Lantaran perang dagang dengan AS, nilai ekspor furnitur China ke AS turun drastis menjadi 7,9 miliar dollar AS pada 2019. Masih terbuka peluang sekitar 25 miliar dollar AS di pasar AS yang bisa diisi oleh Indonesia.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – JAKARTA, KOMPAS – Selama setahun terakhir, ekspor furnitur Indonesia ke sejumlah negara, terutama Amerika Serikat, tumbuh pesat. Hal ini merupakan buah dari keberhasilan pelaku industri memanfaatkan ceruk perang dagang Amerika Serikat dengan China serta gaya hidup masyarakat di sejumlah negara tujuan ekspor. Namun, masih banyak tantangan yang perlu diatasi.
Kementerian Perdagangan mencatat, pada 2020, nilai ekspor produk furnitur Indonesia tembus 1,65 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau tumbuh sebesar 9,93 persen dari 2019 yang sebesar 1,49 miliar dollar AS. Sementara pada triwulan I-2021, ekspornya senilai 536,52 juta dollar AS, tumbuh 28,16 persen dari periode sama 2020.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri, Rabu (19/5/2021), mengatakan, pertumbuhan tertinggi ekspor furnitur Indonesia adalah ke AS dengan pangsa pasar sebesar 52,97 persen dari total nilai ekspor pada 2020. Ekspor furnitur ke negara tersebut tumbuh 20,96 persen dari 721,2 juta dollar AS pada 2019 menjadi 872,37 juta dollar AS pada 2020.
Pertumbuhan ekspor furnitur ke AS tersebut berlanjut di tiga bulan pertama tahun ini. Pada triwulan I-2021, nilai ekspornya mencapai 299,5 juta dollar AS, tumbuh 38,28 persen dari periode sama 2020 yang sebesar 216,3 juta dollar AS.
“Produk-produk furnitur yang banyak diminati baik oleh AS maupun sejumlah negara lainnya adalah beragam furnitur dalam dan luar ruangan yang terbuat dari kayu,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Kasan menyatakan, ekspor furnitur ke AS dapat melonjak tinggi tidak lepas dari perilaku atau gaya hidup masyarakat AS yang kerap mengganti furnitur setiap beberapa tahun sekali. Selain itu, banyak perusahaan furnitur di Indonesia yang menerima pemesanan secara daring dari sejumlah pembeli baru selama pandemi Covid-19.
Di tengah pemulihan daya beli masyarakat di sejumlah negara, termasuk AS, tren ini akan berlanjut. ”Oleh karena itu, pemerintah bersama pelaku kepentingan terkait akan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi sejumlah negara untuk mendorong ekspor baik melalui promosi, misi dagang, maupun pemasaran secara daring,” kata dia.
Pemerintah bersama pelaku kepentingan terkait akan memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi sejumlah negara untuk mendorong ekspor baik melalui promosi, misi dagang, maupun pemasaran secara daring.
Manfaatkan peluang
Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur menuturkan, pasar AS memang sangat besar dan momentum pertumbuhannya selama masa pandemi ini perlu dimanfaatkan secara optimal. Tak hanya itu, ceruk perang dagang AS-China telah berhasil dibidik dan diisi oleh Indonesia dengan baik.
China merupakan eksportir furnitur terbesar ke AS dengan nilai ekspornya rata-rata sekitar 33 miliar dollar AS. Lantaran perang dagang dengan AS, nilai ekspor furnitur China ke AS turun drastis menjadi 7,9 miliar dollar AS pada 2019.
“Ada ceruk sekitar 25 miliar dollar AS di pasar AS yang bisa diisi oleh Indonesia. Pesaing Indonesia adalah Vietnam, Kanada, dan Meksiko,” ujarnya.
Ada ceruk sekitar 25 miliar dollar AS di pasar AS yang bisa diisi oleh Indonesia. Pesaing Indonesia adalah Vietnam, Kanada, dan Meksiko.
Saat ini, lanjut Sobur, Vietnam kewalahan memenuhi permintaan AS lantaran skala industri, bahan baku, dan sumber daya manusianya terlalu kecil. Sementara Kanada dan Meksiko yang skala industrinya lebih kecil tidak signifikan menyuplai furnitur ke AS.
Indonesia harus bisa terus memanfaatkan momentum tersebut mengingat daya beli masyarakat AS kini semakin pulih pasca gelontoran stimulus dari Pemerintah AS. Tren lonjakan ekspor furnitur ke AS ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga 2024.
“Kami berharap pemerintah turut mencermati hal ini. Kamu juga berkali-kali meminta pemerintah turut memperbaiki daya saing industri mebel Indonesia, menjamin suplai bahan baku, pengamanan penyelundupan kayu dan rotan, serta menurunkan suku bunga kredit,” kata dia.
Menurut Sobur, pemerintah juga perlu melindungi pasar furnitur domestik. Pasalnya, peningkatan ekspor furnitur ini juga dibarengi dengan peningkatan impor furnitur. HIMKI mencatat, impor furnitur Indonesia senilai 355 juta dollar AS pada 2015. Kemudian pada 2019, nilai impornya sudah hampir berlipat menjadi 594 miliar dollar AS.
Sekitar 60 persen dari impor tersebut adalah produk-produk furnitur asal China. Sejak berseteru dengan AS, China banyak menggulirkan produk-produknya, termasuk furnitur, ke negara-negara berkembang. Hal itu membuat HIMKI yang juga fokus menggarap pasar domestik kewalahan.