Pembukaan Wisata di Zona Hijau Covid-19 Perlu Kajian Risiko
Pembukaan kembali pariwisata di zona hijau Covid-19 memerlukan kajian pertimbangan risiko antara pemerintah pusat dan daerah.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembukaan kembali aktivitas jasa usaha pariwisata di zona hijau Covid-19 tetap perlu mempertimbangkan risiko penyebaran. Pemerintah pusat dan daerah harus berkoordinasi erat mulai dari antisipasi pencegahan hingga penanganan kasus.
Sebelumnya, pada Maret 2021, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah akan mendorong kebangkitan sektor pariwisata di Bali yang terdampak pandemi Covid-19. Caranya melalui fokus pembukaan sektor pariwisata pada tiga zona hijau di Bali, yakni kawasan Nusa Dua, Sanur, dan Ubud.
Managing Director The Nusa Dua I Gusti Ngurah Ardita saat dihubungi, Selasa (11/5/2021), di Jakarta, menerangkan bahwa maksud zona hijau pariwisata dapat dipahami dari dua pendekatan, yakni tata kelola dan vaksinasi Covid-19. Untuk zona hijau dalam artian tata kelola, kawasan Nusa Dua telah menerapkan protokol kesehatan Covid-19 bagi seluruh pelaku jasa pariwisata. Sertifikasi kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE) telah dimiliki Nusa Dua, baik seluruh tenant maupun tingkat kawasan.
Untuk zona hijau dalam artian tata kelola, kawasan Nusa Dua telah menerapkan protokol kesehatan Covid-19 bagi seluruh pelaku jasa pariwisata.
Ardita menjelaskan, prosedur standar operasi (SOP) penanganan kasus Covid-19 sudah ada dan terintegrasi. Seandainya ada wisatawan menunjukkan gejala positif Covid-19, seluruh tenant dan rumah sakit di kawasan Nusa Dua sudah paham harus mengikuti SOP.
”Dengan dua pendekatan konsep zona hijau itu, kami sebenarnya telah memenuhi persyaratan dan siap menerima kembali wisatawan. Rencana pemerintah (pembukaan kembali bagi wisatawan mancanegara) adalah Juli 2021. Kami menunggu arahan pemerintah pusat dan daerah,” kata Ardita.
Penasihat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Pariwisata (Asita) Bali, Ketut Ardana, menyampaikan, kawasan Nusa Dua, Sanur, dan Ubud telah lama dikenal sebagai tempat wisatawan menginap karena akomodasi mulai dari nonbintang hingga hotel berbintang lima, serta sejumlah vila mewah tersedia. Tiga kawasan itu turut berkontribusi menjadikan Bali sebagai salah satu destinasi wisata dunia sejak tahun 1960-an.
Penetapan ketiga kawasan sebagai zona hijau pariwisata dalam rangka uji coba pembukaan kembali aktivitas pariwisata telah ditunggu pelaku usaha. Menurut Ketut, rencana kebijakan itu, apabila direalisasikan, akan mampu memulihkan perekonomian Bali.
”Sebagian pelaku jasa usaha pariwisata tampaknya telah mengantongi sertifikat CHSE. Selain itu, setiap pelaku usaha sesuai subsektor industri punya tanggung jawab memenuhi protokol kesehatan Covid-19,” ujar Ketut.
Pembukaan kembali aktivitas jasa pariwisata perlu mempertimbangkan tingkat risiko penyebaran kasus Covid-19.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau Roni Rakhmat menyampaikan bahwa di Provinsi Riau belum ada penetapan zona hijau pariwisata seperti konsep yang terjadi di Bali. Aktivitas di destinasi pariwisata yang berada di zona merah dan oranye Covid-19 masih dilarang. Sementara bagi destinasi pariwisata yang berlokasi di zona hijau dan kuning Covid-19, pemerintah memperbolehkan aktivitas jasa secara terbatas. Jumlah pengunjung dibatasi maksimal 50 persen dari total kapasitas.
”Setiap pemerintah daerah kabupaten dan kota punya SOP protokol kesehatan Covid-19. Mereka mengawasi pelaksanaan prosedur dan perkembangan kasus positif Covid-19 hingga tingkat kecamatan,” ujar Roni.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, pembukaan kembali aktivitas jasa pariwisata perlu mempertimbangkan tingkat risiko penyebaran kasus Covid-19. Ini berlaku pula di zona hijau penyebaran Covid-19. Kadar risiko membuka kembali bagi wisatawan Nusantara dan mancanegara berbeda.
”Kendati tingkat vaksinasi Covid-19 terus ditingkatkan di lokasi destinasi pariwisata, pemerintah dan pelaku usaha bukan berarti abai protokol kesehatan,” ujar Faisal.
Pemberlakuan sertifikat CHSE semestinya bukan hanya digencarkan di lokasi-lokasi destinasi pariwisata, melainkan juga kepada setiap pelaku jasa usaha pariwisata di mana pun. Setiap daerah di Indonesia semestinya ketat memberlakukan pelacakan, pengawasan penerapan protokol kesehatan, dan penanganan kasus Covid-19 dengan baik.