Sejumlah analis pasar modal memperkirakan GoTo, induk perusahaan hasil merger Gojek dan Tokopedia, melangkah ke bursa saham melalui perusahaan cangkang khusus untuk akuisisi (SPAC). Akankah GoTo menempuh jalur SPAC?
Oleh
Joice Tauris Santi dan Mediana
·5 menit baca
Mencatatkan saham di bursa dapat dilakukan dengan sejumlah cara. Cara yang paling umum ditempuh sebuah perusahaan ialah dengan menjual sahamnya kepada publik sekaligus mencatatkan diri sebagai emiten di bursa. Model kedua ialah dengan membeli perusahaan yang sudah ada di bursa. Terakhir, merger dengan perusahaan cangkang yang sudah terlebih dahulu terdaftar di bursa.
Cara terakhir ini akan ditempuh oleh Grab Holding Inc (Grab). Grab sudah menjalin kesepakatan merger dengan Altimeter Growth Corp (AGC). AGC merupakan sebuah perusahaan khusus untuk akuisisi (special purpose acquisition company/SPAC) yang akan menjadi cangkang guna memuluskan langkah Grab melaju di bursa Nasdaq pada Juli mendatang.
Dalam pernyataan resmi di laman Grab pada 13 April 2021, Grab menjelaskan, pihaknya dan AGC akan menjadi anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan induk baru. Perusahaan gabungan tersebut diharapkan memiliki nilai ekuitas secara proforma sekitar 39,6 miliar dollar AS.
Co-Founder dan Group CEO Grab Anthony Tan mengatakan, pelepasan saham di bursa Amerika Serikat menjadi kebanggaan bagi perusahaan untuk mewakili Asia Tenggara di pasar publik global. Strategi aplikasi super yang terdiversifikasi membantu mitra pengemudi Grab berporos pada pengiriman. Strategi itu juga memungkinkan Grab untuk menghasilkan pertumbuhan sekaligus meningkatkan profitabilitas.
Sebenarnya apa itu SPAC? SPAC merupakan ”perusahaan cek kosong” yang dibentuk untuk mendanai peluang merger atau akuisisi. SPAC diberi waktu dua tahun untuk menjadi perusahaan cangkang yang dapat membantu perusahaan lain menjadi emiten di bursa saham. Di bursa Indonesia, sejauh ini belum ada perusahaan yang menempuh cara dengan menggunakan SPAC untuk dapat tercatat di bursa. Di kawasan Asia, bursa Hong Kong tampaknya akan memberikan lampu hijau agar perusahaan dapat masuk bursa melalui SPAC.
Sementara di bursa Amerika Serikat, praktik penggunaan SPAC sudah berlangsung sejak 20 tahun lalu. Akan tetapi, pamornya baru moncer dua tahun terakhir ini karena semakin banyak perusahaan yang masuk bursa melalui SPAC.
Menurut data dari SPAC Reaserch, dalam tiga bulan pertama 2021, terdapat dana senilai 87,9 miliar dollar AS yang diperoleh melalui SPAC. Nilai ini melampaui jumlah perolehan sepanjang tahun lalu yang senilai 83,4 miliar dollar AS. Angka ini juga melampaui dana yang diraup melalui SPAC selama 15 tahun.
Menggunakan SPAC dianggap lebih cepat dan lebih murah dibandingkan dengan sebuah perusahaan langsung masuk ke bursa dengan cara tradisional. Masuk ke bursa, perusahaan harus memenuhi berbagai persyaratan, baik administratif maupun keuangan. Biasanya, harga saham SPAC dimulai pada harga 10 dollar AS. Harga saham ini akan bergerak setelah SPAC merger dengan perusahaan yang mau mencatatkan sahamnya di bursa.
Meski demikian, ada kelemahan penggunaan SPAC bagi para investor awal. Setelah merger dengan perusahaan yang hendak tercatat di bursa, para sponsor yaitu pemegang saham SPAC awal, biasanya mengalami dilusi saham. Setelah merger, valuasi akan membesar, harga dan komposisi kepemilikan saham akan berubah.
