Permudah Pemasaran, KKP Tetapkan Lima Koridor Logistik Perikanan
Pemerintah menetapkan lima koridor logistik ikan yang menghubungkan wilayah barat dan timur Indonesia. Salah satu kendala logistik adalah minimnya sistem rantai dingin.
Oleh
Brigita Maria Lukita
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan lima koridor logistik perikanan yang menghubungkan pusat pengumpulan dan pusat distribusi produk perikanan. Upaya itu untuk menghubungkan hulu-hilir produksi.
Kelima koridor tersebut meliputi Kendari-Surabaya/Jakarta, Makassar-Surabaya/Jakarta, Bitung-Surabaya/Jakarta, Ambon-Surabaya/Jakarta, dan Mimika-Surabaya/Jakarta. Penetapan lima koridor itu melalui Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nomor 115 Tahun 2020.
Ketua Umum Asosiasi Produsen, Pengolahan, dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo mengemukakan, salah satu kendala utama logistik saat ini adalah biaya yang mahal. Penetapan koridor perlu ditindak-lanjuti dengan ketersediaan kapal yang bisa mengangkut kontainer berpendingin dengan biaya lebih murah.
”Selama ini kapal yang bisa mengangkut kontainer berpendingin jarang dan harganya mahal,” kata Budhi, Sabtu (8/5/2021).
Ia menambahkan, pemerintah juga perlu membenahi sistem logistik dengan rantai dingin yang terjaga mulai dari tempat pendaratan ikan hingga ke berbagai pulau di koridor tersebut.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Artati Widiarti mengemukakan, penetapan lima koridor diharapkan memperkuat dan memperluas konektivitas hulu-hilir produksi, yakni pusat pengumpulan dengan pusat distribusi (pengolahan dan pemasaran).
Pengaturan stok dan mekanisme distribusi juga ditargetkan mendorong geliat usaha perikanan yang terdampak pandemi Covid-19. Pemerintah juga berupaya memfasilitasi pemberian bantuan sarana dan prasarana logistik, sistem resi gudang, dan fasilitasi kemudahan akses distribusi dan pembiayaan.
”(Lima koridor) ini diharapkan dapat mendorong proses efisiensi pada saluran logistik dan memperluas akses pasar sehingga menjangkau daerah konsumsi dan industri untuk kesejahteraan masyarakat,” kata Artati melalui keterangan tertulis.
Penetapan koridor logistik itu merupakan bagian dari sistem logistik ikan nasional (SLIN). SLIN merupakan sistem manajemen rantai pasokan ikan dan produk perikanan, bahan dan alat produksi, serta informasi mulai dari pengadaan, penyimpanan, sampai distribusi.
Pelaksanaan koridor tersebut akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan daerah dan pelaku usaha. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan pengembangan pusat pengumpulan dan pusat distribusi yang baru sesuai dengan kondisi dan potensi di masing-masing wilayah.
Artati berharap pemerintah daerah bisa memberikan dukungan dalam mendorong berjalannya logistik koridor melalui sosialisasi kepada pelaku usaha serta pemetaan dan pemantauan proses logistik dari titik produksi ke pusat pengumpulan di daerah masing-masing.
Pengajar IPB University, Taryono Kodiran, mengemukakan, SLIN diperlukan untuk meningkatkan kapasitas dan stabilitas sistem produksi perikanan hulu-hilir, pengendalian disparitas harga, serta memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu, penentuan koridor harus merupakan representasi praktik bisnis logistik hasil perikanan sehingga berdampak pada seluruh sektor kelautan dan perikanan.