Dagang Kreatif ala ”Blogger” dan Pendengung Pariwisata
Sejumlah ”blogger” perjalanan dan pendengung pariwisata memutuskan terjun ke sektor usaha ekonomi kreatif demi bertahan hidup.
Pandemi Covid-19 membuat pelaku usaha di ekosistem industri pariwisata terpukul. Untuk bertahan hidup, para blogger dan pendengung pariwisata memilih beradaptasi untuk terjun berkolaborasi dengan pelaku ekonomi kreatif.
Frasa ”Pinang Kami” sengaja dipilih oleh blogger perjalanan Kadek Arini sebagai nama proyeknya selama masa pandemi Covid-19. Kata ”pinang” mengingatkan pada ajakan menikah atau perjodohan. Dia berharap barang dan produk ekonomi kreatif yang dia kurasi sendiri bisa ”berjodoh” dengan para penggemar cerita perjalanan wisatanya.
Proyek ”Pinang Kami” dirintis saat pandemi Covid-19 tahun 2020. Kadek yang biasanya rutin bepergian wisata hingga berada di rumah dalam sebulan bisa dihitung jari, harus taat pembatasan perjalanan. Mulai Covid-19 diumumkan sebagai pandemi pada Maret 2020 hingga tiga bulan setelahnya, dia tidak bisa melakukan perjalanan wisata sehingga berdampak merosotnya pendapatan.
Ekosistem industri pariwisata, termasuk para pendengung (influencer) dan blogger perjalanan, terdampak. Berkegiatan di rumah saja membuat dia sempat mengalami ”mati gaya”.
”Hingga saya melihat ada sesama blogger perjalanan merintis usaha berjualan barang ekonomi kreatif hasil kurasi mereka sendiri,” ujar Kadek saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (6/5/2021).
Pengalamannya sebagai blogger perjalanan membuatnya mengenal berbagai karakter pelaku ekonomi kreatif lokal beserta mutu barang ataupun manajemen bisnis.
Baca juga: Membangun Kembali Masa Depan Pariwisata Dunia
Cara kerja proyek ”Pinang Kami”, yaitu dimulai dari kurasi produk ekonomi kreatif, seperti pakaian tunik, jaket, kalender, masker, tas, sampai sajadah untuk keperluan perjalanan. Pengalamannya sebagai blogger perjalanan membuatnya mengenal berbagai karakter pelaku ekonomi kreatif lokal beserta mutu barang ataupun manajemen bisnis.
Lantaran semua mitra pelaku ekonomi kreatif berlatar belakang UMKM, Kadek tidak bisa memasok produk seenaknya. Dia mengikuti aturan mitra. Melalui akun Instagram ”Pinang Kami”, Kadek biasanya memasang pengumuman membuka pemesanan (open order). Dia juga kerap mengunggah informasi yang sama di akun Instagram pribadinya. Setiap satu jenis barang bisa laku sampai rata-rata 100 unit.
”Sejak kuliah, saya sebenarnya sempat mencicipi pengalaman berdagang. Dagangan saya pun mengangkat produk ekonomi kreatif kesukaan saya, yaitu kain Nusantara,” ujar Kadek.
Semula, Kadek mengelola sendiri proyek ”Pinang Kami”. Belakangan ini ia sudah memiliki tim kecil untuk ikut membantu lantaran tingginya respons para penggemar cerita-cerita perjalanannya terhadap proyek tersebut.
Aktivitas bepergian ke destinasi wisata sudah mulai pulih kembali. Kadek mengaku bisa menjalankan profesinya sebagai blogger perjalanan meski dengan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat. Walaupun nanti pandemi Covid-19 sudah usai, dia berniat tetap serius mengembangkan proyek ”Pinang Kami”.
Kenny Santana, blogger perjalanan, pendengung, dan perencana perjalanan wisata, menceritakan, dua bulan pertama pasca-Covid-19 diumumkan menjadi pandemi, dia masih merasa baik-baik saja. Dia mempergunakan masa kuncitara tersebut untuk beristirahat di apartemen ataupun di rumah. Pada bulan berikutnya saat pembatasan sosial tetap terjadi, rasa bosan mulai melanda.
Kenny mencoba mendekorasi ulang apartemen dengan poster yang bisa mengingatkannya dengan perjalanan mengunjungi tempat-tempat menarik di Indonesia ataupun luar negeri. Dari sanalah ia mulai berpikir untuk menjual secara daring dengan jumlah lebih banyak.
”Saat itu saya kepikiran memiliki kegiatan yang bisa membuat saya ada kesibukan, bisa membantu saya tetap sehat secara mental, dan masih mendapat penghasilan,” ucap Kenny saat dihubungi, Jumat (7/5/2021), di Jakarta.
Melalui akun Instagram @PasarKartuPos, Kenny menawarkan aneka produk ekonomi kreatif, mulai dari pernak-pernik kebutuhan perjalanan, poster, tas, hingga perawatan tubuh. Semua produk tersebut buatan UMKM/IKM dalam negeri. Dia berjejaring dengan sesama pelaku industri pariwisata ataupun ekonomi kreatif untuk memudahkannya menjadi penjual kembali (reseller). Misalnya, dia berkolaborasi dengan Padma Hotels dan Sensatia Botanicals, merek perawatan kecantikan lokal Bali.
