di urban, termasuk 1,5 juta jiwa berada di IKN. Dalam lima tahun, diperkirakan berkembang menjadi 5 juta jiwa,” kata Resdiansyah.
Resdiansyah memperlihatkan tantangan sistem intelijen transportasi di IKN. Kondisi geografis merupakan salah satu hambatan dalam perencanaan infrastrukturnya. Kesulitan lain mulai dari sumber daya manusia hingga membangun infrastruktur, termasuk budaya mengemudi dan beperjalanan di Indonesia yang mungkin juga akan dialami di IKN.
Agus mengatakan, indikator perjalanan dari satu titik, seperti bandara, menuju IKN memang baik. Namun, indikator yang sangat ideal membutuhkan satu standar pembangunan infrastruktur. Indonesia belum memiliki standar yang kuat.
Kesulitan lain mulai dari sumber daya manusia hingga membangun infrastruktur, termasuk budaya mengemudi dan beperjalanan di Indonesia yang mungkin juga akan dialami di IKN.
Baca juga: Imaji Kota Hijau di Ibu Kota Negara Baru
Bicara IKN, lanjut Agus, tentu bicara konektivitas. Hampir semua perencanaan Kementerian Perhubungan terkesan masih mengedepankan sikap subsektoral yang tidak mengerucut pada antarmoda dan konektivitas. Yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah jaringan dan simpul untuk menciptakan konektivitas sistem transportasinya.
”Kalau bicara konektivitas di IKN, kita sesungguhnya bicara konektivitas di dalam kawasan IKN, provinsi, nasional, dan global. Itu menyangkut persoalan keterpaduan jaringan prasarana dan pelayanan. Karena itu, harus dipikirkan perbandingan antar-moda angkutan umum,” kata Agus.
MTI melihat ada hal-hal kontradiktif yang selalu dipertanyakan masyarakat. Di satu sisi, pembangunan IKN hanyalah membangun pusat pemerintahan tanpa harus didukung aglomerasi wilayah pendidikan, budaya, perdagangan, dan industri. Tidak akan terjadi semacam Jabodetabek baru. Namun, di lain sisi, IKN merupakan stimulasi awal untuk membangun aglomerasi wilayah-wilayah yang besar, terutama wilayah penyangganya.
Ada pula yang menekankan IKN hendaknya tidak sekadar fokus pembangunan Kalimantan Timur. Sebab, IKN perlu memikirkan aglomerasi wilayah antarprovinsi, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan khususnya Kalimantan Tengah. Sekarang ini memang tidak menimbulkan kecemburuan. Namun, jangka waktu 10-15 tahun akan memunculkan persoalan karena komoditas ketahanan pangan juga dimiliki kontribusinya oleh Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
IKN diharapkan menjadi sebuah inklusi sosial yang modern, tetapi tetap mempertimbangkan transportasi yang humanis. Nilai kemanusiaan harus dikedepankan di tengah gagasan teknologi yang smart, green ataupun keindahan. Karena itu, perlu kerja sama kelembagaan pengembangan ekonomi baru antara IKN dan daerah, terutama daerah penyangga, agar tidak terlalu membebani pemerintah daerah, terutama terkait dengan aksesibilitas dan mobilitasnya.
Ismail menegaskan, ”Untuk membangun IKN cerdas, salah satu yang utama dibutuhkan adalah infrastruktur fiber optik yang terkoneksi di semua titik. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Semua titik sekeliling IKN perlu ditanam fiber optik karena di titik-titik itulah harus dibangun BTS-BTS untuk mewujudkan konektivitas cerdas itu.”
Baca juga: Tantangan Menggerakkan Ekonomi di Luar Jawa