Peternak rakyat mandiri menanggung rugi akibat naiknya ongkos produksi di tengah harga jual yang rendah. Turunnya permintaan konsumen pasca-Lebaran berpotensi semakin mengimpit kondisi peternak unggas skala kecil.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan ongkos produksi daging ayam ras yang tengah dialami peternak rakyat mandiri diperkirakan berlanjut hingga bulan depan. Pada saat yang sama, harga jual ayam di tingkat peternak terancam anjlok seiring turunnya permintaan selepas Ramadhan-Lebaran 2021. Kerugian yang ditanggung peternak diperkirakan kian melebar.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis mencatat, rata-rata nasional harga daging ayam ras di tingkat konsumen pasar tradisional per Jumat (7/5/2021) mencapai Rp 37.000 per kilogram (kg). Angka ini meningkat dibandingkan dengan awal April dan Mei 2021 yang masing-masing Rp 34.750 per kg dan Rp 36.000 per kg.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen menyebutkan, harga acuan daging ayam ras di tingkat konsumen Rp 35.000 per kg. Di tingkat peternak, harga acuannya Rp 19.000 per kg hingga Rp 21.000 per kg.
Meskipun harga di tingkat konsumen berada di atas acuan, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni berpendapat, peternak tetap menjual ayam pedaging Rp 19.000 per hingga Rp 20.000 per kg karena harus mengikuti acuan pemerintah. ”Bahkan, di Jawa Tengah ada peternak yang menjual Rp 18.000 per kg. Padahal, kami sedang menanggung rugi akibat meningkatnya harga pakan,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (9/5/2021).
Saat ini harga pakan berkisar Rp 7.700 per kg hingga Rp 8.150 per kg. Padahal, pada awal 2021, harga pakan masih sekitar Rp 7.200 per kg. ”Kami mendapatkan informasi, ada kenaikan harga pakan Rp 200 per kg pada Juni nanti,” tuturnya.
Lonjakan harga pakan berimbas pada kenaikan harga bibit ayam pedaging umur sehari (DOC) yang siap potong atau final stock (FS). Oleh sebab itu, dia menyatakan, pendapatan peternak ayam mandiri akan semakin tergerus karena peternak mesti menanggung rugi akibat meningkatnya ongkos produksi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai tukar petani (NTP) subsektor peternakan pada April 2021 berada di posisi 96,4. Angka itu lebih rendah 1,76 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan semakin menjauhi titik impas yang sebesar 100.
Selain itu, Pardjuni menyoroti potensi menurunnya permintaan masyarakat terhadap daging ayam setelah Ramadhan-Lebaran 2021. ”Tanpa kebijakan pemangkasan telur tetas untuk mengurangi suplai, kami khawatir harga daging ayam di tingkat peternak dapat menyentuh Rp 10.000 per kg,” katanya.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah menyatakan, pemerintah melindungi peternak rakyat dari dinamika perunggasan di Indonesia. Salah satu bentuknya ialah mempertemukan kepentingan peternak dengan pelaku industri perusahaan terintegrasi (integrator) melalui kemitraan usaha.
Saat ini, ada ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran yang memicu fluktuasi harga ayam hidup (livebird) dan cenderung di bawah harga pokok penjualan. ”Penyebab lainnya adalah pola konsumsi masyarakat yang bersifat musiman. Untuk menyikapinya, kami mengupayakan stabilisasi perunggasan dengan pengendalian produk DOC FS sebagai upaya jangka pendek,” ujarnya melalui siaran pers.
Terkait harga pakan, Kementerian Pertanian menjamin stok jagung dalam kondisi aman. Kenaikan harga pakan dapat ditekan. Menurut dia, hal itu tecermin dari stok jagung dalam dua bulan terakhir yang tersedia di pabrik pakan. Dia menyebutkan, stok jagung mencapai 660.826,63 ton pada Maret 2021 atau naik 4,3 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Stok tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan 32 hari ke depan.
Akan tetapi, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) Alvino Antonio berpendapat, ada pembiaran terhadap dinamika harga perunggasan nasional yang menekan peternak rakyat mandiri. Dia berharap pemerintah dapat memperkuat pengaturan di sisi perusahaan integrator.
Pada Selasa lalu, PPRN menggelar aksi damai di Kementerian Pertanian untuk menyuarakan keluhan mengenai kenaikan ongkos produksi dan harga jual yang cenderung anjlok di tingkat peternak. Akan tetapi, dia menyatakan belum ada tanggapan atau komunikasi lebih lanjut antara Kementerian Pertanian dan asosiasi hingga saat ini. ”Kalau memang berpihak kepada peternak rakyat, bertemulah dengan kami,” ujarnya.