Kemenkominfo Dalami Dugaan Kebocoran Data 279 Juta Penduduk
Kementerian Komunikasi dan Informatika mendalami dugaan kebocoran data pribadi 279 juta penduduk Indonesia. Informasi terkait dugaan kebocoran itu viral pada Kamis (20/5/2021) sore.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Merespons dugaan kebocoran data pribadi 279 juta penduduk Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan penelusuran guna memastikannya. Hingga Kamis (20/5/2021) pukul 20.00 WIB, tim kementerian masih bekerja dan sejauh ini belum dapat menyimpulkan telah terjadi kebocoran data pribadi dalam jumlah masif.
”Kesimpulan ini diambil setelah dilakukan beberapa tahap pemeriksaan secara hati-hati terhadap data yang beredar,” ujar Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Dedy Permadi dalam pernyataan resmi pukul 21.30 WIB.
Dedy mengatakan, penelusuran dan penyelidikan masih akan terus dilakukan secara mendalam. Perkembangan hasil penyelidikan akan disampaikan kemudian. Kemenkominfo juga melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait sesuai ketentuan yang berlaku.
Lebih jauh, lanjut Dedy, Kemenkominfo meminta agar seluruh penyedia platform digital dan pengelola data pribadi semakin meningkatkan upaya menjaga keamanan data pribadi dengan mengacu ketentuan perlindungan data pribadi yang berlaku. Mereka juga diminta agar selalu memastikan keamanan sistem elektronik yang dioperasikan.
Kepada masyarakat, Kemenkominfo mengimbau agar semakin berhati-hati dan waspada. Data pribadi tidak dibagikan kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
”Kami imbau agar warga selalu secara berkala memperbarui password pada akun-akun elektronik yang dimiliki serta memastikan gawai yang digunakan mendapat pembaruan sistem,” ujarnya.
Sejak Kamis sore, informasi kebocoran data penduduk Indonesia sekitar 279 juta orang viral. Dari satu juta sampel yang diperoleh pakar digital forensik Ruby Alamsyah, lalu dia teliti menunjukkan, ada dugaan kecenderungan data tersebut mengandung informasi pribadi peserta jaminan sosial kesehatan. Ini dibuktikan dengan adanya informasi ”nama penanggung” dan ”nomor kartu” seperti formulir jaminan sosial kesehatan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
”Diduga demikian,” ujar Ruby.
Kasus kebocoran data pribadi semakin menunjukkan urgensi penetapan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Menurut dia, kebocoran data bisa dialami, baik oleh instansi pemerintah maupun swasta. Adanya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan data pribadi membuat penyimpan dan pengolah data pribadi, apa pun latar belakang instansinya, bisa meningkatkan kehati-hatian mereka.
”Adanya regulasi perlindungan data pribadi setingkat undang-undang memberikan sanksi hukum yang tegas,” katanya.