Permintaan Batubara Tinggi, ABM Investama Akan Revisi Naik Target Produksi
Sepanjang triwulan pertama tahun ini, kontribusi penjualan ekspor perusahaan mencapai 75 persen dari total penjualan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya permintaan batubara menjadi sentimen positif yang diyakini mampu mengangkat kinerja operasional perusahaan energi dan pertambangan PT ABM Investama Tbk tahun ini. Untuk memanfaatkan momentum ini, perusahaan juga tengah mengupayakan akuisisi lahan tambang baru untuk meningkatkan produksi. Dengan prospek positif tersebut, ABM Investama berencana merevisi naik target produksi tahun ini.
Direktur/Chief Operating Officer (COO) PT ABM Investama Adrian Erlangga mengatakan, sebelumnya perusahaan menargetkan produksi batubara tahun 2021 sebesar 13,5 juta ton. Namun, hingga triwulan I-2021 saja, produksi batubara ABM Investama telah mencapai 4,4 juta ton.
”Dari hasil pada triwulan I, kami perkirakan produksi batubara perusahaan tahun ini akan lebih tinggi daripada rencana yang ditetapkan,” ujarnya dalam paparan publik yang dilakukan secara virtual, Jumat (7/5/2021).
Adrian mengatakan, sepanjang tahun ini kontribusi penjualan ekspor perusahaan mencapai 75 persen dari total penjualan, sementara untuk penjualan domestik 25 persen.
Produktivitas perusahaan, lanjut Adrian, bisa melebihi target diakibatkan tren kenaikan harga batubara secara global. Situasi ini membuat ABM Investama berencana untuk mengajukan tambahan produksi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan kepada pemerintah.
Selain itu, perusahaan juga tengah melakukan peninjauan dan negosiasi terhadap rencana akuisisi lahan tambang batubara pada tahun ini. Adrian masih enggan bicara banyak terkait perkembangan pengajuan tambahan produksi batubara ataupun rencana akuisisi lahan baru.
”Kami sudah ajukan tambahan RKAB kepada pemerintah, yang jelas perusahaan akan terus memantau kenaikan harga batubara. Akuisisi juga diperlukan untuk menambah cadangan batubara dan mengganti cadangan yang sudah terdepresiasi,” ujarnya.
Dari hasil pada triwulan I-2021, kami perkirakan produksi batubara perusahaan tahun ini akan lebih tinggi daripada rencana yang ditetapkan. (Adrian Erlangga)
Adrian menuturkan, guna menopang kelangsungan seluruh rantai bisnis batubara, tahun ini perusahaan menyiapkan dana belanja modal sekitar 150 juta dollar AS-200 juta dollar AS atau setara dengan Rp 2,12 triliun-Rp 2,83 triliun.
Untuk membiayai belanja modal tersebut, pihaknya berencana menerbitkan surat utang atau obligasi berdenominasi global yang akan jatuh tempo pada Agustus 2022. Adrian mengklaim perusahaan telah memperoleh persetujuan dari pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) untuk menerbitkan surat utang tersebut.
”Kami dapat limit penerbitan surat utang sampai 400 juta dollar AS. Kebutuhan kami berkisar 350 juta dollar AS-400 juta dollar AS untuk belanja modal sekaligus untuk refinancing surat utang yang sudah akan jatuh tempo,” ujarnya.
ABM Investama juga membuka opsi mengembangkan lini bisnis baru di luar tambang batubara. Menurut Adrian, hal ini perlu dilakukan lantaran cepat atau lambat cadangan batubara yang ada di Indonesia akan habis. Ia menilai komoditas-komoditas seperti emas dan nikel memiliki potensi besar untuk dikembangkan di masa mendatang.
Sepanjang 2020, ABM Investama membukukan pendapatan 606,4 juta dollar AS (Rp 8,6 triliun), meningkat 2,36 persen dibandingkan dengan 2019. Penjualan batubara tahun ini diyakini Adrian masih bergerak sesuai harapan, sejalan dengan prospek industri batubara yang akan bergerak positif.
Dihubungi secara terpisah, analis MNC Sekuritas, Catherina Vincentia, mengatakan, prospek perusahaan di sektor batubara ke depan masih cenderung positif.
”Permintaan dari China masih menjadi pendorong yang kuat untuk harga batubara, di mana menurut data Bloomberg, impor China meningkat lebih dari tiga kali lipat pada triwulan I-2021,” ujarnya.
Selain China, Catherina juga melihat harga batubara lintas laut masih akan tetap tinggi seiring adanya disrupsi pada pasokan imbas dari terjadinya banjir di wilayah Australia. Dari dalam negeri, pemerintah juga telah menaikkan kuota tambahan untuk ekspor batubara 75 juta metrik ton.
”Dengan volume produksi yang meningkat tahun ini, harapannya kinerja sektor ini juga akan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu,” paparnya.