Meski Tertekan Pandemi, BRI Masih Cetak Laba Bersih Rp 6,86 Triliun
BRI mencatat laba bersih triwulan pertama Rp 6,86 triliun, turun 16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 8,16 triliun.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah situasi pandemi Covid-19, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencatat laba bersih Rp 6,86 triliun pada triwulan pertama tahun ini. Laba bersih itu ditopang oleh pertumbuhan kredit mikro yang merupakan cerminan kegiatan ekonomi sudah perlahan pulih pada tiga bulan awal tahun ini.
Mengutip laporan keuangan BRI, laba bersih triwulan pertama perseroan mencapai Rp 6,86 triliun. Catatan tersebut turun 16 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 8,16 triliun.
Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, meski menurun, laba bersih yang dicapai BRI pada triwulan pertama tahun ini didorong oleh kondisi perekonomian yang perlahan mulai membaik. Berbeda dengan kondisi ekonomi triwulan pertama tahun lalu yang praktis belum sepenuhnya pulih dampak dari pandemi.
”Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama sudah lebih baik dari periode-periode triwulan sebelumnya. Ini menopang kinerja perseroan,” ujar Sunarso dalam konferensi pers virtual laporan kinerja keuangan BRI triwulan I tahun 2021, Selasa (25/5/2021).
Laba bersih yang menurun ini disebabkan pendapatan bunga BRI yang menurun. Pada triwulan pertama tahun ini, pendapatan bunga BRI sebesar Rp 29,63 triliun, menurun 5,45 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 31,34 triliun. Pendapatan ini diperoleh dari total penyaluran kredit yang sebesar Rp 914,19 triliun.
Di sisi lain dana pihak ketiga (DPK) BRI pada triwulan pertama tahun ini masih bertumbuh 1,97 persen pada posisi Rp 1.049,32 triliun. Adapun rincian DPK itu terdiri dari tabungan sebesar Rp 443,87 triliun, giro sebesar Rp 174.33 triliun, dan deposito sebesar Rp 431,12 triliun.
Komposisi penyaluran kredit dan deposito itu mencatat rasio kredit dan deposito (LDR) perseroan triwulan pertama tahun ini berada pada level 86,77 persen. Posisi itu menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 90,39 persen.
Dengan catatan itu, aset perseroan pada triwulan pertama tahun ini tercatat tumbuh sebesar 3,83 persen menjadi Rp 1.411,05 triliun dibandingkan dengan triwulan pertama tahun lalu.
Sunarso mengatakan, BRI masih optimal dalam melaksanakan fungsi utamanya sebagai penyalur kredit kepada segmen mikro. Kredit mikro BRI pada triwulan pertama tahun ini tumbuh 12,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dengan pertumbuhan kredit mikro itu, total penyaluran kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada triwulan pertama tahun ini mencapai Ro 736,80 triliun atau setara dengan 80,60 persen dari total kredit BRI yang sebesar Rp 914,19 triliun. Porsi sisa penyaluran kredit lainnya di BRI berasal dari kredit non- UMKM seperti kredit korporasi.
Kendati masih pandemi Covid-19, perseroan menjaga kualitas kredit yang disalurkan dengan menjaga non-performing loan (NPL) net pada level 3,16 persen, di bawah ambang batas berbahaya, yakni 5 persen. Selain itu, BRI juga menyiapkan pencadangan (NPL Coverage) sekitar 250,60 persen.
”Pencadangan yang ditetapkan BRI dialokasikan dengan komposisi terbaik, di mana hingga akhir tahun kami proyeksikan pencadangan ini tidak akan setinggi tahun sebelumnya seiring dengan kondisi ekonomi yang kian membaik,” ujar Sunarso.
Sunarso menjelaskan, tahun ini pihaknya masih akan tetap fokus pada penyaluran kredit UMKM. Porsi kredit UMKM ditargetkan akan menembus 85 persen. Berdasarkan pantauan di lapangan, lanjut Sunarso, aktivitas UMKM sudah kembali menggeliat sehingga membutuhkan pendanaan dari perbankan.
”Fokus BRI memang ke mikro, tetapi memberi dampak makro. Menggerakkan dan memulihkan perekonomian nasional,” ujar Sunarso.
Layanan digital
Selain fokus pada penyaluran kredit mikro, BRI juga memperkuat layanan perbankan digital. Direktur Konsumer BRI Handayani menuturkan, pandemi mengubah pola konsumen mengakses layanan perbankan. Hal ini ditandai dengan penggunaan layanan perbankan digital BRI.
Handayani mengatakan, pengguna aktif layanan perbankan digital BRI, yakni mobile banking dan internet banking, pada triwulan pertama tahun ini tumbuh 150 persen dari 4 juta menjadi 10 juta. Hal ini diikuti peningkatan volume transaksi sebanyak lima kali lipat dan frekuensi transaksi tumbuh empat kali lipat. Sementara itu, jumlah aktivitas perbankan via ATM BRI hanya tumbuh 9 persen.
”Jadi bisa dilihat bahwa ada perubahan perilaku konsumen yang sebelumnya di ATM sekarang beralih ke digital platform,” ujar Handayani.