Belanja Modal Operator Telekomunikasi Diperkirakan Membesar
Penggelaran secara komersial layanan berbasis teknologi akses seluler 5G membutuhkan belanja modal yang kuat. Operator telekomunikasi pun harus mengantongi surat keputusan laik operasi dari pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah menegaskan, operator telekomunikasi yang hendak menggelar komersial layanan berteknologi akses seluler 5G wajib lulus uji laik operasi dan mengantongi surat keputusan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jika tidak memenuhi kedua persyaratan itu, operator dilarang mendistribusikan secara komersial 5G.
Salah satu operator telekomunikasi yang sudah memperoleh surat keputusan laik operasi menggelar komersial layanan 5G adalah Telkomsel.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Senin (24/5/2021), di Jakarta, menyampaikan hal tersebut. Telkomsel akan menjadi operator telekomunikasi seluler pertama di Indonesia yang mulai menggelar secara komersial layanan 5G pada 27 Mei 2021. Dia meyakini, operator telekomunikasi seluler lainnya sudah memahami bahwa uji laik operasi (ULO) dan surat keputusan laik operasi (SKLO) menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi sebelum komersialisasi 5G. Pihaknya menunggu operator lainnya segera menyusul.
"Tanpa SKLO, kami akan menetapkan operator telekomunikasi yang memaksakan komersialisasi layanan 5G sebagai aksi ilegal di bidang telekomunikasi. Kami paham bahwa 5G sebagai revolusi teknologi akses telekomunikasi seluler sehingga operator telekomunikasi harus berhati-hati menetapkan belanja modal dan operasional," ujar dia.
Tanpa SKLO, kami akan menetapkan operator telekomunikasi yang memaksakan komersialisasi layanan 5G sebagai aksi ilegal di bidang telekomunikasi. Kami paham bahwa 5G sebagai revolusi teknologi akses telekomunikasi seluler sehingga operator telekomunikasi harus berhati-hati menetapkan belanja modal dan operasional. (Menkominfo Johnny G Plate)
Selain mendorong operator telekomunikasi punya peta jalan strategi bisnis yang pas, dia juga berharap pemerintah daerah ikut membantu mempercepat pembangunan infrastruktur jaringan fisik 5G. Misalnya, pembangunan menara pemancar pendukung 5G yang diperkirakan akan lebih banyak.
Kemkominfo bersama dengan beberapa penyelenggara telekomunikasi telah melakukan 12 kali uji coba jaringan 5G sepanjang tahun 2017 hingga 2020
Dari sisi pemerintah pusat, Kemkominfo mendata, lebar pita frekuensi yang saat ini sudah dipakai operator telekomunikasi mencapai sekitar 737 MHz. Hingga tahun 2024, bersamaan dengan penggelaran komersial layanan 5G, jumlah lebar pita frekuensi yang dibutuhkan yaitu 2.047 MHz. Artinya, masih ada kekurangan 1.310 MHz. Solusi Kemkominfo adalah pengaturan kembali (reframing) dan framing spektrum frekuensi.
"Teknologi akses seluler 5G fleksibel dipakai untuk menggelar layanan jaringan tetap pita lebar (fixed broadband) dan jaringan bergerak pita lebar. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya memberikan dasar hukum kuat untuk implementasi praktik berbagai infrastruktur 5G secara aktif dan pasif antarperusahaan," kata Johnny.
Direktur Jenderal Sumber Daya Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo Ismail menambahkan, selain operator telekomunikasi, konten kreator generasi muda diharapkan berpartisipasi aktif menciptakan inovasi produk berbasis teknologi 5G. Dengan demikian tercipta monetisasi lebih tinggi.
Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro menyampaikan, belanja modal untuk penggelaran komersial layanan 5G memperhatikan aspek keekonomiannya dari teknologi akses seluler itu. Berbagai bentuk inovasi produk pemanfaatan 5G akan dibuat sesuai kebutuhan masyarakat.
Mengenai sasaran konsumen, Setyanto mengatakan, komersialisasi layanan 5G terbatas dimulai dari Jabodetabek, setelah itu menyusul di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Surakarta, Bandung, dan Surabaya. Konsumen pebisnis ataupun tinggal di residensial akan jadi sasaran. Konsumen individu yang telah mempunyai ponsel pintar yang mendukung 4G tidak perlu ganti kartu perdana 5G.
