Sampah Parsel dan Hamper, Jangan Terburu-buru Langsung Dibuang
Sampah wadah luaran ataupun isi produk dalam parsel dan hamper semestinya tidak langsung dibuang begitu saja. Ada langkah-langkah bijak agar penerima kiriman bisa ikut menjaga kelestarian lingkungan.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
Kiriman parsel dan hamper Lebaran sudah mulai berdatangan sebagai penanda silaturahmi. Ketika larangan mudik diberlakukan oleh pemerintah karena pandemi Covid-19, kedua bentuk antaran itu semakin populer dan diharapkan bisa menjaga relasi meski tidak berjumpa secara fisik.
Namun, tidak semua material wadah ataupun pembungkus barang isi dalam parsel dan hamper ramah lingkungan. Beberapa sampah parsel dan hamper, seperti saput plastik tipis (cling wrap), plakban plastik, anyaman rotan sintesis, dan plastik pembungkus makanan membutuhkan waktu puluhan tahun hingga ratusan tahun untuk bisa terurai di Bumi.
Lantas, bukan berarti jadi enggan atau sampai menolak kiriman parsel dan hamper. Jalinan tali silahturahmi tetap tidak boleh diabaikan, tetapi saat bersamaan warga bisa membantu lingkungan tetap hijau.
M Bijaksana Junerosano, pendiri dan Managing Director Waste4Change, Rabu (12/5/2021), di Jakarta, menyampaikan, langkah pertama yang harus dipahami individu adalah mengenali bagian-bagian sampah kemasan parsel dan hamper yang umumnya terdiri dari bagian yang bisa didaur ulang dan bagian yang sulit didaur ulang. Contoh material yang bisa didaur ulang meliputi plastik, bubble wrap, kotak kardus/kertas, kertas pembungkus, dan kartu ucapan yang berbahan kertas.
Sementara contoh material yang sulit didaur ulang berupa stiker, plastik dengan stiker perekat yang sulit dipisahkan, kardus atau kertas yang tertempel selotip, maupun plakban, serta plastik atau kertas yang basah terkena makanan.
Langkah pertama yang harus dipahami individu adalah mengenali bagian-bagian sampah kemasan parsel dan hamper yang umumnya terdiri dari bagian yang bisa didaur ulang dan bagian yang sulit didaur ulang.
Langkah kedua, setelah paham bagian-bagian dari parsel dan hamper beserta material yang dipakai, individu bisa membersihkan label, stiker, dan selotip yang menempel pada kertas, kardus, dan plastik. Apabila kesulitan, individu dapat memotong bagian yang terdapat tempelan tersebut, lalu memasukkan ke kelompok sampah yang sukar didaur ulang.
”Pilah dan kelompokkan sampah sisa kemasan parsel ataupun hamper sesuai jenis materialnya, seperti plastik, kertas/kardus, serta sampah susah didaur ulang,” ujarnya.
Setelah dipilah, langkah berikutnya adalah memilih bagian beserta material dari parsel dan hamper yang masih bisa dimanfaatkan kembali di rumah. Untuk material yang tidak dapat digunakan ulang, individu perlu menyalurkan sampah tersebut ke bank sampah atau agen daur ulang tepercaya.
Environmental Economist Bank Dunia di Jakarta dan Co-Founder Think Policy Andhyta Firselly Utami, secara terpisah, berpendapat, pentingnya sebisa mungkin bagian beserta material yang dipakai di parsel dan hamper bisa dipakai ulang. Misalnya, kardus wadah bisa digunakan kembali untuk menyimpan mainan. Kotak plastik isi makanan bisa dicuci bersih, lalu dipakai ulang sebagai kotak menyimpan kosmetik.
”Daur ulang sebenarnya tetap meninggalkan jejak karbon,” kata Andhyta.
Persoalan yang mesti diwaspadai warga adalah terdapat material wadah luaran ataupun isi produk dalam parsel dan hamper yang tidak bisa didaur ulang dan dipakai ulang. Sampah itu disebut sampah organik.
Cara menyiasati, imbuh Andhyta, adalah menghabiskan bersama anggota keluarga, teman, hingga berbagi isi produk parsel dan hamper tersebut ke tetangga sekitar dan kelompok warga kurang mampu.
