Strategi pembangunan kemaritiman ke depan hendaknya tidak terfokus pada pertumbuhan satu sektor. Selain sektor perikanan, pariwisata juga memiliki potensi yang tidak kalah nilainya.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Strategi pembangunan kemaritiman ke depan hendaknya tidak terfokus pada pertumbuhan satu sektor, tetapi menerapkan strategi pengembangan yang lebih beragam. Membangun dari semua lini sektor secara bersama-sama sangat membutuhkan peran berbagai pemangku kepentingan.
Pembangunan ekonomi maritim tidak hanya mampu meningkatkan pertumbuhan, tetapi juga bisa untuk mengurangi ketimpangan antarwilayah. Pengembangan ekonomi maritim sejatinya diarahkan untuk mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif agar dapat memperkuat struktur ekonomi, sekaligus pertumbuhan ekonomi baru.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengemukakan hal itu dalam webinar ”Revitalisasi Kebijakan Ekonomi Maritim dalam Mendukung Kualitas Pemulihan Nasional” yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jumat (7/5/2021), di Jakarta.
”Saat ini kami sedang menggerakkan pengelolaan ikan di lumbung ikan nasional yang terdapat di Ambon. Kita sedang bekerja sama dengan beberapa negara sahabat dan dana yang disediakan juga sudah cukup besar. Semua akan kita mulai akhir tahun ini,” kata Luhut.
Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia Yugi Prayanto mengatakan, potensi laut Indonesia, terutama perikanan tangkap, setiap tahun mencapai 12,5 juta ton. Sementara itu, lahan budidaya yang dimiliki Indonesia mencapai 17,91 juta hektar. Adapun biota laut yang digunakan sebagai bahan baku obat mencapai 35.000 spesies.
Belum lagi dari sisi pariwisata, ada enam lokasi dari 10 lokasi terumbu karang yang merupakan ekosistem terumbu karang terbaik di dunia. Garis pantai pun mencapai 95.181 kilometer. Industri maritim Indonesia, seperti perkapalan, telah dipercaya membangun 126 unit kapal setara 586.000 gross ton (GT) dengan nilai kontrak mencapai Rp 10 triliun.
Pembangunan ekonomi maritim tidak hanya mampu meningkatkan pertumbuhan, tetapi juga bisa untuk mengurangi ketimpangan antarwilayah.
Kadin mencermati, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dari potensi kemaritiman Indonesia, antara lain, optimalisasi sektor perikanan tangkap dan budidaya, meningkatkan fasilitas permodalan untuk pelaku industri perikanan, membangun sistem logistik ikan nasional, dan menyediakan atau membangun cold storage.
Selain itu, penting pula melakukan kampanyeproduk perikanan untuk pasar domestik maupun ekspor, serta fokus pada komoditas unggulan untuk pasar ekspor. Di samping itu perlu juga penyelarasan dan harmonisasi aturan antar-lembaga dan kementerian, penyediaan lahan budidaya dan tambak, serta memberikan pelatihan kepada tenaga kerja agar lebih terampil.
”Kebutuhan pasar internasional (terhadap produk perikanan) semakin besar. Namun, tuntutan dunia internasional terhadap mutu dan keamanan produk perikanan Indonesia juga terus berkembang,” ujar Yugi.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, potensi sumber daya ikan yang terdapat pada lima zona di Indonesia mencapai 8,807 juta ton dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan mencapai 7,009 juta ton. Produksi tahun 2019 mencapai 3,653 juta ton dan peluang pemanfaatannya mencapai 3,672 juta ton.
Dekan Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar, Jamaludddin Jompa mengatakan, keanekaragaman hayati tidak hanya berdampak pada melimpahnya potensi ikan, tetapi juga peluang ekonomi berbasis pariwisata. Untuk wilayah Indonesia timur, sangat penting dilakukan penguatan infrastruktur sehingga wilayah tersebut agar bisa lebih berkembang.
Keanekaragaman hayati tidak hanya berdampak pada melimpahnya potensi ikan, tetapi juga peluang ekonomi berbasis pariwisata.
Jompa memandang, dari sisi perikanan tangkap, banyak usaha yang bisa dilakukan. Sayangnya, di dunia ini sudah begitu jelas bahwa perikanan tangkap tidak akan bisa bertumbuh signifikan walaupun ada potensi 3 jutaan ton per tahun yang belum optimal.
”Tidak perlu diragukan lagi. Ada potensi besar yang harus dikonversi menjadi nilai ekonomi yang signifikan dalam menyelesaikan masalah ekonomi di masa pandemi maupun masa depan,” ujar Jompa.
ISEI diharapkan memahami bahwa pemanfaatan sumber daya alam tersebut harus tergantung pada sains dan data. Sebagai contoh, potensi perikanan harus dikelola dengan regulasi spesifik dan berbasis lokasi. Untuk inovasi dan terobosan, budi daya perikanan diharapkan menjadi tulang punggung penguatan ekonomi nasional.
”Ini masih sangat jauh tertinggal karena sekitar 60 persen pengelolaan perikanan kita masih bersifat tradisional. Kalau kita ingin melihat dari sisi investasi, agak sulit diharapkan kedatangan investor untuk berinvestasi di sektor budidaya ketika high risk masih terlihat,” ucap Jompa.
Jompa mengatakan, pengelolaan ikan hasil tangkapan perlu diprioritaskan, terutama di pulau-pulau terpencil agar nilai tambahnya bisa diperoleh. Para ekonom di ISEI juga diingatkan akan potensi pariwisata bahari. Sumber daya alam kelautan ini ini tidak hanya untuk ditangkap, tetapi justru pariwisata ini bersifat non-destruktif dan memiliki nilai pendapatan yang jauh lebih besar.