Dari setiap barang ekonomi kreatif yang akan dijual, ia memikirkan tahap demi tahap ide jenis sampai narasi cerita pemasarannya. Kegagalan akan dia anggap sebagai tantangan untuk menjadi semakin kreatif.
Baca juga: Pemerintah Rombak Strategi Pariwisata
Pada Ramadhan 2021, Kenny menjadi reseller makanan-makanan buatan UMKM dari Bandung. Makanan tersebut dikemas sebagai hampers. Ia memasarkannya untuk pengikut blog dan akun Instagram yang ia kelola.
Kenny yang semula tidak aktif bertransaksi jual-beli daring kini menjadi aktif. Para penggemar cerita-cerita perjalanannya bahkan bisa membeli produk @PasarKartuPos di laman pemasaran nasional.
”Buatku pribadi, mengelola @PasarKartuPos awalnya nothing to lose. Kalaupun gagal, aku akan mencari ide lain untuk tetap berdaya selama pandemi Covid-19. Namun, proyek ini malah berjalan lancar dan aku malah berniat mempertahankannya jika suatu hari pandemi Covid-19 usai,” ujar Kenny.
Pembatasan sosial karena Covid-19 membuat dia berproses pendewasan diri. Dari setiap barang ekonomi kreatif yang akan dijual, ia memikirkan tahap demi tahap ide jenis sampai narasi cerita pemasarannya. Kegagalan akan dia anggap sebagai tantangan untuk menjadi semakin kreatif.
Di tingkat internasional, cerita serupa terjadi. Sebagai contoh, Pete R, seorang blogger perjalanan wisata asal Thailand, menceritakan pendapatannya yang mulai melambat sejak Februari 2020. Hal yang mengejutkannya, pada Maret 2020, pendapatan iklannya turun 50 persen. Pendapatan afiliasi dia dengan pelaku sektor industri pariwisata dan lainnya juga turun 50 persen. Pengalaman ini dia tuliskan di blognya, Bucketlistly.
Pete yang juga mengaku, sebagai digital nomad, pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 turut berdampak terhadap gaya hidupnya. Berbekal tabungan yang ia miliki, dia belajar hidup cermat dan hemat. Daripada larut dalam kesedihan, dia pun mulai memikirkan cara mencari peluang baru demi bertahan hidup.
Pete tetap menulis di blog Bucketlistly. Dia menawarkan tulisan-tulisan yang cenderung menggugah inspirasi. Misalnya, daftar destinasi pariwisata yang bisa dikunjungi dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan. Semua daftar destinasi itu dia peroleh berdasarkan hasil riset serta pengalamannya selama delapan tahun terakhir sebagai blogger perjalanan.
Baca juga: Bayang-bayang Industri Pariwisata yang Makin Tak Menentu
Beralih usaha
Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) menyebut tahun 2020 sebagai tahun terburuk dalam sejarah pariwisata. Secara global, jumlah kedatangan internasional anjlok 74 persen atau berkurang sebanyak 1 miliar orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring pembatasan perjalanan akibat pandemi Covid-19.
Di kawasan Asia Pasifik terjadi penurunan sebesar 84 persen atau sekitar 300 juta kedatangan turis internasional sepanjang 2020. Angka penurunan itu adalah yang terdalam dibandingkan dengan kawasan lain di dunia, seperti Afrika dan Timur Tengah yang masing-masing turun 75 persen, Eropa 70 persen, dan Amerika turun 69 persen.
Di tengah kondisi pandemi Covid-19 masih berlangsung, pelaku sektor ekonomi kreatif mempunyai peluang besar untuk beralih usaha.
Khusus di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sepanjang tahun 2020 hanya 4,022 juta kunjungan atau turun 75,03 persen dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebanyak 16,1 juta kunjungan (Kompas, 2/3/2021).
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran berpendapat, di tengah kondisi pandemi Covid-19 masih berlangsung, pelaku sektor ekonomi kreatif mempunyai peluang besar untuk beralih usaha. Sementara usaha jasa pariwisata, seperti perhotelan, memiliki peluang yang lebih kecil.
Pelaku usaha sektor ekonomi kreatif bisa mengoptimalkan peran teknologi digital untuk kebutuhan produksi ataupun pemasaran. Semasa pandemi Covid-19 berlangsung, pemasaran melalui platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang bahkan tumbuh pesat.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) mengatakan, jauh sebelum pandemi Covid-19, pelaku usaha di sektor ekonomi kreatif menghabiskan sebagian besar dari dua dekade terakhir untuk beradaptasi dengan disrupsi teknologi digital. Pelaku sektor industri ini juga mencoba secara besar-besaran mendesentralisasikan distribusi produk sehingga memengaruhi pekerjaan dan pendapatan mereka.
”Apa yang dilakukan para blogger ataupun pendengung perjalanan wisata menjualkan kembali produk ekonomi kreatif UMKM lokal itu bagus. Apalagi, jika mereka membantu menyampaikan narasi kecintaan terhadap produk dalam negeri,” kata Yusran.
Para penggemar dan pengikut akun mereka di media sosial cenderung mau mengikuti narasi yang disampaikan.
Baca juga : Mudik Dilarang, Bisnis Wisata di Kota-kota Besar Bakal Marak