Jumlah Restrukturisasi Kredit Turun, Tanda Sektor Riil Perlahan Bangkit
Nilai restrukturisasi kredit perbankan dan pembiayaan terus mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang perlahan menunjukkan perbaikan.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai restrukturisasi kredit perbankan dan pembiayaan terus mengalami penurunan. Meski penurunannya belum signifikan, hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang perlahan menunjukkan perbaikan. Ekonom memprediksi sebagian besar restrukturisasi bisa selesai mulai kuartal pertama 2022.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), restrukturisasi kredit perbankan sejak awal tahun hingga akhir Maret terus mengalami penurunan. Pada Desember 2020, nilai restrukturisasi kredit perbankan sebesar Rp 830,38 triliun, turun menjadi 823,72 triliun pada Februari 2021, dan kembali turun menjadi Rp 808,75 triliun pada Maret 2021. Artinya, sejak Desember hingga Maret, nilai restrukturisasi kredit perbankan telah turun 2,6 persen.
Jumlah debitor restrukturisasi kredit perbankan juga menunjukkan penurunan. Pada Desember 2020, jumlah debitor itu sebanyak 6,25 juta nasabah, sedangkan pada Maret 2021 jumlah debitor turun menjadi 5,5 juta nasabah. Artinya, dalam tiga bulan pertama, jumlah debitor restrukturisasi kredit perbankan telah turun 12 persen.
Adapun nilai restrukturisasi kredit perusahaan pembiayaan sampai dengan 26 April 2021 adalah sebesar Rp 198,27 triliun yang berasal dari 5,09 juta kontrak restrukturisasi.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menjelaskan, restrukturisasi kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan yang terus turun menunjukkan perekonomian perlahan bangkit. ”Restrukturisasi kredit yang terus menurun ini menunjukkan perbaikan. Ini artinya, perlahan, ekonomi telah bangkit,” ujar Josua yang dihubungi pada Senin (10/5/2021).
Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini yang membaik dibandingkan dengan kuartal keempat tahun lalu. Meskipun pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun ini masih minus 0,74 persen, ini menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun lalu yang minus 2,19 persen.
Penurunan restrukturisasi kredit perbankan ini sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit perbankan. Pada Maret 2021, penyaluran kredit perbankan mencapai Rp 5.542,78 triliun atau tumbuh 1,11 persen sejak awal tahun yang berada di posisi Rp 5.481,56 triliun.
”Dengan restrukturisasi kredit menurun dan penyaluran kredit juga perlahan meningkat, ini menunjukkan ada peningkatan kinerja perekonomian,” ujar Josua.
Kinerja perbankan
Penurunan restrukturisasi kredit juga menunjukkan perbankan ingin lebih mengetatkan lagi relaksasi dan restrukturisasi kredit. Hal itu dikemukakan ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira.
Ia menjelaskan, bank punya kapasitas terbatas dalam memberikan relaksasi kredit. Tahun ini, mereka pun berupaya memperbaiki kinerja yang sempat turun pada tahun lalu. Saat ini, lanjut Bhima, perbankan perlu lebih selektif dalam memilih debitor mana yang layak mendapatkan relaksasi kredit.
”Debitor tidak bisa terus-menerus diberikan relaksasi. Perbankan akan mulai menurunkan relaksasi untuk menaikkan laba tahun berjalan,” ujar Bhima yang dihubungi pada Senin (10/5/2021).
Baik Bhima maupun Josua mengatakan, sebagian besar restrukturisasi kredit diperkirakan rampung pada 2021. Pada saat itu diharapkan perekonomian Indonesia sudah kembali normal setelah sempet resesi karena lesunya aktivitas ekonomi akibat pandemi.
”Seiring adanya perkembangan vaksin, ditambah stimulus dari program Pemulihan Ekonomi Nasional, aktivitas ekonomi perlahan pun akan normal,” ujar Josua.
Masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan bagi debitor yang terdampak pandemi akan berakhir pada 31 Maret 2022. Hal tersebut tertuang dalam POJK Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas POJK No 11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, peran restrukturisasi sangat besar menekan tingkat kredit macet, baik dari bank maupun perusahaan pembiayaan. ”Sehingga stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik,” ujar Wimboh.