"Saat peluncuran komersial layanan 5G pada tanggal 27 Mei 2021, kami baru mengumumkan resmi harga paket data untuk segmen konsumen ritel ataupun harga produk layanan berbasis 5G lainnya. Kami pastikan, kisaran harga layanan 5G masih terjangkau," ujar Setyanto.
Mengutip laporan "Global Mobile Trends 2021" yang dirilis oleh GSMA Intelligence akhir tahun 2020, para operator telekomunikasi diperkirakan akan menghabiskan sampai 80 persen dari belanja modal mereka atau total 890 miliar dollar AS untuk penggelaran layanan komersial 5G selama lima tahun mendatang.
Adopsi layanan berteknologi akses seluler 5G oleh konsumen akan mencapai 20 persen dari koneksi seluler global pada tahun 2025. Meskipun demikian, tingkat adopsi akan lebih tinggi di antara negara-negara yang lebih dulu menggelar layanan 5G secara komersial, seperti Amerika Serikat, China, Korea Selatan, Jepang, dan sebagian Eropa. Untuk jangka pendek, penggelaran komersial layanan 5G beserta adopsinya sebagian besar tergantung waktu pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang turut menekan pendapatan konsumen.
Baca juga: Ketersediaan Spektrum Frekuensi Belum Ideal
Perang harga
Equity Research Associate Bahana Sekuritas Jason Chandra saat dihubungi secara terpisah berpendapat, perang harga layanan seluler masih berlanjut karena di pasar masih ditemukan produk dengan promosi pemasaran "unlimited". Meski demikian, perang harga layanan seperti itu tidak segencar tahun-tahun sebelumnya.
"Cukup susah untuk mengelola perang harga layanan seluler. Namun, beberapa operator telekomunikasi seluler sudah menyadari bahwa menjual layanan paket dengan embel-embel unlimited tidak akan membuat kinerja keuangan perusahaan tumbuh secara berkelanjutan," ujar dia.
Pelaku industri telekomunikasi seluler di Indonesia akhirnya belum terbuka membahas belanja modal mereka untuk penggelaran komersial layanan 5G. Menurut Jason, ada kemungkinan operator telekomunikasi seluler masih membutuhkan waktu cukup lama karena seluruh infrastruktur belum siap, baik dari sisi ketersediaan spektrum frekuensi belum ideal maupun menara pemancar.
Head of Industry dan Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani memandang, perusahaan telekomunikasi dalam melakukan transisi teknologi akses seluler 5G perlu pertimbangan waktu yang tepat karena mereka telah berinvestasi di teknologi sebelumnya. Perpindahan layanan menuju ke teknologi akses seluler 5G akan membuat investasi di teknologi terdahulu menjadi usang.
Namun demikian, perusahaan telekomunikasi juga harus mempertimbangkan tindakan pesaingnya tentang seberapa cepat melakukan transisi teknologi ke 5G. Jika suatu operator telekomunikasi telat melakukan transisi, ada potensi perusahaan bersangkutan kehilangan pelanggan dan kalah bersaing.
"Oleh karena itu, keputusan berinvestasi ke teknologi akses seluler 5G harus selalu mempertimbangkan kinerja keuangan tetap berjalan baik. Persaingan di industri telekomunikasi seluler memang sangat keras sehingga perang harga layanan masih akan terjadi," ujar Dendi.
Oleh karena itu, keputusan berinvestasi ke teknologi akses seluler 5G harus selalu mempertimbangkan kinerja keuangan tetap berjalan baik. Persaingan di industri telekomunikasi seluler memang sangat keras sehingga perang harga layanan masih akan terjadi. (Dendi Ramdani )
Persaingan layanan telekomunikasi seluler harus dijaga agar tetap adil dan sehat. Hal terpenting, imbuh Dendi, adalah mengantisipasi agar jangan sampai terjadi penurunan harga dengan tujuan untuk mematikan pesaing atau predatory pricing. Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) penting sebagai otoritas yang menjaga agar persaingan tetap sehat.
Lebih jauh, pemerintah bisa pula membantu investasi layanan 5G. Misalnya, pemerintah memberikan insentif keringanan pajak sehingga mempercepat transisi teknologi akses seluler ke 5G.
Baca juga: Jaringan 5G Belum Merata, Ponsel Pintar Andalkan Konsumsi dan Kreasi Konten