Kereta Cepat Jakarta-Bandung Ditargetkan Beroperasi Akhir 2022
Pengerjaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung terus dikebut. Jalur kereta sepanjang 142,3 kilometer itu ditargetkan mulai diuji coba pada akhir tahun 2022.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo menyimak penjelasan saat meninjau perkembangan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/5/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan konstruksi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, yang merupakan salah satu proyek strategis nasional, sudah 73 persen. Pengerjaan konstruksi proyek kerja sama Indonesia-China itu ditargetkan rampung tahun depan sehingga bisa mulai diujicobakan pada akhir tahun 2022.
Presiden Joko Widodo, saat meninjau perkembangan pembangunan konstruksi kereta cepat Jakarta-Bandung di Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi Jawa Barat, Selasa (18/5/2021), mengatakan, pembangunan konstruksi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, hingga bulan Mei ini, sudah mencapai 73 persen. Karena itu, harapannya, persiapan operasi kereta cepat Jakarta-Bandung sudah bisa dimulai awal tahun 2022.
”Diharapkan juga nanti di akhir tahun 2022 kereta cepat Jakarta-Bandung sudah bisa diujicobakan. Tentu saja setelah uji coba, langsung masuk ke operasional,” ujar Presiden Jokowi ketika meninjau perkembangan pembangunan konstruksi di lokasi Tunnel #1 KCJB, Kecamatan Pondokgede, Kota Bekasi.
Seusai meninjau pelaksanaan vaksinasi gotong royong perdana di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Selasa siang, Presiden Jokowi meninjau perkembangan pembangunan konstruksi kereta cepat Jakarta-Bandung. Dalam peninjauan itu, Presiden didampingi oleh Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi.
Peninjauan dimulai di lokasi Casting Yard #1 yang terletak di Kelurahan Warunghaja, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Fasilitas Casting Yard #1 seluas 165.500 meter persegi tersebut dipakai untuk memproduksi box girder yang selanjutnya didistribusikan ke area Jakarta-Karawang selama pembangunan.
Di lokasi itu, Presiden Jokowi melakukan inspeksi dan memperoleh pemaparan mengenai perkembangan pembangunan. Presiden juga menerima kabar perkembangan pembangunan yang berlangsung di sejumlah titik, yakni Stasiun Halim, Tunnel #6, dan Track Laying Base melalui konferensi video.
Bersama rombongan terbatas, Presiden kemudian melanjutkan peninjauan ke lokasi Tunnel #1 yang terletak di Kilometer 5 Tol Jakarta-Cikampek. Terowongan dengan total panjang 1.885 meter tersebut berada di bawah Tol Jakarta-Cikampek.
Direktur Manajemen Proyek PT KCIC Allan Tandiono menjelaskan, Tunnel #1 merupakan terowongan pertama yang terdekat dengan Jakarta. Dalam waktu 14 bulan, pembangunan sudah memasuki tahap akhir penutupan, pemasangan drainase, dan pemasangan kabel untuk sistem persinyalan kereta. Sementara dari 13 terowongan yang dibangun, delapan di antaranya telah tersambung.
Terintegrasi
Kompas
Presiden Jokowi ketika meninjau perkembangan pembangunan konstruksi di lokasi Tunnel #1 KCJB, Kecamatan Pondokgede, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/5/2021).
Presiden Jokowi juga berharap kereta cepat yang menghubungkan Jakarta-Bandung ini bisa terintegrasi dengan moda tranportasi lain, seperti kereta ringan (LRT) dan Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta. Konektivitas antarmoda transportasi itu diyakini akan menciptakan efisiensi waktu dan diharapkan bisa menjadi kekuatan daya saing Indonesia dengan negara lain.
Perjalanan Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 kilometer ini diperkirakan dapat ditempuh dalam waktu 46 menit. Keberangkatan kereta cepat bermula dari Stasiun Halim, Jakarta, sebagai stasiun keberangkatan sekaligus kedatangan, dan berakhir di Stasiun Tegalluar, Bandung.
Lebih lanjut Presiden juga mengharapkan, pembangunan proyek kereta cepat juga menjadi ajang transfer teknologi. ”Kita berharap dari pembangunan kereta cepat ini juga ada transfer teknologi di mana SDM-SDM kita mampu menangkap dan mengambil ilmu dari pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Apabila sudah diputuskan akan diperpanjang sampai Surabaya, kesiapan SDM sudah punya pengalaman yang Jakarta-Bandung,” kata Presiden Jokowi.
Indikator keberhasilan
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang mengatakan, keberhasilan sebuah proyek infrastruktur transportasi diukur dari kemanfaatannya bagi masyarakat. Proyek akan dinyatakan berhasil jika ada masyarakat yang menggunakannya. Sebaliknya, jika tidak ada penggunanya, akan dianggap gagal.
”Sebagai praktisi transportasi, mikir-nya harus holistik, mikir makro. Tidak sekadar satu koridor mikro selesai, kereta jalan. Berpikir makro siapa nanti yang mau naik? Infrastruktur pendukung harus dipikirkan,” kata Deddy.
Integrasi dengan moda transportasi lain juga harus benar-benar dipikirkan. Apalagi, LRT dari Rawamangun menuju Halim juga masih dalam tahapan studi dan belum terealisasi. LRT sebagai kereta ringan pun tidak akan bisa menyamai kecepatan MRT ataupun KRL.
Deddy mengkritisi lokasi stasiun keberangkatan, yakni Stasiun Halim, yang dinilai terlalu jauh dari pusat Kota Jakarta. ”Tidak masuk akalnya, kenapa stasiunnya di pinggir. Apalagi Halim macet minta ampun. Kalau di Sudirman, saya optimistis. Kalau di Halim, kurang optimistis. Tersambung (dengan moda LRT/MRT) pun belum tentu. Saya anggap desain gagal kalau stasiunnya di Halim,” tambah Deddy.
Alih-alih menempuh jalan darat yang macet ke arah Halim dari pusat Kota Jakarta, penumpang akan lebih memilih transportasi kendaraan roda empat lewat tol menuju Bandung. Apalagi, kecepatan kereta cepat juga dinilai tidak akan bisa optimal hingga 320 km per jam. Ini karena adanya tiga stasiun pemberhentian di jalur sepanjang 142,3 kilometer tersebut. ”Paling 150 km per jam lalu berhenti lagi. Kecuali kalau dari Halim langsung Bandung. Tanpa berhenti bisa sampai 300 km per jam. Kalah dengan jalur jalan tol yang sudah lancar. Kalau pagi bisa kurang 2 jam Jakarta-Bandung,” ucapnya.
Pemerintah diharapkan belajar dari kegagalan LRT Sumatera Selatan dan kegagalan kereta bandara yang okupansinya selama dua tahun berjalan masih belum menjanjikan. Kereta bandara yang walau berada di tengah kota, masih minim penggunanya, jauh dari load factor atau faktor muat penumpang yang ideal.