Goldman Sachs’ US Head of SPACs Olympia McNerney, dalam Global Macro Research yang dirilis Goldman Sachs pada 28 Januari 2021, mengatakan, dari perspektif perusahaan, keterbukaan perusahaan ke pasar/publik memungkinkan mereka untuk lebih memahami cara mereka melepaskan saham ke bursa. Ini mendorong peningkatan minat perusahaan pada SPAC. Meskipun SPAC tidak cocok untuk semua latar belakang ataupun karakter perusahaan, beberapa pengusaha menganggap proses SPAC menarik, seperti kemampuan untuk memberikan proyeksi kepada investor dan mengumpulkan dana.
Perusahaan rintisan berbasis teknologi asal Indonesia, Tiket.com, Selasa (18/5/2021), seperti dikabarkan oleh Bloomberg.com, telah memulai pendekatan dengan COVA Acquisition Corp yang juga SPAC. Tujuannya adalah merger untuk kebutuhan Tiket.com melepaskan saham di bursa. Pembicaraan antara Tiket.com dan COVA belum membuahkan hasil akhir yang mengikat kedua belah pihak. Merger antara Tiket.com dan COVA diperkirakan bernilai 2 miliar dollar AS.
Tiket.com merupakan perusahaan rintisan berbasis teknologi yang menyediakan aneka kebutuhan perjalanan dan pariwisata, seperti tiket untuk penerbangan, kereta api, dan tiket masuk pertunjukan. Tiket.com juga melayani pemesanan hotel dan penyewaan mobil.
Pada pertengahan Juni 2017, Tiket.com diakuisisi oleh Blibli.com, perusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang berbentuk ritel daring. Setahun berikutnya, Blibli.com bersama Astra International menyuntikkan investasi ke Gojek dengan nilai sekitar 250-290 juta dollar AS.
Public Relations Manager Tiket.com, Sandra Ayu Darmosumarto, saat dihubungi pada hari Selasa (18/5/2021) dari Jakarta membenarkan bahwa Tiket.com telah memiliki rencana untuk mencatatkan saham di bursa. Rencana ini sering disampaikan, tetapi pihaknya belum bisa menyampaikan kepada publik soal waktunya.
”Saat ini, kami masih mempertimbangkan sejumlah opsi,” katanya ketika diminta konfirmasi terkait berita Bloomberg serta kaitannya dengan kepemilikan saham Blibli.com di Tiket.com.
Pesaing Tiket.com, Traveloka, dikabarkan sudah menjalin pembicaraan dengan Bridgetown Holdings Ltd yang juga adalah SPAC. Traveloka akan menggunakan SPAC Bridgetown untuk masuk bursa Nasdaq Amerika Serikat.
Profesor di Universitas Florida, Jay Ritter, dan Kepala Pasar Modal Ekuitas Goldman Sachs, David Ludwig, dalam laporan itu berpendapat, perusahaan yang akan melantai di bursa saat ini umumnya jauh lebih mapan. Investor juga melihat potensi periode pertumbuhan yang lebih positif yang didorong oleh kemajuan vaksinasi, stimulus fiskal yang signifikan, dan keberlanjutan tingkat suku bunga rendah.
Akan tetapi, keduanya mengakui bahwa sentimen investor yang bisa terpukul jika prospek ekonomi memburuk ataupun kualitas perusahaan, yang akan melantai di bursa saham, memburuk dan menimbulkan risiko terhadap keseluruhan prospek kuat penawaran saham perdana (IPO) tahun 2021.
Apakah SPAC merupakan cara investasi yang bagus? Ritter sepakat dengan pandangan Michael Klausner, Profesor Stanford Law School, bahwa hal itu tergantung investor sebelum dan setelah merger. Profil pengembalian investasi kedua kelompok investor berlawanan.
Perjalanan dua perusahaan yang baru merger Gojek-Tokopedia, yakni Grup GoTo, diperkirakan banyak analis pasar modal juga akan melalui SPAC. SPAC mana yang akan menjadi cangkang tentu akan menarik dicermati.