Cara lainnya apabila ada sisa makanan, individu penerima bisa mencoba membuatnya menjadi pupuk kompos. Hasilnya bisa dipakai menambah kesuburan tanah di sekitar hunian dan tanaman peliharaan.
Junerosano memberikan ilustrasi, Waste4Change Bekasi menerima kurang lebih 65 persen sampah residu atau sampah yang sulit didaur ulang pada April 2021. Jenis sampah residu di antaranya adalah label, selotip, styrofoam, serta bagian dari kardus dan plastik yang sudah terkena perekat.
Fakta itu cukup menyedihkan, sebab sekarang masih jarang agen yang dapat mengelola sampah residu di Indonesia. Kalaupun ada, biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Inilah alasan mengapa sebagian besar sampah residu di Indonesia masih berakhir di tempat pembuangan sampah.
”Kita bisa mengurangi produksi sampah residu dengan hal semudah memilah sampah setidaknya organik dan anorganik, juga lebih berhati-hati saat berbelanja dengan memilih produk yang bisa didaur ulang,” imbuh Junerosano.
Bagi individu pemula dan mulai punya kesadaran pentingnya pengolahan sampah, CEO Sustaination Dwi Sasetyaningtyas berpendapat, hal pertama yang harus dipahami adalah material wadah serta isi produk dalam parsel dan hamper. Individu bersangkutan bisa mencari informasi seputar material itu.
”Masih bisa diperpanjang masa pakainya atau tidak. Dekorasi parsel dan hamper berwujud pita termasuk material dapat dipakai ulang untuk kebutuhan sendiri atau diberikan ke orang lain,” ucap Dwi.
Hal kedua yang mesti dipahami individu pemula adalah organisasi dan lembaga pengolah sampah terdekat. Individu juga bisa menggunakan jasa angkut dan olah sampah dari beberapa perusahaan rintisan.
Menurut Dwi, saat ini sudah terdapat sejumlah produk wadah luaran ataupun untuk isi produk parsel dan hamper yang ramah lingkungan. Individu yang ingin mengirimkan kedua bentuk antaran itu bisa mencoba.
Sementara menurut Astri Wahyuni, karyawan swasta di Jakarta, dia mulai sadar pentingnya menerapkan memilah dan mengolah sampah parsel ataupun hamper sejak tahun lalu. Dia memulai langkahnya dari memiliki wadah pemilahan kategori sampah organik dan anorganik.
Kemudian, setiap kali dia menerima kiriman hamper dan parsel dari kolega ataupun kerabat, dia belajar konsisten untuk memilah. Sebagai gambaran, dia rajin memilah plastik tipis, plastik kotak isi produk hamper atau parsel, bubble wrap, mencopot hiasan dekorasi lalu dipakai ulang, dan memisahkan selotip dari produk. Bahkan, Astri suka memindahkan makanan dari hamper dan parsel ke wadah miliknya sendiri, lalu wadah asalnya berupa plastik ke kelompok sampah anorganik.
”Rajin pretelin. Kalau terima hamper dan parsel menjelang Lebaran, saya ajak anak-anak untuk ikutan. Hitung-hitung mengisi waktu ngabuburit,” kata Astri.
Kebiasaan konsisten membongkar sampai memilah dilakukan karena dia belajar nilai material setiap sampah dan rantai penerima atau pengolah sampah.
Astri mengaku, kebiasaan konsisten membongkar sampai memilah dilakukan karena dia belajar nilai material setiap sampah dan rantai penerima atau pengolah sampah. Misalnya, sampah botol plastik mempunyai nilai tinggi sehingga pemulung pun memburu.
”Saya juga belajar, sampah yang sudah dipilah-pilah berdasarkan jenis material biasanya lebih disukai. Kalau sampah organik dan anorganik dicampur jadi satu, kita setor begitu saja ke bank sampah, ada ongkos di mereka,” paparnya.
Astri merasa, dengan cara belajar memahami sampah beserta pengolahannya, dia bisa terlatih lebih peduli terhadap lingkungan. Anak-anaknya pun bisa diajak peduli dulu, setelah itu dia bisa menularkan semangat yang sama ke lingkungan pertemanan kantor ataupun kerabat yang lebih luas.