Kenaikan Kasus Covid-19 Bisa Ganggu Ritme Pemulihan Ekonomi
Dengan adanya peningkatan jumlah kasus Covid-19, pemerintah dapat dipastikan akan kembali menerapkan kebijakan pembatasan yang secara otomatis akan berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha dan Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Adanya potensi lonjakan kasus Covid-19 usai periode libur hari raya Idul Fitri 2021 dikhawatirkan dapat mengganggu ritme pemulihan ekonomi tahun ini. Peningkatan mobilitas serta aktivitas ekonomi yang memicu kerumunan masa bisa jadi bumerang bila protokol kesehatan tidak dijalankan dengan benar.
Berdasarkan data Satgas Covid-19, penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia pada 7 Mei 2021 lalu mencapai 6.327 kasus. Ini merupakan yang tertinggi sejak 4 April 2021. Tingkat rasio tes positif harian juga meningkat menjadi 13,57 persen dibandingkan dengan rata-rata mingguan 11,6 persen.
Adapun pada 15 Mei, rasio positif harian mencapai 12,62 persen. Rasio ini menurun dibandingkan pekan sebelumnya, tetapi jumlah pemeriksaan Covid-19 pada 14 Mei 2021 tercatat hanya dilakukan pada 15.495 orang dalam sehari. Jumlah pemeriksaan tersebut jauh di bawah jumlah rata-rata pemeriksaan sebesar 40.000 orang per hari.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyoroti pelanggaran larangan mudik yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Hal ini antara lain telah memicu terjadinya kerumunan di banyak titik, terutama di tempat wisata.
“Kerumunan yang terjadi ini yang dikhawatirkan bisa meningkatkan kasus Covid-19 kembali, sehingga berpotensi merusak ritme pemulihan ekonomi,’’ kata Yusuf saat dihubungi Senin (17/5/2021).
Dapat dipastikan dengan adanya peningkatan jumlah kasus Covid-19, pemerintah tidak akan punya pilihan selain kembali menerapkan kebijakan pembatasan. Pembatasan yang tak terhindarkan ini secara otomatis akan berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi.
Terjadinya kerumunan di banyak titik terutama di tempat wisata berpotensi merusak ritme pemulihan ekonomi
Di luar potensi kenaikan kasus Covid-19 tersebut, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) masih diterapkan hingga akhir Mei 2021 di 30 provinsi di Tanah Air. Pembatasan ini tetap akan menghambat mobilitas masyarakat dan menekan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
“Berbagai kondisi tersebut akan membuat konsumsi rumah tangga di triwulan kedua tahun ini masih belum bisa tumbuh optimal dan akan sulit mengejar target pertumbuhan yang dicanangkan pemerintah hingga 7 persen,” ujar Yusuf.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari waktu ke waktu, konsumsi rumah tangga selalu menjadi komponen dengan kontribusi terbesar untuk membentuk produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan I-2021, konsumsi rumah tangga menyumbang 56,9 persen pada struktur PDB.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tiga bulan pertama tahun ini yang masih terkontraksi 2,23 persen, ikut menyeret pertumbuhan ekonomi ke posisi negatif 0,74 persen secara tahunan.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2021 dapat berada di kisaran 6,9 persen – 7 persen, karena ditopang oleh geliat ekonomi masyarakat serta stimulus-stimulus konsumsi dari pemerintah.
"Terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua. Pada komponen konsumsi misanya, faktor alokasi perlindungan sosial program PEN Rp 157,41 triliun, vaksinasi, serta stimulus properti dan otomotif akan memberikan daya dorong," ujarnya.
Di luar potensi tersebut tersebut, pemerintah pun masih menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga akhir Mei 2021 di 30 provinsi di Tanah Air. Pembatasan ini tetap akan menghambat mobilitas masyarakat dan menjegal pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
“Berbagai kondisi tersebut akan membuat konsumsi rumah tangga di triwulan kedua tahun ini masih belum bisa tumbuh optimal dan akan sulit mengejar target pertumbuhan yang dicanangkan pemerintah hingga 7 persen,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari waktu ke waktu, konsumsi rumah tangga selalu menjadi komponen dengan kontribusi terbesar untuk membentuk produk domestik bruto (PDB). Di awal tahun ini, konsumsi rumah tangga ini menyumbang 56,9 persen pada struktur PDB triwulan I-2021.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tiga bulan pertama tahun ini, yang masih terkontraksi 2,23 persen, ikut menyeret pertumbuhan ekonomi ke posisi negatif 0,74 persen secara tahunan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2021 dapat berada di kisaran 6,9 persen-7 persen karena ditopang geliat ekonomi masyarakat serta stimulus-stimulus konsumsi dari pemerintah.
”Terdapat beberapa faktor yang akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua. Pada komponen konsumsi, misalnya, faktor alokasi perlindungan sosial program PEN Rp 157,41 triliun, vaksinasi, serta stimulus properti dan otomotif akan memberikan daya dorong,” ujarnya.
Harapan besar
Jika penyebaran kasus Covid-19 terkendali, percepatan pemulihan ekonomi memang menjadi harapan besar. Pengamat ekonomi dan perbankan Ryan Kiryanto memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di triwulan kedua tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu bakal menyerupai kurva huruf V. Ini karena sejumlah indikator juga sudah memberikan gambaran pemulihan ekonomi. Selain itu, juga karena capaian produk domestik bruto triwulan II-2020 yang sangat anjlok.
“Jadi triwulan II ini pertumbuhan ekonominya pasti akan terasa naik sekali seperti kurva huruf V,” ujar Ryan yang dihubungi Senin (17/5/2021).
Ia menjelaskan, pertumbuhan triwulan II-2021 bakal banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ia juga menilai sejumlah insentif dan relaksasi ekonomi sudah mulai membuahkan hasil, sehingga mendorong konsumsi di masyarakat. “Saya kira pertumbuhan ekonomi triwulan kedua nanti bakal banyak ditopang konsumsi rumah tangga,” ujar Ryan.
Ryan meyakini, percepatan program vaksinasi dan pengendalian jumlah kasus Covid-19 di Indonesia, menjadi kunci penting dalam pemulihan ekonomi. Semakin banyak orang yang divaksin, masyarakat diharapkan makin percaya diri untuk kembali melakukan aktivitas ekonomi. “Kedua hal ini adalah game changer kondisi perekonomian kita,” ujar Ryan. (DIM/BKY)