Konsumsi Daging Tinggi Jelang Lebaran, Hati-hati Potensi Penyakit yang Menular lewat Pangan Hewani
Saat permintaan daging selama Lebaran bertambah, ada kemungkinan peternak tertentu menyalahgunakan obat untuk memacu produktivitas. Karena itu, penggunaan obat pada hewan perlu diawasi lebih ketat.
Oleh
ADITYA DIVERANTA/JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 536 pengawas obat hewan memastikan keamanan bahan pangan hewani menjelang momen Lebaran tahun 2021. Hal tersebut untuk mengantisipasi penggunaan obat yang tidak bijak pada hewan ternak sehingga turut memengaruhi kesehatan konsumen.
Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa menuturkan, ada potensi penyakit yang menular lewat pangan hewani ke manusia. Salah satunya jika ada residu obat pada daging hewan tersebut.
Kondisi ini bisa terjadi jika peternak tidak mematuhi waktu henti (withdrawal time) pemakaian obat tertentu saat hewan tersebut sakit sebelum dipotong. Waktu henti adalah kurun waktu sejak pemberian obat terakhir hingga ternak boleh dipotong atau produknya dapat dikonsumsi. Informasi waktu henti biasanya tertera dalam kemasan obat.
Saat permintaan daging selama Lebaran bertambah, ada kemungkinan peternak tertentu menyalahgunakan obat untuk memacu produktivitas. Karena itu, penggunaan obat pada hewan perlu diawasi lebih ketat.
”Setiap hari raya ini, aktivitas penjualan hewan untuk konsumsi secara umum juga meningkat. Ratusan pengawas itu kami fokuskan untuk meninjau penggunaan obat pada hewan, baik di pusat dan daerah,” ujar Fadjar saat ditemui di Jakarta, Senin (10/5/2021).
Kepala Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Ni Made Ria Isriyanthi menyebutkan, pengawas obat hewan itu bekerja di bawah dinas yang membawahkan fungsi dan peternakan kesehatan hewan. Dia memastikan setiap kota dan kabupaten diawasi oleh anggota pengawas obat hewan.
Ada potensi penyakit yang menular lewat pangan hewani ke manusia. Salah satunya jika ada residu obat pada daging hewan tersebut.
Ni Made menambahkan, pengawas obat hewan adalah orang yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran hewan. ”Setiap pengawas ini pasti dokter hewan dan telah melalui bimbingan teknis dari Kementerian Pertanian,” ucapnya.
Fadjar menekankan, prosedur pengetatan terutama akan berjalan di rumah pemotongan hewan. Ada prosedur antemortem yang memastikan kesehatan hewan lewat catatan rekam medis. Setelah itu, ada proses postmortem yang memeriksa organ tubuh bagian dalam setelah pemotongan.
”Setelah pemotongan dan pembersihan hewan, kemudian ada pemeriksaan lagi organ tubuh bagian dalamnya. Misalnya, di paru-paru hewan itu ada bongkahan tuberkulosis, nanti akan ada keputusan itu masih bisa dikonsumsi atau harus dibuang,” kata Fadjar.
Melalui siaran pers, Direktur Jenderal PKH Kementan Nasrullah menyebutkan, Kementan melakukan pengawasan terpadu di rumah potong hewan (RPH) ruminansia jelang Idul Fitri 1442 H. ”Selama bulan Ramadhan hingga menjelang Lebaran, Kementan melakukan pengawasan terpadu untuk memastikan ketersediaan stok produk pangan asal hewan strategis, seperti daging sapi, daging ayam, dan telur ayam ras,” katanya.
Nasrullah menuturkan, pengawasan terpadu digelar di RPH ruminansia di wilayah Jabodetabek pada 19 April 2021 hingga tiga hari sebelum Lebaran. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama, dan pemerintah daerah di kawasan aglomerasi tersebut turut serta dalam kegiatan ini. Meski demikian, dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi serta kabupaten dan kota seluruh Indonesia dipastikan menjalankan program serupa.
Pengawasan mengacu pada Surat Edaran Dirjen PKH Nomor 4586/SE/PK.350/04/2021 tanggal 6 April 2021 tentang Penjaminan Penyediaan Produk Hewan Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) Menjelang dan/atau pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021. Berdasarkan SE ini, pemda sebagai penyelenggara fungsi peternakan dan kesehatan hewan bisa mengoptimalkan upaya menjamin keamanan dan ketersediaan produk hewan.
Nasrullah menjelaskan, pengawasan di RPH ruminansia merupakan penutup dalam rangkaian pengawasan pangan asal hewan jelang Lebaran. Di awal Ramadhan, tim pengawasan terpadu sudah mengecek gudang penyimpanan (cold storage) importir daging, berlanjut dengan pengawasan peredaran di tempat penjualan, seperti pasar dan gerai ritel.
Syamsul Maarif, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Ditjen PKH Kementan, mengatakan, Kementan sudah menyusun jadwal pengawasan di RPH ruminansia pada H-10 hingga H-2 Idul Fitri. ”Ini untuk memastikan RPH bisa mengantisipasi adanya pemotongan hewan yang meningkat, ketersediaan air, termasuk juga juru sembelih halal atau juleha,” ujarnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) RPH-R Tapos Pemerintah Kota Depok Alfian mengonfirmasi, telah terjadi peningkatan pemotongan hewan di tempatnya sejak H-7 Lebaran. Pada H-6 dan H-7 Lebaran, pemotongan mencapai 50 ekor per malam. Meski demikian, angka itu masih lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 70 ekor per malam.
Menurut Alfian, puncak pemotongan berpeluang terjadi pada H-3 dan H-2 hari raya, diprediksi bisa mencapai 150 ekor per malam.
Ia menjamin RPH-R Tapos menerapkan prosedur standar operasi pemotongan hewan sesuai konsep ASUH. Daging setelah dari RPH didistribusikan dengan dilengkapi surat keterangan kesehatan daging. RPH-R Tapos juga memiliki sertifikat halal dan sertifikat nomor kontrol veteriner (NKV).