Pandemi Covid-19 membuat sejumlah perusahaan dalam kesulitan keuangan. Beberapa perusahaan bahkan harus menjadwal ulang restrukturisasi utang.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) tengah menjadwal ulang restrukturisasi dan kewajiban yang sudah ada dan akan segera jatuh tempo. Dengan demikian, diharapkan TDPM dapat mempertahankan usaha dan menyelesaikan kewajiban kepada kreditor. Diperkirakan penyelesaian ini akan memerlukan waktu selama tiga tahun.
”Kami akan memberikan proposal, mungkin Senin (17/5/2021) sudah diterima para pemegang obligasi dan MTN (medium term notes),” demikian diungkapkan oleh Hendri Kurniadi, penasihat keuangan TDPM, pada paparan publik di Jakarta, Selasa (11/5/2021).
Berdasarkan pengumuman Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), TDPM dinyatakan terlambat membayar utang pokok MTN II Tridomain Performance Materials yang jatuh tempo pada 27 April 2021 sebesar Rp 410 miliar. TDPM merupakan perusahaan yang memproduksi barang kimia untuk keperluan manufaktur.
TDPM dinyatakan terlambat membayar utang pokok MTN II Tridomain Performance Materials yang jatuh tempo pada 27 April 2021 sebesar Rp 410 miliar.
TDPM juga telah menyatakan gagal bayar pada BEI 7 Mei 2021. Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara saham dan obligasi PT TDPM di seluruh pasar mulai 27 April 2021 hingga pengumuman selanjutnya.
Hendri mengatakan, walaupun saham dan obligasi sedang dihentikan perdagangan, emiten masih tetap dapat melakukan aksi korporasi. Ia menambahkan, pandemi Covid 19 yang masih terus berlanjut berdampak buruk pada keuangan TDPM walaupun penjualan dan operasional usaha TDPM masih dilakukan. ”Sejauh ini tidak ada pemutusan hubungan kerja,” ujarnya.
Adapun pemegang MTN II Tridomain Performance Materials 2018 adalah PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI). MMI menerbitkan reksa dana terproteksi bernama dengan underlying MTN II TDPM tersebut. Para pemegang reksa dana resah karena tidak mendapatkan kejelasan atas reksa dana terproteksi mereka. Reksa dana ini dijual melalui Bank Maybank Indonesia.
”Kami menyampaikan bahwa PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM) seharusnya melakukan pelunasan pokok MTN tersebut pada 27 April 2021. Namun, sampai dengan tanggal tersebut, TDPM belum melakukan pelunasan pokok MTN. Sementara untuk pembayaran bunga MTN telah diterima di rekening Kustodian Sentra Efek Indonesia (KSEI) dan akan dibayarkan sesuai jadwal,” kata kuasa hukum PT Mandiri Manajemen Investasi, Johannes Sahetapy-Engel.
MTN gagal bayar
Jumlah surat utang korporasi yang pembayaran bunga dan pokoknya meleset mencapai puncak pada 2020. Profil kredit penerbit surat utang merosot dan likuiditas melemah ketika pandemi Covid-19 merebak.
Para pemegang reksa dana resah karena tidak mendapatkan kejelasan atas reksa dana terproteksi mereka. Reksa dana ini dijual melalui Bank Maybank Indonesia.
Perusahaan pemeringkat Fitch Ratings dalam keterangannya yang dikeluarkan Jumat (7/5/2021) memperkirakan, tingkat gagal bayar akan berkurang pada 2021. Namun, pandemi berkepanjangan tetap menjadi risiko yang dapat memberikan pengaruh buruk terhadap likuiditas dan pemulihan kinerja perusahaan.
Utang pokok dalam surat utang, seperti obligasi, surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), dan sukuk, yang mengalami gagal bayar naik 35 kali lipat menjadi Rp 10 triliun pada 2020 dari sekitar Rp 300 miliar pada 2019. Kenaikan ini membuat tingkat gagal bayar utang pokok naik dari 0,1 persen menjadi 4,2 persen. Setidaknya ada 20 penerbit yang gagal bayar dibandingkan hanya 3 penerbit pada 2019.
Sektor industri yang mendominasi gagal bayar ini adalah perusahaan properti dan real estat. Arus kas mereka tergerus karena permintaan properti yang merosot serta kebijakan pembatasan pergerakan ketika pandemi. Lebih banyak perusahaan privat yang gagal bayar ketimbang perusahaan terbuka.
Tingkat gagal bayar MTN lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi dan sukuk. Tingkat gagal bayar MTN pada 2020 mencapai 11,6 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kredit bermasalah pada industri perbankan yang hanya sekitar 3,5 persen.