Apabila potensi ziswaf yang mencapai Rp 300 triliun dapat dimobilisasi dengan baik, ziswaf di Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan sekaligus pembangunan masyarakat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
Perbankan syariah merupakan salah satu motor yang dapat diandalkan untuk mendorong pergerakan ekonomi di Tanah Air. Dalam setahun terakhir, industri keuangan syariah mampu menunjukkan daya tahan yang relatif baik di tengah krisis.
Secara nasional, penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah tumbuh hingga 8,08 persen secara tahunan menjadi Rp 395 triliun pada 2020. Pertumbuhan ini terjadi ketika penyaluran kredit secara nasional terkontraksi hingga negatif 2,31 persen secara tahunan menjadi Rp 5.603 triliun karena terdampak pandemi Covid-19.
Walau pandemi belum berakhir, periode Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan pertama bagi PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk yang mulai beroperasi pada awal Februari 2021. Entitas hasil merger tiga bank syariah milik negara (Bank Syariah Mandiri, BRIsyariah, dan BNI Syariah) bahkan terbilang mampu menjalani seluruh proses merger dengan baik dan sesuai target.
Dalam berbagai kesempatan, Direktur Utama BSI Hery Gunardi menegaskan bahwa perusahaannya akan sangat menghindari eksklusivitas. BSI, lanjutnya, selalu berupaya meluruskan stigma di tengah masyarakat yang mengatakan bahwa layanan bank syariah hanya untuk masyarakat Muslim.
Salah satu langkah yang tengah dilakukan BSI untuk mendorong layanan keuangan inklusif adalah optimalisasi pengumpulan serta penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf).
”Kami ingin perbankan syariah di Indonesia dikenal sebagai penyedia jasa yang inklusif, terbuka untuk siapa pun tanpa batasan keyakinan,” ujarnya dalam pemaparan kinerja BSI triwulan I-2021.
Hery menginginkan ekosistem perbankan syariah di Indonesia, bukan hanya BSI, dikenal sebagai lembaga keuangan yang menyediakan jasa layanan keuangan secara inkluisif. Salah satu langkah yang tengah dilakukan BSI untuk mendorong layanan keuangan inklusif adalah optimalisasi pengumpulan serta penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf).
Dukungan diberikan karena selama ini potensi besar ziswaf di Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), per 2020 total dana ziswaf yang terkumpul diperkirakan mencapai Rp 12,5 triliun, tumbuh dari tahun 2019 yang sebesar Rp 10,6 triliun.
Tahun ini, jumlahnya diperkirakan bisa naik hingga Rp 19,77 triliun. Meski pengumpulannya terus meningkat setiap tahun, jumlah ziswaf yang terakumulasi itu belum seberapa dibandingkan dengan potensinya yang mencapai Rp 327,6 triliun.
Menurut Hery, apabila potensi ini dapat dimobilisasi dengan baik, ziswaf di Indonesia dapat menjadi salah satu sumber dana pembiayaan sekaligus pembangunan masyarakat, baik dari sisi pendidikan, sosial, ekonomi, maupun lainnya. Ia pun memastikan kolaborasi antara BSI dan Baznas memainkan peran penting dalam pengelolaan ziswaf yang transparan dan dapat diandalkan.
”Ziswaf merupakan solusi yang diharapkan untuk mendorong masyarakat naik kelas, membantu secara ekonomi sehingga dapat mengentaskan masyarakat dari kemiskinan,” kata Hery dalam keterangan resmi.
BSI saat ini tengah mematangkan produk layanan perbankan digital yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk berzakat. Ke depannya, BSI juga siap mendukung pengelolaan zakat dari aparatur sipil negara dan BUMN yang sedang diajukan oleh Baznas kepada pemerintah.
”Bagi bank, ada potensi bisnis yang dapat diraih dari perputaran dana, di samping ada berkah juga yang diharapkan dari penyaluran zakat tersebut,” kata Hery.
Tingkat literasi ziswaf di Indonesia masih tergolong menengah-rendah. Hal ini yang menyebabkan belum optimalnya realisasi ziswaf selama ini.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, BSI menghadapi sejumlah tantangan. Menurut Ketua Baznas RI Noor Achmad, tingkat literasi ziswaf di Indonesia masih tergolong menengah-rendah. Hal ini yang menyebabkan belum optimalnya realisasi ziswaf selama ini.
”Hal ini membuat pengumpulan ziswaf masih jauh dari dari potensi yang sebenarnya. Catatan penyaluran yang ada hanya berasal dari Baznas RI, Baznas provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia, serta Lembaga Amil Zakat seluruh Indonesia,” ujar Achmad.
Masih rendahnya literasi ziswaf di Indonesia juga tecermin dari kebiasaan masyarakat mengumpulkan ziswaf melalui pihak lain nonlembaga pengumpul resmi yang tidak tercatat secara nasional. Jumlah ziswaf yang dikumpulkan di luar lembaga resmi tersebut diestimasi mencapai Rp 61,3 triliun.
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, saat ini Baznas tengah gencar melakukan kampanye ”Gerakan Cinta Zakat”. Kampanye ini dibuat untuk menggandeng lembaga-lembaga pengumpul ziswaf yang belum tercatat secara resmi untuk memastikan penyalurannya tepat sasaran.
Achmad optimistis, kerja sama dan sinergi Baznas dan BSI yang semakin erat akan mendorong terwujudnya optimalisasi pengumpulan dan penyaluran ziswaf. ”Kami berharap dukungan BSI dapat mengoptimasilasi potensi zakat untuk mempersempit jurang disparitas antara orang miskin dan orang kaya,” ujarnya.